Hanya dengan Sistem Islam para Penista Jera


Oleh Reni Rosmawati
Ibu Rumah Tangga


Wahai manusia, siapakah engkau
Begitu mudahnya kau nistakan Tuhanku, Nabiku dan ajaran agamaku

Tak ada angin tiada  hujan
Hinaan, cacian, makian mengalir deras dari mulutmu yang pedas
Kau pamerkan kesombongan dan keangkuhanmu di dunia maya
Kau sulut amarah, kau tebarkan fitnah
Tak peduli kerukunan beragama terpecah-belah 

Ingatlah wahai sang penista
Hidupmu di dunia hanya sementara
Kesombongan dan keangkuhanmu akan binasa
Jika janji Allah telah tiba


Lagi, kasus penistaan agama (Islam) kembali terjadi. Kali ini melibatkan Youtubers yang bernama Joseph Paul Zhang. Sebagaimana dilansir oleh laman FOKUSATU (18/4/2021), melalui unggahan di akun Youtube miliknya yang berjudul Puasa Lalim Islam, Joseph Paul Zhang menistakan agama Islam dengan mengaku sebagai Nabi ke-26 dan menghina Nabi Muhammad saw. serta ajarannya.

Selain menghina Nabi Muhammad, dalam unggahan tersebut Joseph juga menghina Allah Swt. dengan menyebut bahwa Allah sedang dikunci di dalam Ka'bah. Dia juga menuding bahwa puasa sesat. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa umat Islam sedang dibodoh-bodohi oleh ulama, salah satunya mengenai tindakan rudapaksa seperti yang banyak terjadi di Arab Saudi. Menurutnya, makin beragama, makin tinggi pemerkosaannya. Lebih lanjut, Joseph mengatakan bahwa para ulama berpendidikan tinggi sudah mengetahui kalau Allah umat Islam itu maha biadab dan cabullah. Astaghfirullah, na'uzubillah. 

Tidak hanya menistakan agama Islam, Joseph juga menantang untuk dilaporkan ke pihak kepolisian sebagai penista agama. Bahkan, dia juga berjanji akan memberikan sejumlah uang kepada siapa saja yang melaporkan dirinya ke pihak berwajib. 

"Yang bisa laporin gua ke polisi, gua kasih uang lo, yang bisa laporin gua penista agama, nih gua Nabi ke-26, Joseph Paul Zhang, meluruskan kesesatan Nabi ke-25 dan kecabulannya yang maha cabullah," kata dia dalam akun tersebut. 

Seolah tak ada habisnya, kasus penistaan agama seperti yang dilakukan Joseph Paul Zhang, bukan kali pertama terjadi di Indonesia. Sejumlah kasus serupa pernah terjadi. Salah satunya kasus penistaan agama yang melibatkan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada tahun 2017, dan juga putri sang Proklamator Sukmawati Soekarnoputri pada tahun 2019 lalu. 

Sungguh, kasus penistaan agama ini akan terus berlanjut dan melahirkan oknum-oknum baru dengan motif berbeda, jika dibiarkan dan tidak ada tindakan hukum yang tegas terhadap para pelakunya. Kasus penistaan agama yang terus berulang, menunjukkan bahwa para pelaku semakin berani menyepelekan sanksi  hukum yang ada juga menantang kemarahan umat Islam. 

Seyogyanya, tindakan tegas harus segera diberlakukan bagi mereka yang telah lancang mengejek-ngejek agama baik simbolnya, ajaran agamanya, maupun sosok yang dimuliakan seperti Allah Swt. dan Nabi Muhammad. Namun sungguh ironis, fakta hari ini tidak demikian, penerapan hukum yang ada hanya bersifat alakadarnya, sehingga para penista dapat melenggang bebas tanpa ragu dan penyesalan.

Menyaksikan fakta di atas, kasus penistaan agama yang senantiasa berulang, membuktikan bahwa negara dan penguasa telah gagal melindungi agama (Islam) dan umatnya. Semua ini adalah akibat diterapkannya sistem kapitalisme-sekuler yang mengusung paham kebebasan di negeri ini. Negara yang berlandaskan sistem ini, tidak menempatkan Islam sebagai sumber aturan. Maka tidak heran, sistem sanksi yang diberikan kepada para pelaku penista agama (Islam) pun tidak pernah memberikan efek jera. Alhasil, para penista pun semakin merajalela.

Dalam sistem ini, penista agama dibiarkan, bahkan dianggap biasa. Sementara para penyuara kebenaran yang menyebarkan paham Islam kafah dipersekusi hingga berujung pidana, karena dianggap melakukan ujaran kebencian. Pasal ujaran kebencian pun dijadikan pasal karet yang akan bisa menakut-nakuti siapa saja yang diduga sebagai musuh rezim. 

Tidak bisa dinafikan, sejak runtuhnya negara Islam pada tahun tahun 1924 dan hadirnya sistem batil kapitalisme-sekuler, umat Islam di seluruh penjuru dunia bagaikan anak ayam kehilangan induknya; tidak punya pelindung dan tak tahu arah tujuan. Sementara, musuh-musuh Islam yang tidak menghendaki kebangkitan Islam,  satu per satu semakin menampakkan kebenciannya. Berbagai cara mereka lakukan untuk memojokkan Islam beserta ajarannya. Mulai dari ujaran kebencian, hinaan, dan cacian kotor nan keji pun dilontarkan. Kaum muslim yang mendapati hal itu, tidak bisa berbuat apa-apa selain mengecam dan menangis pilu. Mirisnya, penguasa yang semestinya bertindak tegas dan melindungi umat dari berbagai ancaman, kini hilang entah kemana. 

Hal demikian tentunya tidak akan pernah terjadi jika seluruh umat muslim kembali kepada aturan Islam dan menerapkannya secara menyeluruh dalam kehidupan. Sejarah mencatat, hampir 14 abad lamanya, negara yang menerapkan sistem Islam mampu melindungi umat dan ajaran Islam dari segala bentuk ancaman. Kehidupan antar penganut beragama pun terjalin dengan baik, harmonis, saling menghormati satu sama lain. Jauh dari tindakan penistaan agama. 

Negara yang berlandaskan Islam, akan senantiasa menempatkan syariat Islam sebagai satu-satunya sumber aturan. Itulah sebabnya, jika ada kasus penistaan agama maka negara Islam (khilafah) akan dengan sigap memberikan sanksi tegas kepada para pelaku, baik muslim ataupun nonmuslim. 

Secara umum, hukuman atas pelaku penistaan agama Islam (apapun bentuknya) adalah hukuman mati. Menurut Khalil Ibn Ishaq al-Jundiy, ulama besar mazhab Maliki, siapa saja yang mencela Nabi saw., melaknat, mengejek, menuduh, merendahkan, melabeli dengan sifat yang bukan sifat beliau, menyebutkan kekurangan pada diri dan karakter beliau, merasa iri karena ketinggian martabat, ilmu dan kezuhudannya, menisbatkan hal-hal yang tidak pantas kepada beliau, mencela, dan lainnya. Maka hukumannya adalah dibunuh. (Lihat: Khalil Ibn Ishaq al-Jundiy, Mukhtashar al-Khalil, I/251)



Para Khalifah di masa lalu telah mencontohkan bagaimana menindak para penistaan agama. Seperti kasus penistaan agama di masa Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab misalnya, maka khalifah memerintahkan untuk membunuh para penghina Allah dan Rasul-Nya. Hal yang sama juga dilakukan Sultan Abdul Hamid ll (sultan ke 34 kekhilafahan Utsmaniyah). Beliau pernah marah dan geram dengan perbuatan pemerintah Prancis yang memuat surat kabar dengan berita tentang pertunjukan teater yang melibatkan Nabi Muhammad saw. Bahkan, sang Sultan siap bangkit dari kematian jika terjadi penghinaan atas Islam dan Nabi saw..

Demikianlah ketegasan para pemimpin Islam dalam menghadapi dan menindak para penista. Mereka pantang berkompromi atau bersikap lemah lembut, jika sudah menyangkut agama. Dari sini, maka jelaslah hanya Islam satu-satunya sistem yang mampu menjaga kemuliaan agama dan melindungi umat dari berbagai tindak kezaliman. Karenanya, sudah menjadi kewajiban kita untuk kembali kepada Islam dan menerapkannya secara kafah dalam seluruh sendi kehidupan. Serta mencampakkan sistem kapitalisme-liberalisme yang menjadi biang kasus penistaan terus berulang. Dengan demikian, kemuliaan umat dan syariat-Nya senantiasa terjaga, dan para para penista pun jera. 

Wallahu a'lam bi ash-shawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post