Permen PPKS “Legalisasi” Perzinahan


Oleh : Nurmaya
Aktivis Dakwah


Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim pada tanggal 31 Agustus 2021 telah menandatangani sebuah Permen yang mengundang kontroversi di tengah masyarakat. 

Adalah Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi yang selanjutnya di kenal dengan Permen PPKS. Regulasi yang telah di rancang selama 1 tahun 6 bulan itu sendiri telah mengundang  tanggapan seorang anggota Komisi X DPR RI dari fraksi PKS bernama Fahmi Alaydrus pada webinar bertajuk Pro-kontra Permen PPKS, sabtu (13/11) di Jakarta yang menyatakan bahwa, pihaknya menyayangkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi tidak pernah meminta masukan kepada Komisi X DPR selama proses pembentukan regulasi tersebut. Padahal saran dari wakil rakyat dapat memperkuat atau menyempurnakan aturan PPKS.(Sumber: https://mediaindonesia.com/humaniora/446681/pks-kaget-nadiem-terbitkan-permen-ppks).

Namun di luar konteks diketahui tidaknya oleh DPR atas regulasi lahirnya Permen, yang patut menjadi bahan penelaahan sehingga  timbulnya kontroversi adalah substansi dalam Permen tersebut, yakni bahwa definisi kekerasaan seksual itu terjadi berdasarkan ada tidaknya ‘consent’ atau persetujuan dalam aktivitas seksual. Meskipun secara definitif maknanya sudah benar, bahwa yang disebut kekerasan seksual terjadi ketika salah satu pihak telah memaksakan kehendaknya pada pihak lain.

Adapun permasalahan yang timbul selanjutnya, apakah aktivitas seksual di lingkungan Pendidikan (Perguruan Tinggi) yang dilakukan dengan adanya ‘consent’ menjadi sah dan di terima? Justru inilah yang kemudian bisa melahirkan permasalahan yang jauh lebih besar di kemudian hari. Meskipun mayoritas orang akan menjawab bahwa hal itu tidak bisa di terima dan di larang karena melanggar agama dan etika tetapi ketika hal tersebut tidak di atur dengan peraturan yang jelas maka di pastikan akan terjadi kerancuan di dalamnya ketika benar benar terjadi dan bahayanya lagi bila menjadi gaya hidup para civitas akademik itu sendiri. Hal ini jelas telah melenceng jauh dari tujuan pendidikan.

Lingkungan Perguruan Tinggi merupakan level pendidikan strategis dalam mencetak kader potensial penerus kelangsungan negeri ini. Nilai moralitas seharusnya terintegrasi dalam nilai nilai edukasinya. Aktivitas seksual di luar institusi pernikahan baik dengan ‘consent’ ataupun tidak seharusnya itu di larang. Jika untuk yang satu ada peraturannya, maka seharusnya dibuatkan juga untuk yang lainnya. Karena ketika yang satu di larang, yang satunya tidak itu artinya ada pembenaran untuk yang lain.

Kita sepatutnya prihatin dengan hal ini. Ketika pemerintah hanya ‘concern’ dengan hukum hukum yang menyangkut interaksi antar manusia. Hukum yang di buat ketika manusia yang satu mengancam stabilitas manusia lainnya. Tanpa memperhatikan aspek Ilahiyah karena ia telah mengesampingkan agama dari urusan pemerintahannya. 
Dengan menganggap bahwa agama hanya ada dalam kehidupan individu masyarakatnya. 

Sudah seharusnya kita mulai mengevaluasi tatanan hidup negeri ini secara menyeluruh dalam semua aspeknya. Pendidikan, kesehatan, kepemilikan umum dan lain sebagainya. Karena dari aspek pendidikan ini saja kita sudah dapat melihat kebathilan yang bisa berdampak luar biasa kelam bagi beberapa generasi jika kita hanya mendiamkannya. Hal ini bisa terjadi karena pada dasarnya manusia memang tidak akan mampu membuat hukum sempurna untuk mengatur kehidupannya secara menyeluruh. Karena sejatinya manusia adalah mahluk Tuhannya yang lemah, terbatas dan akan selalu bergantung kepada-Nya. 

Maka biarkan Allah Subhanahu wa Ta’âlâ, Tuhan Seluruh 'Alam yang membuat peraturan peraturan yang akan mengatur kehidupan dunia ini meliputi seluruh alam. Kita hanyalah hamba, mahluk-Nya, yang tidak tahu apa apa tanpa petunjuk-Nya. Adapun seluruh peraturan itu telah Allah turunkan ke dunia ini melalui perantaran utusan-Nya yaitu Rasulullah Shallallâhu 'Alayhi Wasallam. Maka apa yang Beliau wariskan kepada kita, itu saja yang kita kerjakan. Termasuk dalam tatanan berbangsa dan bernegara yang hanya berpegang teguh kepada Al-Qurân dan sunnahnya. Wallahu A'lam bish-shawab []

Post a Comment

Previous Post Next Post