Jihad Ajaran Islam, Khilafah Pun Ajaran Islam



Oleh : Eli Yuliani
Aktivis Dakwah


Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII membahas makna jihad dan khilafah dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Ijtima 'Ulama yang di gelar Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut merekomendasikan agar masyarakat dan pemerintah tidak memberikan stigma negatif terhadap makna jihad dan khilafah. Bahkan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menolak pandangan yang sengaja mengaburkan makna jihad bukan bagian dari Islam (Ketua Fatwa MUI Asrorum Niam Soleh di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Kamis (11/11/2021)).

MUI melalui fatwanya memandang, jihad merupakan salah satu inti ajaran Islam yang bertujuan meninggikan kalimat Allah. MUI menolak tegas pandangan yang memaknai jihad dengan semata mata perang, dan Khilafah sebagai satu satunya sistem pemerintahan.

"Dalam situasi damai, implementasi makna Jihad dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara dilakukan dengan cara upaya yang bersungguh-sungguh dan berkelanjutan untuk menjaga dan meninggikan Agama Allah dengan melakukan berbagai aktivitas kebaikan," jelas Niam.

"Dalam situasi perang, jihad bermakna kewajiban Muslim untuk mengangkat senjata guna mempertahankan kedaulatan Negara," tambahnya lagi.

Selain itu, lanjutnya, sistem kepemimpinan Islam bersifat dinamis sesuai kesepakatan dan pertimbangan banyak orang. MUI juga menolak makna Khilafah yang di sebut sebagai satu-satunya sistem kepemimpinan dalam Islam. "Khilafah bukan satu-satunya model atau sistem kepemimpinan yang di akui dan di praktikkan dalam Islam. Dalam dunia Islam terdapat beberapa model atau sistem pemerintahan seperti : Monarki, ke-Emiran, Kesultanan, dan Republik,", ujarnya.

Adanya fatwa MUI tersebut, sedikitnya memberikan kelonggaran bagi para penda'wah dalam menyampaikan ajaran Islam Kâffah, meski masih tetap ada batasan hukum yang akan menjadi kendala l. Semoga saja ini bukanlah salah satu upaya untuk mengalihkan perhatian publik dari aktivitas kontrol terhadap rezim.

Islam adalah Agama yang di akui dan konstitusi memberikan jaminan untuk menjalankan ibadah sesuai agamanya berdasarkan Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Oleh karena itu siapapun yang menyudutkan ajaran Islam, termasuk Khilafah, maka dapat di kategorikan tindak pidana penistaan agama. Artinya, sebagai ajaran Islam Khilafah tetap sah dan legal untuk di da'wahkan di tengah-tengah umat. Sebab, menda'wahkannya termasuk menjalankan ibadah berdasarkan keyakinan Agama Islam. Dan Kewajiban menegakkan Khilafah, telah menjadi ijma' para Ulama khususnya ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah (Aswaja).  

Imam al-Qurthubi menegaskan, “Tidak ada perbedaan pendapat mengenai kewajiban tersebut (mengangkat Khalifah) di kalangan umat dan para Imam Madzhab; kecuali pendapat yang di riwayatkan dari al-‘Asham (yang tuli terhadap syariah) dan siapa saja yang berkata dengan pendapatnya serta mengikuti pendapat dan madzhabnya.” (Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, 1/264).

Imam an-Nawawi juga menyatakan, “Mereka (para imam madzhab) telah bersepakat bahwa wajib atas kaum Muslim mengangkat seorang khalifah.” (An-Nawawi, Syarh Sahih Muslim, 12/205).

Imam al-Ghazali menyatakan, “Kekuasaan itu penting demi keteraturan agama dan keteraturan dunia. Keteraturan dunia penting demi keteraturan Agama. Keteraturan Agama penting demi keberhasilan mencapai kebahagiaan akhirat. Itulah tujuan yang pasti dari para Nabi. Karena itu kewajiban adanya Imam (Khalifah) termasuk hal-hal yang penting dalam syariah yang tak ada jalan untuk ditinggalkan. (Al-Ghazali, Al-Iqtishâd fî al-I’tiqâd, hlm. 99).

Imam Ibnu Hajar al-'Asqalani menyatakan, “Mereka (para ulama) telah sepakat bahwa wajib hukumnya mengangkat seorang Khalifah dan bahwa kewajiban itu adalah berdasarkan syariah,  bukan berdasarkan akal (Ibn Hajar, Fath al-Bâri, 12/205).

Imam al-Mawardi menyatakan, “Melakukan akad Imamah (Khalifah) bagi orang yang (mampu) melakukannya hukumnya wajib berdasarkan ijma' meskipun al-‘Asham menyalahi mereka” (Al-Mawardi, Al-Ahkâm ash-Shulthâniyyah, hlm. 5).

Imam Ibnu Hajar al-Haitami menyatakan, “Ketahuilah juga, para Shahabat Nabi Shallallâhu 'Alayhi Wasallam telah sepakat bahwa mengangkat Imam (Khalifah) setelah berakhirnya zaman kenabian adalah wajib. Bahkan mereka menjadikan itu sebagai kewajiban terpenting karena mereka telah menyibukkan diri dengan hal itu dari menguburkan jenazah Rasulullah Shallallâhu 'Alayhi Wasallam.” (Al-Haitami,  Ash-Shawâ’iq al-Muhriqah, hlm. 17).

Imam asy-Syaukani menyatakan, “Mayoritas ulama berpendapat Imamah (Khilafah) itu wajib. Menurut ‘Itrah (Ahlul Bait), mayoritas Mu'tazilah dan Asy’ariyah, Imamah (Khilafah) itu wajib menurut syariah. (Asy-Syaulani, Nayl al-Awthâr, VIII/265).

Khilafah adalah ajaran Islam yang merupakan kepemimpinan umum bagi kaum Muslim di dunia untuk melaksanakan hukum-hukum Islam dan mengemban da'wah Islam ke seluruh penjuru alam, oleh sebab itu menjadi kewajiban setiap umat Islam untuk terus memperjuangkan tegaknya kembali kepemimpinan Islam, sesuai syariat yang di contohkan Rasulullah Shallallâhu 'Alayhi Wasallam. Wallahu A'lam bish-shawab []

Post a Comment

Previous Post Next Post