UMKM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN SEBAGAI TULANG PUNGGUNG PEREKONOMIAN DI ERA KAPITALISASI


Oleh : Santi Villoresi 

Tampaknya pemerintah memberikan perhatian penuh kepada pemberdayaan ekonomi perempuan. Di lihat dari berbagai kebijakan yang di lakukan oleh  Presiden Joko Widodo saat berpidato pada side event KTT G20, bahwa G20 harus terus mendorong penguatan peran UMKM dan perempuan melalui sejumlah aksi nyata.

"Pertama, meningkatkan inklusi keuangan UMKM dan perempuan. Inklusi keuangan adalah prioritas Indonesia. Indeks keuangan inklusif kami telah mencapai 81 persen dan kami targetkan mencapai 90 persen di tahun 2024," kata Joko Widodo dalam acara yang digelar di La Nuvola, Roma, Italia, dikutip pada Minggu, 31 Oktober 2021.(antaranews.com)

Menurutnya, peran perempuan dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) bagi kemajuan bangsa merupakan keniscayaan. Bagi Indonesia, UMKM adalah sendi utama perekonomian. 
"Indonesia memiliki lebih dari 65 juta unit UMKM yang berkontribusi terhadap 61 persen perekonomian nasional," ujarnya. 

Dengan berbagai langkah strategis tersebut telah membawa hasil nyata yakni ekonomi Indonesia tumbuh 7,07 persen pada triwulan II tahun ini. Selain itu, angka kemiskinan dan pengangguran mulai menurun dan nilai ekspor tumbuh 37,7 persen.
Memberdayakan UMKM dan perempuan adalah kebijakan sentral dalam percepatan pencapaian SDGs di Indonesia 

Aksi nyata kedua yakni mendukung transformasi ekonomi UMKM. Menurut Presiden Jokowi, digitalisasi adalah key enabler. 
Dukungan lain berupa pembangunan infrastruktur digital dan kerja sama teknologi, perluasan konektivitas digital secara inklusif, serta peningkatkan literasi digital pelaku UMKM.

Jika di lihat dari berbagai upaya pemerintah untuk memberdayakan perempuan, sebenarnya sektor UMKM ini berkontribusi signifikan sebagai tulang punggung perekonomian negara. Sayangnya, para perempuan yang memiliki usaha justru kerap kali tidak menyadari potensi ini. Secara umum, mereka masih sibuk memikirkan bagaimana mencari uang untuk pemenuhan kebutuhan hidup mereka. 
Inilah satu dari sekian alasan mengapa banyak perempuan yang memilih menjadi pengusaha UMKM. 

UMKM tulang punggung perekonomian 

Direktur Jenderal Pajak (DJP) Robert Pakpahan menyebutkan UMKM menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia,yakni menyumbang PDB hingga 60,34 persen.( liputan6.com ) 

Analis UMKM yang juga Wakil Bendahara Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Suhaji Lestiadi mengungkapkan, sektor UMKM dan koperasi mampu menjadi penyangga sistem perekonomian nasional dalam menghadapi resesi ekonomi global, sebagaimana terjadi pada 1998 lalu.(wartaekonomi.co.id)

Namun faktanya, mayoritas perempuan memiliki keterbatasan modal dan juga adanya tanggung jawab ganda. International Finance Corporation (IFC) menemukan “kurangnya kepemilikan properti, pengalaman bisnis, keterbatasan mobilitas, dan ketergantungan yang lebih besar pada suami dan keluarga” menjadi penghambat pertumbuhan dan perkembangan dari UMKM milik perempuan (idn times.com) 

Sementara Chief Operating Officer PT Katadata Indonesia Ade Wahyudi menyampaikan, perempuan pelaku UMKM menghadapi kesulitan dalam mendapatkan akses pengembangan keterampilan, pengembangan produk, manajemen keuangan, tata kelola perusahaan, dan pemasaran.

Sehingga dapat di ketahui mengapa Indonesia mengusulkan untuk memperkuat UMKM dan meningkatkan kemampuan perempuan dalam bidang STEM, terlebih dalam era Revolusi Industri 4.0 ini.


Peningkatan peran perempuan di  Indonesia begitu di perhatikan sehingga mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, seperti Google, Facebook dan Investing in Womens -sebuah inisiatif Pemerintah Australia yang mempromosikan pemberdayaan ekonomi perempuan di Asia Tenggara. 

Sehingga mendapat bantuan dunia global yang akan meningkatnya jumlah UMKM yang dikelola oleh perempuan di Indonesia.

Mereka meyakini bahwa peningkatan peran perempuan dalam bidang ekonomi tidak saja akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara, namun juga dunia. Hal itu seolah menjadi jawaban apa yang dicuitkan oleh UN Women Asia Pacific tanggal 20 April 2019 lalu.(republika.co.id) 

Akun @unwomenasia menuliskan, “When women are empowered and earn an income, they invest back into their families and communities. This is good for families, communities and economies.” [Terjemahan: Ketika para perempuan diberdayakan dan mendapatkan penghasilan, mereka berinvestasi kembali ke keluarga dan komunitas mereka. Ini bagus untuk keluarga, komunitas, dan ekonomi.

Cuitan itu ibarat membuktikan hasil laporan McKinsey Global Institute (MGI) yang dipublikasikan September 2015. Laporan itu menyebutkan bahwa dalam skenario potensi penuh perempuan, yaitu perempuan memainkan peran yang identik dalam pasar tenaga kerja dengan laki-laki, maka PDB tahunan global pada 2025 dapat bertambah sebanyak $28 triliun, atau 26 persen. 

Inilah pemahaman ala Barat atas pemberdayaan ekonomi perempuan, yang hanya dilandaskan pada aspek ekonomi semata. Kapitalisme menjadikan perempuan sebagai tulang punggung perekonomian dan mengabaikan perannya sebagai ibu generasi. 

Pemberdayaan perempuan membuat perempuan menjadi mandiri secara finansial. Perempuan dipaksa membiayai hidupnya sendiri. Negara abai akan nasib warga negaranya sendiri. Perempuan terpaksa menjadi autopilot karena negara tidak mengurusinya. Bahkan, negara juga abai akan nasib generasi penerus yang lahir dari rahimnya.

Di sisi lain, pemberdayaan ekonomi perempuan mengarah kepada kesetaraan gender sehingga membuat perempuan diharuskan untuk terjun dalam dunia kerja sebagaimana laki-laki.

Kesetaraan gender memaksa perempuan untuk disamakan dengan laki-laki dan menunaikan tanggung jawab laki-laki. Kesetaraan gender yang mendambakan terwujudnya Planet 50×50 memaksa perempuan untuk melupakan kodratnya sebagai perempuan.

Ternyata upaya meningkatkan laju pemberdayaan ekonomi ini sejalan dengan rencana Countering Violence Extremism.
Barat menganggap, jika perempuan di sibukkan dengan mengelola, membesarkan, dan mengembangkan UMKM-nya akan mengalihkannya dari kajian-kajian ekstrem.

Tentunya akan sulit membagi konsentrasi terhadap pengembangan bisnis dengan optimalisasi mengurus masalah keumatan. Apalagi, acap kali perhatian serius terhadap masalah dakwah akan menyebabkan perempuan makin terikat dengan aturan syariat, yang bisa jadi akan banyak bertentangan dengan tata cara bisnis kapitalistik.

Islam memuliakan perempuan 

Islam menetapkan perempuan adalah istri dan ibu generasi, bukan pemilik kewajiban untuk mencari nafkah. Islam menetapkan laki-laki lah yang wajib mencari nafkah. Islam juga memiliki mekanisme untuk menanggung nafkah perempuan dan anak-anaknya dalam kondisi tertentu, sehingga perempuan tetap dapat menjalankan perannya sebagai ibu generasi.

Islam memberikan keleluasaan untuk menuntut ilmu, termasuk dalam bidang STEM sekalipun. Islam juga membolehkan perempuan untuk bekerja, namun tidak mewajibkannya sebagai penanggung jawab nafkah, meski untuk dirinya sendiri.

Semua itu karena Allah sudah menetapkan tugas kodrati masing-masing sesuai dengan peran dan fungsi berdasarkan jenis kelaminnya. Dan bukan karena merendahkan perempuan atau menjadikannya sebagai warga kelas dua, namun justru karena memuliakannya.

Dan yang tak boleh dilupakan, keterlibatan perempuan dalam urusan keumatan –yang acap kali disebut radikal atau ekstrem- justru menjadi pangkal menyebarluaskan kemuliaan Islam. Juga menjadi jalan bagi perempuan untuk melepaskan dilema hidup dalam kesengsaraan akibat penerapan ideologi kapitalisme.

Melalui dakwah, perempuan akan melakukan tugas terhormat karena menyebarluaskan harapan akan kemuliaan Islam. Karena, kemuliaan perempuan akan terwujud sempurna ketika aturan Islam diterapkan secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan, dalam bangunan Khilafah Islamiyah.

Wallahu a’lam bish-shawab

Post a Comment

Previous Post Next Post