Babat Kriminalitas dengan Solusi Tuntas


Oleh : Mutiara Putri Wardana

Belakangan marak terjadinya kasus kriminalitas terkait pemalsuan sertifikat vaksin. Salah satunya, sebanyak sembilan pemalsu hasil swab Polymerase Chain Reaction (PCR) dan surat vaksin Covid-19 ditangkap di Samarinda, Kalimantan Timur. Sembilan pelaku itu ditangkap dalam rentan waktu 29 Juli hingga 2 Agustus 2021. Kini semuanya sudah ditetapkan tersangka.


Wakapolresta Samarinda AKBP Eko Budiarto mengatakan, peristiwa ini terungkap ketika pihaknya mendapat laporan dari petugas Bandara APT Pranoto Samarinda, Kamis (29/7/2021). Ketika itu, kata Eko, petugas bandara sedang memeriksa surat hasil PCR dan surat vaksin penumpang saat hendak terbang. Petugas mendapati seorang penumpang diduga menggunakan hasil swab PCR dan surat vaksin palsu karena barcode tidak terdaftar. (https://regional.kompas.com/read/2021/08/04/200629678/polisi-bongkar-sindikat-pemalsu-hasil-swab-pcr-dan-surat-vaksin-di)

Aturan vaksin yang saat ini masih belum bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat ternyata dimanfaatkan oleh beberapa oknum dengan membuat surat atau kartu vaksin palsu. Selain itu, hal ini didukung oleh faktor masih banyak warga yang enggan divaksin karena marak berita tak benar. Sehingga, hal ini menjadi celah bagi pelaku kejahatan.

Kasus kriminalitas baik berupa penipuan dan lainnya dengan memanfaatkan situasi pandemi ini masih terus bermunculan, dan tentunya membahayakan masyarakat dan bisa memperpanjang usia pandemi.

Sistem hukum yang diterapkan saat ini tidak mampu menumbuhkan kesadaran kolektif. Tanpa adanya landasan akidah yang dijadikan pengatur kehidupan orang-orang yang berorientasi materi akan senantiasa menghalalkan segala cara demi memuaskan hawa nafsu. Sebab dalam kapitalisme fokus pada materi adalah hal nomor satu. Meniadakan peran Tuhan dalam urusan dunia sehingga tidak memikirkan konsekuensi dari perbuatan yang dilakukan apakah halal atau haram.

Selain itu, sistem sanksi yang diberlakukan bagi para pelaku kriminalitas saat ini tidak menimbulkan efek jera dan tidak memiliki fungsi pencegah. Buktinya, kejadian serupa masih saja terus bermunculan.

Meningkatnya kejahatan adalah salah satu akibat berlarutnya pandemi yang gagal dituntaskan oleh sistem sekuler kapitalisme demokrasi. Kriminalitas produk sistem rusak akibat ditinggalkannya syariat Islam. Inilah yang terjadi ketika penguasa di dalam sistem sekuler menjadikan hawa nafsu dan materi sebagai landasan dalam membuat suatu kebijakan, maka tak heran lahirlah oknum-oknum yang demikian. 

Hal ini akan jauh berbeda ketika penguasa berada di dalam sistem Islam, dimana segala kebijakan yang diambil akan selalu berlandaskan pada hukum syara’ bukan hawa nafsu. Di dalam Islam sendiri penanganan terhadap berbagai imbas yang terjadi di tengah wabah seperti ini akan terstruktur dan menyeluruh. Bukan hanya sekedar berorientasi pada satu hal semata seperti dampak fisik misalnya, yang mana justru solusi tersebut bertujuan untuk mengatasi masalah, malah menimbulkan masalah baru.

Segala persoalan yang ada saat ini akarnya lah yang seharusnya diselesaikan, tidak bisa hanya dengan memangkas ranting-rantingnya saja. Padahal sudah sangat jelas bahwa akar segala permasalahan ini adalah karena tidak dijadikannya  Islam sebagai landasan sebuah sistem. Kapitalis-sekuler seolah harga mati yang tak bisa ditawar. Padahal sudah jelas sistem kapitalis-sekuler merupakan sistem cacat, sistem ini hanya akan menimbulkan berbagai problematika bagi masyarakat.

Sejatinya masyarakat membutuhkan penanganan komprehensif, dan Islam mampu menghadirkan masyarakat yang kuat iman dan memiliki ketahanan secara mental dan fisik untuk menjalani hidup saat kondisi pandemi. Hal ini pun ditunjang oleh peran negara sebagai penyokong dan pengayom rakyat. 

Seperti yang kita ketahui kebijakan lockdown di awal kemunculan COVID-19 di tentang oleh sebagian kalangan dikarenakan dampak ekonomi yang dihasilkan. Padahal tak sadarkah justru dengan tidak mengambil kebijakan lockdown sedari awal kemunculan pandemi ini hanya menimbulkan berbagai problematika baru yang kian bertambah, salah satunya masalah kriminalitas. Semua dikarenakan berbagai solusi yang dicoba-coba oleh pemerintah semuanya terbukti tidak efektif dan hanya menambah daftar panjang korban yang berjatuhan. 

Dalam situasi pandemi seperti sekarang, kebijakan lockdown adalah satu-satunya kebijakan yang wajib di ambil dalam sistem Islam. Tentunya setelah kebijakan lockdown diterapkan maka tugas negara selanjutnya adalah mencukupi kebutuhaan dasar rakyatnya seperti pangan dan kesehatan, Bukan berarti rakyat manja dan mau enaknya, tapi memang jalan keluarnya harus seperti itu agar masyarakat bisa kooperatif untuk di rumah saja demi memutus mata rantai penyebaran pandemi ini dan tentunya tidak menggunakan jalan haram demi memenuhi tuntutan kebutuhan hidup di kondisi yang serba sulit saat ini. 

Rasanya hal ini juga sudah sesuai dengan Undang-undang yang dibuat sendiri oleh Pemerintah, yakni Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, namun apalah daya hidup dalam  sistem yang penuh tipu muslihat aturan yang berpihak pada rakyat tak ubahnya sekedar pencitraan belaka tanpa realisasi.

Pemerintahan yang ada saat ini pada faktanya tidak mampu memberikan solusi yang solutif. Tidak bisa   rakyat dihimbau di rumah saja tapi dipaksa juga untuk mandiri secara ekonomi. Tidak ada ceritanya penguasa sibuk mengkalkulasi untung rugi kebijakan ini, meskipun ekonomi akan mengalami kehancuran tapi akan bisa bangkit lagi karena negara dan dunia tak kekurangan ahli ekonomi. Tapi, ketika nyawa berjatuhan setiap harinya tidak akan ada lagi cara untuk mengembalikannya.

Inilah yang terjadi ketika dari segi ekonomi kita juga menganut sistem kapitalis maka tak ayal membuat negara kelimpungan, kita menjadi negara yang tidak mandiri padahal negara kita dianugerahi oleh Allah kekayaan alam yang berlimpah ruah, belum lagi uang pajak yang selama ini cukup bisa dikatakan memeras rakyat dengan nominal tak sedikit. Namun kemana larinya semua itu? 

Andaikan semua itu dikelola berdasarkan sistem Islam maka dapat dipastikan negara akan mampu bertahan meskipun harus memenuhi kebutuhan dasar hidup rakyatnya dikala lockdown sehingga meminimalisir bahkan meniadakan dampak berkepanjangan akibat pandemi. 

Bandingkan dengan bagaimana pemimpin dalam sistem Islam seperti yang dikisahkan di dalam buku The Great leader of Umar bin Khathab, Kisah Kehidupan dan Kepemimpinan Khalifah diceritakan bahwa ketika terjadi krisis ekonomi, Khalifah Umar memberi contoh terbaik dengan cara berhemat dan bergaya hidup sederhana, bahkan lebih kekurangan dari masyarakatnya. Khalifah Umar ra. langsung memerintahkan untuk membuat posko-posko bantuan. Kepada rakyatnya yang datang karena membutuhkan makanan, segera dipenuhi. Yang tidak dapat mendatangi Khalifah, bahan makanan diantar ke rumahnya, beberapa bulan sepanjang masa musibah. Tatkala menghadapi situasi sulit, Khalifah Umar bin Khaththab meminta bantuan ke wilayah atau daerah bagian Kekhilafahan Islam yang kaya dan mampu memberi bantuan.

Dalam sistem Islam pemerintah tidak akan membuat kebijakan yang terkesan coba-coba, labil, dan lamban. Sebab ketika ada suatu permasalahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, hukum syara’ adalah tempat mencari solusinya. Tanpa ada tapi dan nanti, bahkan sampai tega mengkalkulasi untung rugi demi kemaslahatan rakyatnya. Untuk itu penting bagi kita sama-sama berjuang agar syariat Islam bisa diterapkan di muka bumi ini, agar kesejahteraan dapat dirasakan oleh seluruh penduduk bumi. Wallahua'lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post