KAPITALISME DAN KELEMAHAN PELAYAN TANAH SUCI SELENGGARAKAN HAJI


Oleh : Susi susanti, S.M 

Menunaikan ibadah haji merupakan impian terbesar bagi umat islam, kebahagiaan menginjakan kaki ke tanah suci Makkah tak hanya pada sisi sejarah tentang perjuangan para Nabi dan Rasul di kota Makkah, namun yang lebih penting ialah malaksanakan rukun islam yang kelima sebagai bentuk keimanan mereka dalam melaksanakan perintah Allah SWT. 

Namun impian itu harus kandas dengan adanya berbagai macam aturan yang disepakati oleh pihak pemerintah Indonesian dan Arab Suadi, adapun tujuan dari kesepakatan ini ialah memutus tali penyebaran virus covid-19 yang saat ini sedang melanda dunia. Tak sedikit jamaah yang kecewa dengan pembatalan keberangkatan haji, sehingga tak banyak pula yang menginginkan uang mereka dikembalikan oleh pihak  pemerintah, sikap itu ditunjukkan sebagai bentuk kekecewaan mereka terhadap kebijakan yang ada.

Pemerintahan Arab Saudi resmi, menggelar ibadah haji 2021 khusus untuk Jamaah domestic, yakni penduduk lokal dan para ekspatriat yang telah berada di Negara tersebut. Raja salman kembali menutup akses haji bagi Jamaah internasional untuk tahun kedua sejak 2020 lantaran tren penularan virus corona masih meningkat secara global.

“Tidak ada haji internasional. Jumlah maksimal 60 ribu Jamaah, usia 18 sampai 65 tahun”

Kata duta besar RI untuk Saudi, agus maftuh Abegebriel, dalam pesan singkatnya kepada CNNIndonesia.com pada sabtu (12/6).

Agus menuturkan dua jam sebelum Saudi mengumumkan  keputusan pelaksanaan haji 2021, menteri luar negeri Arab Saudi pangeran Faisal bin Farhan al Saud berkomunikasi via telepon dengan menlu RI Retno Marsudi, ia menuturkan bahwa pangeran Faisal menyampaikan keputusan pemerintahnya secara resmi terkait pelaksanaan haji tahun 2021 kepada Retno Marsudi. 

Sementara itu, kementrian haji dan umrah Arab Saudi lewat akun twiter @HajMinistry turut menginformasikan hal serupa bahwa jumlah total peserta haji kali ini hanya 60 ribu orang. Peserta haji khusus warga Arab Saudi dan ekspatriat yang telah bermukim di wilayah kerajaan.

“Mengingat apa yang telah terjadi, perhatian seluruh dunia dari perkembangan pandemic virus corona yang berkelanjutran serta munculnya mutasi baru. Maka pendaftaran haji akan dibatasi sebagai upaya kami menjalankan tugas, hanya untuk penduduk dan warga dari dalam kerajaan saja” kicauan kementerian haji dan umrah arab Saudi, sabtu (12/6).

Selain itu kementerian mengingatkan syarat haji kali ini adalah warga Arab Saudi yang sudah menerima suntikan dosis pertama dengan jangka 14 hari, tetap diperbolehkan.  

Sebelum adanya keputusan resmi pembatalan keberangkatan haji, Arab Saudi sempat mempertimbangkan atas keputusannya itu sebagaimana sejumlah sumber mengatakan kepada reuters pada bulan Mei.
Lagi-lagi virus corona dijadiakan sebagai alasan untuk membatasi ibadah tiap individu, setelah pelarangan untuk melaksanakan sholat di masjid kini umat islam di dihadapkan dengan aturan baru yang membuat mereka mau tidak mau harus menerimanya dengan lapang dada. 

Padahal Jamaah haji di luar Negara Arab Saudi bisa memenuhi syarat sebagaimana syarat yang diberikan kepada Jamaah haji Arab Saudi.

Mengingat di Indonesia sendiri sebagian besar masyarakatnya sudah melaksanakan suntikan Vaksin yang diselenggarakan oleh pemerintahan Indonesia. Dalam hal ini terlihat jelas bagaimana para penguasa sudah tak mampu lagi mengurusi urusan rakyatnya, terutama dalam hal menunaikan ibadah haji.

Sungguh, rasa kepedulian mereka sudah sirna bahkan rasa ketidak pedulian itu sudah melekat dalam diri pemimpin Negara kaum muslimin. Padahal setiap kepemimpinan mereka akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam hadistnya.

“Setiap orang adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang kepala Negara akan dimintai pertanggung jawaban perihal rakyat yang dipimpinnya” (HR.Bukhari dan Muslim).

Kini pemimpin Negara kaum muslimin sudah tidak menjadikan Al-qur’an dan as-sunnah sebagai pedoman dalam berucap maupun bertindak, sehingga rakyatlah yang menjadi korban atas setiap tindakan yang mereka lakukan.  

Berkiblat pada sistem selain islam manusia  lupa akan hakekat hidupnya di dunia, jadi tak heran jika menghasilkan banyak nilai materi yang menjadi salah satu kebiasaan yang harus dilestarikan. 

Kondisi seperti ini tidaklah terjadi secara alamiah, namun ada beberapa faktor  pendorong seperti halnya kapitalisme yang sudah melekat dalam diri tiap penguasa. 

Sudah saatnya kita membuka mata dan kembali pada identitas aqidah yang haq.

Menjadikan al-qur’an sebagai sumber solusi atas setiap persolan yang ada. Mewujudkan kehidupan yang islami tak hanya dengan berdoa memohon pertolongan dari Allah saja,  namun harus dibarengi dengan perjuangan didalamnya.

Disinilah tugas penting bagi pengemban dakwah untuk sama-sama menyampaikan kepada umat bahwa betapa bobroknya hidup dalam aturan selain aturan islam.

Wallahu’alam bishowab

Post a Comment

Previous Post Next Post