Moderasi Beragama, Racun Akidah

Oleh: Nia

 Aktivis Dakwah di Kota Depok

 

 

Peluncuran program moderasi beragama telah digelar oleh Kementerian Agama (Kemenag) sebagai program prioritas bersama Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas, pada Rabu (22/9/2021). Dalam acara tersebut, Menag secara resmi merilis empat buku pedoman moderasi beragama, yakni buku saku moderasi bersama bagi guru, buku modul pelatihan penguatan wawasan moderasi bagi guru, pedoman mengintegrasikan moderasi pada mata pelajaran agama dan buku pegangan siswa. Menteri Pendidikan Kebudayaan dan Riset Teknologi (Mendikburdistek) dan Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto turut mendampingi Menag. 

Pada dasarnya, ide moderasi beragama tegak atas asumsi identitas agama menjadi dasar fundamental. Sikap ini menafikan nilai-nilai kebenaran dari kelompok lain dan memunculkan ide pluralisme. Ide ini muncul pada sebuah keinginan melenyapkan ekstremisme, radikalisme agama, perang atas nama agama, serta penindasan antar umat agama.

Menurut kaum pluralis, konflik dan kekerasan yang mengatasnamakan agama akan sirna jika masing-masing agama tidak menganggap agamanya paling benar. Inilah yang mendasari proyek moderasi digalakkan. Dan diwacanakan pula pentingnya menjaga persatuan antar umat beragama, memelihara persaudaraan sebangsa dan setanah air, serta mengembangkan persaudaraan kemanusiaan.

Barat sudah lama berupaya mereduksi ajaran Islam jauh sebelum munculnya gagasan moderasi Islam. Mereka menyusupkan berbagai pemikiran asing ke dalam tsaqafah Islamiyah untuk menyesatkan kaum Muslim dari ajaran agama Islam yang benar. Sebenarnya, menghormati agama tidak bermakna menyamakan agama karena itu artinya mengamputasi ajaran yang telah Allah patenkan. Tidaklah sama makna Islam washatiyah dengan Islam moderat. Istilah washatiyah berasal dari Al-Qur’an dan istilah moderat berasal dari epistemologi Barat, meskipun banyak cendekiawan Muslim memaksakan diri untuk menyamakannya.

Propaganda moderasi beragama cenderung menyasar agama Islam, bukan agama lainnya. Indikator yang terus dipropagandakan terkait narasi moderasi beragama soal komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan dan penerimaan atas tradisi. Propaganda ini telah masuk ke berbagai lembaga pendidikan dengan menerbitkan berbagai modul bertopeng perdamaian antar anak bangsa. Narasi moderasi beragama akan melumpuhkan ideologi Islam yang membawa kebangkitan kaum Muslim. Ironisnya, banyak kalangan Muslim justru mempropagandakan produk pemikiran penjajah ini. Muslim yang menolak paham ini dituduh radikal.

Pengarusutamaan moderasi beragama upaya menarik pluralitas sosiologi menuju pluralisme teologis atas nama keragaman dan toleransi. Bahkan tujuan yang lebih besar lagi melanggengkan penjajahan di negeri-negeri Muslim. Moderasi agama bukan hanya soal propaganda teologis tapi membawa kepentingan politik neoimperialisme. Karena itu narasi moderasi agama yang dikaitkan dengan narasi radikalisme upaya menyerang Islam.

Hasilnya, alih-alih memahami syariatnya secara utuh, kaum Muslim justru terjerumus dalam krisis identitas yang berkepanjangan. Terlebih lagi, moderasi beragama proyek global Barat yang ditujukan untuk membajak semangat kaum Muslimin untuk berislam kaffah dan sebagai strategi pecah belah di tengah-tengah kaum Muslimin. Barat berupaya menyusupkan pemikiran moderat pada kaum Muslim tradisionalis dan modern/sekuler seraya menyematkan label fundamentalis radikal kepada Muslim lainnya yang berakibat sesama kaum Muslimin saling mencurigai.

Di sisi lain, kaum Muslimin yang mengalami krisis identitas sibuk menyeragamkan ajarannya dengan ajaran agama lain semata agar tak disebut fundamentalis radikal. Sikap defensif ini juga akhirnya merabunkan mata kaum Muslimin untuk memahami hakikat moderasi beragama adalah racun akidah.

Moderasi beragama adalah bentuk perang pemikiran untuk menghadang kebangkitan Islam. Barat paham betul adanya geliat semangat umat Islam untuk bangkit, kembali menjadikan Islam sebagai satu-satunya syariat yang mengatur mereka. Barat berupaya mengacaukan dan mengalihkan fokus kaum Muslimin kepada agenda utama mereka.

Maka, umat Islam harus bersatu, meningkatkan taraf berpikir untuk menghadapi perang pemikiran (ghazwul fikr) yang sedang terjadi dan harus bisa membaca siapa musuh sebenarnya. Moderasi beragama tak hanya membuat kaum Muslimin fobia dengan Islam kaffah, tapi memuluskan jalan musuh menusuk kaum Muslimin dengan memanfaatkan generasi Muslim sendiri.

Padahal, Allah telah memberikan jaminan keamanan kepada siapa pun, tegaknya syariat Islam akan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Ini terbukti ketika Islam berjaya, khilafah Islam menaungi beragama suku, agama dan budaya. Jiwa dan harta mereka semua terlindungi.

Di tengah keterpurukan yang disebabkan penerapan kapitalisme, umat manusia membutuhkan Islam sebagai pembebas. Proyek moderasi ini bentuk perlawanan Barat dan menghadang kebangkitan Islam yang akan menyelamatkann manusia dari seluruh krisis yang timbul karena penerapan kapitalisme global.

Maka, yàng harus dilakukan umat Islam: Pertàma, memberi kritik terhadap kebijakan moderasi agama ini. Kedua, menyadarkan masyarakat bahwa moderasi agama ini bukanlah asli kebijakan pemerintah saat ini melainkan sekadar meneruskan kebijakan luar negeri AS.

Ketiga, menyadarkan masyarakat bahwa kebijakan moderasi agama ini mempunyai tujuan tersembunyi yang membahayakan Islam dan umat Islam. Keempat, terus berjuang untuk mengembalikan Islam kaffah dalam kehidupan bernegara dan masyarakat dengan menegakkan daulah khilafah.[]

Post a Comment

Previous Post Next Post