Keteladanan Khalifah Umar Hadapi Masa Kritis


Oleh: Yati Nurhayati

Aktivis Dakwah di Kota Depok

 

 

Pada masa kepemimpinan Umar bin al-Khathab pernah terjadi paceklik. Daerah Hijaz memasuki musim kemarau panjang dan waktu itu penduduk desa tidak memiliki apapun untuk dimakan lagi, sehingga banyak yang pindah ke Madinah. Mereka pun segera melaporkan nasibnya kepada Khalifah Umar. Khalifah Umar sangat tanggap, beliau segera membagi-bagikan makanan dan uang sampai gudang makanan dan kas baitul mal habis.

Khalifah Umar pun tidak memakan makanan enak, hanya makan minyak dan cuka hingga musim paceklik selesai. Dampaknya, warna kulit beliau menjadi hitam, babdannya menjadi kurus. Banyak yang cemas beliau akan jatuh sakit dan lemah. Hal seperti ini berlangsung selama 9 bulan. Itulah salah satu kepedulian beliau untuk rakyatnya.

Khalifah Umar pun selalu mengawasi rakyatnya di Madinah. Menyaksikan kondisi rakyatnya yang makin menderita, beliau pun segera menulis surat kepada gubernurnya di Irak, Abu Musa al-Asy’ári dan kepada Gubernur Mesir ‘Amru bin al-‘Ash untuk meminta bantuan. Dengan cepat  keduanya mengirimkan bantuan ke Madinah dalam jumlah besar yang terdiri dari makanan dan bahan pokok berupa gandum.

Waktu itu, Khalifah Umar keluar bersama Abbâs, paman Rasulullah SAW untuk melakukan shalat istisqâ’ (meminta hujan). Beliau pun berdoa, “Ya Allah, sungguh jika kami ditimpa kekeringan sewaktu Rasulullah SAW, masih hidup, maka kami meminta kepada-Mu melalui Nabi kami. Sekarang kami meminta kepada-Mu melalui paman Nabi kami” (HR ath-Thabarani). Usai shalat istisqa, masa paceklik berakhir. Kondisi berubah kembali menjadi normal seperti biasa. Para penduduk yang mengungsi bisa pulang kembali ke rumah masing-masing.

Khalifah Umar  pun berhasil menghadapi masa-masa kritis dengan bijaksana. Beliau bisa menyelamatkan rakyatnya dari musibah kekeringan dan kondisi sulit melalui kebijakannya yang cermat. Itulah keteladanan Khalifah Umar yang harus dicontoh.

Namun, bagaimana dengan sikap para pemimpin dalam sistem pemerintahan sekular saat ini? Adakah di antara mereka yang berusaha meneladani Khalifah Umar bin al-Khathab? Hampir tidak ada pemimpin yang seperti beliau.

Saat ini, selama pandemi Covid-19 yang hampir dua tahun berlangsung, kondisi ekonomi kebanyakan rakyat sangat jauh menurun. Banyak rakyat kehilangan penopang penghidupan. PHK  masal di berbagai lini pekerjaan. Angka pengangguran jelas semakin bertambah dan peningkatan angka kemiskinan tidak dapat dihindari. Banyak yang merasakan kesulitan luar biasa hanya untuk bertahan hidup.

Ironisnya, pada saat yang sama, selama pandemi Covid-19 pejabat di negeri ini semakin kaya-raya. Saldo rekeningnya mendadak banyak yang menggendut. Bahkan ada menteri yang baru menduduki jabatan 9 bulan, kekayaannya bertambah hampir 10 miliar rupiah. Beberapa pejabat negara lainnya juga merasakan peningkatan jumlah harta kekayaan selama pandemi Covid-19 berdasarkan catatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sebenarnya, dari mana sumber peningkatan harta mereka? Yang jelas gaji atau tunjangan mereka tetap sama. Tak mungkin ada menteri yang baru 9 bulan menjabat, harta-kekayaannya bertambah banyak. Tapi bisa jadi pertambahan kekayaan tersebut berasal dari sumber pendapatan lain di luar gaji dan tunjangan mereka sebagai pejabat. Banyak pula pejabat sekaligus pengusaha. Jelas di sana ada potensi penyalahgunaan jabatan untuk menyokong kepentingan usaha/bisnis pribadi.

Bahkan bisa jadi peningkatan harta kekayaan para pejabat bersumber dari yang tidak halal, seperti hadiah atau fee dari kelompok oligarki sebagai kompensasi dari kebijakan penguasa yang mendukung bisnis mereka, suap menyuap dan korupsi.

Melihat fakta ini, tidak mudah menemukan pemimpin yang baik di dalam sistem pemerintahan sekular. Andai pun ada, jumlahnya hanya sedikit sekali. Pejabat yang mengenggam kekuasaan saat ini berada di bawah kendali para cukong-cukong yang dulu mendukung mereka dengan banyak kucuran dana pada musim pemilihan. Mereka akan lebih loyal kepada para pemodal mereka daripada kepada rakyat mereka.

Sebab itu, banyak pejabat yang tidak mempunyai rasa iba pada rakyatnya yang menderita pada musim pandemi saat ini. Mereka lebih memilih memperkaya diri dan koleganya (oligarki) daripada peduli kepada rakyat mereka sendiri.

Padahal dalam Islam, kekuasaan adalah amanah. Seorang pemimpin diberi amanah untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya melalui kebijakan yang dia ambil. Tanggung jawab pemimpin sangat besar karena akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT atas kepemimpinannya di akhirat nanti.

Nabi SAW bersabda: “Kepala negara adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus” (HR al-Bukhari).

Pemimpin  yang amanah akan melakukan tugas ri’âyah, yakni memelihara semua urusan rakyatnya seperti menjamin penyediaan kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan bagi tiap individu warga negara), menjamin pemenuhan pendidikan, kesehatan dan keamanan secara gratis serta melindungi rakyat dari berbagai gangguan dan ancaman.

Dalam hadits riwayat at-Tirmidzi, Rasul SAW mengingatkan pemimpin yang tidak amanah/khianat dan zalim. Mereka adalah pemimpin jahat. Begitu juga dalam hadits riwayat Muslim, pemimpin yang dibenci oleh Allah SWT, dibenci oleh rakyat dan membenci rakyatnya.

Maka, sistem sekular saat ini justru banyak melahirkan para pemimpin yang tidak amanah, jahat dan tentunya dibenci rakyat. Pada akhirnya, sistem sekular yang memang rusak dan melahirkan banyak pemimpin rusak, sudah saatnya dicampakkan dan ditinggalkan. Saatnya diganti dengan sistem pemerintahan Islam yang menerapkan syariah Islam secara kaffah.[]

Post a Comment

Previous Post Next Post