Alih Fungsi Lahan Mengancam Keselamatan Jiwa


Oleh Ummu Farizahrie
Ibu Rumah Tangga dan Pegiat Dakwah


Indonesia dikaruniai alam yang sangat indah. Potensi sumber daya alam berupa lahan pertanian dan perkebunan amatlah kaya. Namun lambat laun panorama alam tersebut telah berganti menjadi gedung perkantoran, mal dan perumahan, terutama di kota-kota besar. Dengan meningkatnya angka pertumbuhan penduduk otomatis membutuhkan tempat tinggal baru. Belum lagi jumlah angkatan kerja yang naik setiap tahunnya menjadikan munculnya usaha-usaha baru yang membutuhkan tempat untuk dijadikan kantor ataupun tempat usaha.

Demikian juga yang terjadi di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Dilansir dari radarcirebon.com, di wilayah Kabupaten Bandung banyak daerah perbukitan yang merupakan zona hijau yang dialihfungsikan menjadi gedung dan perumahan. Dikatakan oleh Anggota Komisi C DPRD Kabupaten Bandung, Toni Permana, bahwa hal ini dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang menyebabkan daerah tersebut berpotensi mengalami longsor, banjir, dan bencana lainnya.

Alih fungsi lahan tidak hanya terjadi di Kabupaten Bandung, tapi marak di berbagai daerah. Bukan hanya perbukitan juga pesawahan. Jika lahan tersebut adalah milik perorangan, alasan menjual lahan diantaranya karena tergiur dengan iming-iming harga yang tinggi, ataupun karena terpaksa. Sementara kalau milik pemerintah berarti karena mendapatkan izin baik dari pemerintah setempat ataupun pemerintah pusat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Sebenarnya alih fungsi lahan dari lahan pertanian ataupun perbukitan menjadi gedung-gedung dan perumahan tidak bisa dinafikan telah banyak menimbulkan kemudharatan bagi orang lain. Penduduk di sekitar perumahan yang tadinya tidak banjir saat ini mengalami kebanjiran. Sedangkan masyarakat yang berada di sekitar perbukitan, selain terkena bahaya banjir juga longsor. Akan tetapi hal ini terus berlangsung, seolah-olah pemerintah tidak mendengar keluhan masyarakat yang menderita karenanya.

Tidak ada tanda-tanda pemerintah berpihak kepada rakyat. Kalaupun ada segelintir orang yang menjual lahannya karena harganya tinggi, hanyalah terpengaruh oleh faham kapitalisme yang mengedepankan keuntungan tanpa memikirkan akibatnya. Kapitalisme sesuai dengan namanya, adalah sistem yang berpihak kepada para kapital (pemilik modal), rakyat selalu yang dikorbankan.

Para pemilik modal atau pengusaha diberi izin oleh penguasa karena dianggap berjasa membuka lapangan kerja ataupun menyokong para penguasa ketika naik ke tampuk kekuasaan. Sebagai balas budi sulit bagi penguasa untuk tidak memudahkan perizinan. Selain itu sudah menjadi rahasia umum, perizinan rawan suap menyuap.

Begitulah watak kapitalis yang dapat kita rasakan. Kerusakan lingkungan, hilangnya pesawahan, ladang dan kebun dimana-mana sudah jamak terjadi, berganti dengan gedung-gedung pencakar langit ataupun infrastruktur kebanggaan negeri yang semu. Rakyat hanya mampu menyaksikan seraya bingung menghadapi kehidupan yang kian runyam. 

Pemimpin atau penguasa yang diharapkan berpihak kepada rakyat; melindungi dari ancaman kehilangan lahan, menjamin keamanan dan keselamatan, sebaliknya penguasa negeri ini terbiasa memuluskan jalan bagi para investor untuk menguasai lahan yang nantinya akan dijadikan kawasan ataupun bangunan yang menghasilkan pundi-pundi rupiah untuk mereka. Maka yang terjadi adalah hilangnya keseimbangan alam, mengakibatkan kerusakan lingkungan dan bencana bagi manusia. Allah Swt.  berfirman:

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (TQS. Ar-Rum 30: Ayat 41)

Inilah contoh penguasa yang abai terhadap kepentingan rakyatnya. Mereka lebih mengutamakan para pemilik modal dan menjadi budak bagi kepentingan korporat. Keselamatan rakyat bukan menjadi prioritas utama. Keseimbangan dan kelestarian lingkungan pun bukan hal penting untuk dijaga.

Sangat jauh berbeda dengan sistem Islam yang memiliki sederet aturan yang sempurna, termasuk di dalamnya mengatur kepemilikan tanah dan pengelolaannya sesuai dengan jenis tanah yang sudah dianugerahkan Allah Swt.

Ada jenis tanah yang cocok untuk bangunan karena keras dan tandus, ada juga yang cocok untuk lahan pertanian. Selain itu lahan berupa perbukitan sebagai lahan hijau penahan air hujan.

Islam telah menetapkan perbukitan termasuk kepada kepemilikan umum, bukan kepemilikan negara ataupun individu. Wewenang untuk menjaga dan memeliharanya berada pada tanggung jawab negara. Negara tidak dibolehkan menyerahkan terlebih menjualnya ataupun memberikannya kepada individu terlebih kepada pengusaha. Perbukitan akan tetap dipertahankan sebagai perbukitan sesuai dengan fungsinya. Negara tidak boleh tergiur dengan iming-iming pengusaha, karena hal itu dilarang dalam Islam.

Untuk lahan pertanian milik perorangan, negara menetapkan berdasarkan syariah, tidak boleh dialihfungsikan menjadi perumahan ataupun bangunan lainnya, kecuali yang berhubungan dengan pertanian, seperti gudang-gudang penyimpanan alat pertanian, hasil panen dan yang lainnya. Kalaupun pemilik tidak mampu menanaminya lagi boleh saja diberikan kepada orang lain atau dijual untuk ditanami. 

Kebijakan di atas selain menghilangkan bencana bagi masyarakat lainnya, juga menciptakan ketahanan pangan. Pertanian merupakan tumpuan kehidupan masyarakat memenuhi kebutuhan keseharian, juga menghilangkan ketergantungan akan impor. Rasulullah saw. ketika membangun Negara Islam yang kuat diawali dengan memenuhi kebutuhan pangan selanjutnya perlengkapan persenjataan, teknologi dan yang lainnya.

Adapun kebutuhan perumahan bagi rakyat menjadi tanggung jawab negara, dengan mekanisme negara menyediakan lapangan kerja agar masyarakat mampu memiliki tanah, kemudian membangunnya, dengan syarat bukan lahan pertanian. Atau bisa saja negara menyediakan perumahan murah, bahkan gratis bagi masyarakat yang tidak mampu. Negara tidak akan membiarkan rakyat menderita, karena pengelolaan tanah apalagi milik umum tidak akan diserahkan begitu saja kepada pengusaha.

Perbedaan yang mencolok terkait tanah atau lahan dalam sistem kapitalisme dan sistem Islam adalah dari sisi kepemilikan dan pemanfaatan zatnya. Islam mengaturnya berdasarkan kepada wahyu, sementara kapitalisme disandarkan kepada aturan manusia yang lemah juga diwarnai nafsu serakah akan kenikmatan dunia.

Hanya kembali kepada pengaturan Islam kaffah lah, kelestarian lingkungan, keamanan masyarakat bisa diciptakan. Sebab pengelolaan lahan akan sejalan dengan kebutuhan manusia secara umum sehingga menjamin ketenangan dan keselamatan.

Wallahu a'lam bi ash shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post