Kemerdekaan yang Hakiki

Oleh: Izzatunnisa

Saat ini, kita berada di bulan Agustus. Bulan bersejarah bagi warganegara Indonesia. Bagaimana tidak, Agustus menjadi waktu dimana Indonesia di nyatakan bebas dari penjajahan. Sehingga, di bulan ini tepat pada tanggal 17 Agustus kita menemukan banyak seremonial yang di meriahkan oleh kalangan anak-anak, kaula muda hingga orang dewasa merayakan kemerdekaan sebagai perwujudan rasa bahagia terbebas dari penjajahan.
Namun, kita perlu meninjau kembali, sudahkah kita menyadari makna merdeka yang sesungguhnya? Terutama sebagai seorang Muslim. Jangan sampai setiap tahun kita merayakan kemerdekaan, namun ternyata kita masih terbelenggu dalam penjajahan.

Kemerdekaan, adalah Misi Risalah Islam

Sejak awal kemunculannya, Islam sebagai sebuah agama menghendaki agar umat manusia merdeka. Terlihat dari upaya Rasulullah Sallallahu ‘Alayhi wa Sallam dalam mengajak manusia untuk mengesakan Allah dan tidak mempersekutukan apapun dengan-Nya. Lalu, bagaimana makna merdeka yang sebenarnya? Makna merdeka ini tampak jelas dalam sabda Rasulullah Sallallahu ‘Alayhi wa Sallam yang dituliskan dalam sebuah surat untuk penduduk Najran yang membawa misi kemerdekaan. Berikut sebagian isi dari surat tersebut :

«… أَمّا بَعْدُ فَإِنّي أَدْعُوكُمْ إلَى عِبَادَةِ اللّهِ مِنْ عِبَادَةِ الْعِبَادِ وَأَدْعُوكُمْ إلَى وِلاَيَةِ اللّهِ مِنْ وِلاَيَةِ الْعِبَادِ …»
Amma ba’du. Aku menyeru kalian untuk menghambakan diri kepada Allah dan meninggalkan penghambaan kepada sesama hamba (manusia). Aku pun menyeru kalian agar berada dalam kekuasaan Allah dan membebaskan diri dari penguasaan oleh sesama hamba (manusia)… (Al-Hafizh Ibnu Katsir, Al-Bidâyah wa an-Nihâyah, v/553).

Misi agung ini juga terlukiskan dalam dialog Raba’i bin ‘Amir dengan jenderal Rustum dalam peristiwa Perang Qadisiyah. Misi inilah yang telah menacapkan keberanian sahabat Rasulullah Sallallahu ‘Alayhi wa Sallam ini sebagai duta Islam saat itu. Jenderal Rustum bertanya kepada Raba’i bin ‘Amir, “Apa yang kalian bawa?” Dengan lantang ia menjawab, “Allah telah mengutus kami. Demi Allah, Allah telah mendatangkan kami agar kami mengeluarkan siapa saja yang mau dari penghambaan kepada sesama hamba (manusia) menuju penghambaan hanya kepada Allah; dari kesempitan dunia menuju kelapangannya; dan dari kezaliman agama-agama (selain Islam) menuju keadilan Islam…” (Ath-Thabari, Târîkh al-Umam wa al-Mulûk, II/401).

Maka, imam syafi’i pernah berpesan :
"Allah telah menciptakanmu sebagai orang merdeka, maka jadilah sebagaimana Dia telah menciptakanmu.” (Manaqib Asy-Syafi’i karya Imam Al Baihaqi: 2/197).

Pesan ini menjadi pelajaran bagi kita bahwa ketika seseorang menghendaki kemerdekaan, maka di wujudkan dengan taat pada Allah secara sempurna. Sedangkan ketaaatan pada Allah di buktikan dengan menjalankan semua aturan yang berasal dari-Nya. Jika tidak demikian, maka hawa nafsulah yang menguasainya yang menjadikan diri dan orang lain terjajah karenanya.

Kapitalisme, Menjauhkan Manusia dari Ketaatan 

Tidak dapat di pungkiri, bahwa Kapitalism sebagai sebuah Ideologi memiliki akidah sekularisme. Akidah inilah yang menjadikan hawa nafsu menguasai manusia atau manusia liberal yang bertindak semaunya. Dengan akidah ini, agama telah di sempitkan maknanya untuk mengatur manusia di tempat ibadahnya saja. Maka inilah yang menjadi sumber lahirnya berbagai kerusakan. Membuat aturan versi manusia menjadi konskuansi dari keberadaan Ideologi Kapitalisme ini. Sehingga, dapat kita saksikan, apa yang dilarang Allah di halalkan dan apa yang Allah halalkan di larang. Maka, tidak layak dikatakan merdeka jika demikian kondisinya. Jika kapitalisme melahirkan penjajahan, maka Islam adalah yang membebaskan.

Allah Subhanahu wa Ta’alaa berfirman:

 “Alif, laam raa. (Inilah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita menuju cahaya terang-benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji”. (TQS Ibrahim: 1).

Sedang, Islam tidak akan pernah dapat terwujud sempurna dalam kehidupan kecuali dengan adanya negara yang menerapkannya. Negara tersebut adalah negara Khilafah Islamiah. Maka, sudah seharusnya kita tidak terjebak dalam formalitas perayaan tanpa ada upaya mewujudkan kemerdekaaan hakiki, yakni dengan berjuang mengembalikan negara yang menerapkan Islam secara sempurna yang mampu membebaskan manusia dari penajajahan.

Wallahu’allam

Post a Comment

Previous Post Next Post