Goresan Tinta: Irmaya, S.Pd.I ( Aktivs Dakwah Lubuk Pakam )
Sehat
yang selalu diinginkan setiap manusia kini sudah menjadi kata mahal. “Sehat itu
mahal” begitulah pepatah umum yang dipahami dalam kalangan masyarakat. Artinya,
kesehatan itu adalah hal yang sangat berharga. Wabah akan mampu melemahkan
kesehatan masyarakat , seperti virus corona yang menjadi perhatian pada kurun
waktu ini. Kemampuannya menginfeksi manusia mampu berhasil membuat Negara yang
didatangi bingung. Tak terkecuali negeri khatulistiwa ini.
Virus
corona telah menginfeksi jutaan manusia di negeri ini. Walaupun sudah ada upaya
untuk mengatasi, nyatanya belum mampu melemahkan virus ini. Akan tetapi ada
yang membuat sedih , di luar negeri telah ditemukan virus corona varian baru.
Virus ini memiliki kecepatan menginfeksi lebih cepat dan kuat dibandingkan
covid-19 (jateng.inews.id,id,29/12/12/20).
Namun,
disisi lain diketahui Tenaga Kerja Asing (TKA) datang ke negeri ini, khususnya
TKA asal Cina.Diketahui pada tanggal 23/01/21 ada 153 WNA Cina masuk melalui
bandara Soekarno-Hatta. Padahal, di saat ini telah diberlakukan pembatasan WNA
masuk kecuali memiliki persyaratan khusus. Ratusan WNA tersebut dibolehkan
datang karena dinilai memenuhi persyaratan. (Kompas.com,25/01/21).
Rakyat
Adalah Amanah yang Harus Dilindungi
Negara
perumpamaan seorang ibu dan rakyat adalah perumpamaan seorang anak. Secara
fitrah, seorang ibu memilki rasa cinta kepada anaknya. Maka, ibu akan melakukan
berbagai cara untuk melindungi anaknya.
Begitu
pun Negara, jika rakyatnya dalam kondisi bahaya, ia harus berusaha
melindungi.Bahkan rela mengorbankan dirinya demi kemaslahatan dan keamanan
rakyatnya. Namun, sepertinya berbeda
dengan negeri yang mayoritas muslim ini. Sejak wabah pertama menghampiri,
perlindungan kepada rakyat seakan minim. Mulai dari karantina total yang tidak
dilakukan . Hingga “new normal”
diberlakukan. Hasilnya, rakyat yang menjadi korbannya.
Rakyat,
dengan tidak adanya perlindungan yang kuat, memutuskan menjadi pemberani melawan
tentara yang tak terlihat ini (covid-19).
Bukan karena mempunyai ilmu kebal penyakit, tetapi jika di rumah saja
tidak ada yang menjamin kebutuhan hidupnya. Sembako maupun uang bantuan corona
tidak cukup uantuk memenuhi semua kebutuhannya. Setahun sudah berlalu,
kebijakan pun tak kunjung berujung. Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat
(PPKM) yang dimaksudkan untu menekan laju penularan Covid-19 nyatanya tidak
dapat diharapkan. Terbukti dengan kasus terinveksi Covid-19 setiap harinya
mencapai ribuan.
Lantas,
sekarang berita ada Covid varian baru, bagaimana dengan rakyat? Semua pasti
merasa khawatir. Menghadapi Covid-19 saja sudah banyak yang gugur. Bagaimana
dengan Covid varian baru yang katanya lebih cepat menularnya? Rakyat bisa jadi
depresi, sebab rakyat haris menghadapi virus ini sendirian. Kalaupun ada
kebijakan vaksinasi, ini semua belum bisa memperlihatkan keberhasilan karena
hanya salah satu upaya saja. Apalagi ditambah adanya kebijakan TKA masih boleh
masuk.
Meskipun di awal masuk sudah dipastikan bebas
Covid-19, namun tidak menutup kemungkinan belum terdeteksi. Bisa saja mereka
yang datang dari luar negeri tanpa disadari membawa virus lagi. Siapa yang
menjadi korbannya? Lagi-lagi rakyat yang akan menjadi korbannya.Rakyat yang
dihantui kekhawatiran akan membuat imun menurun. Ketika imun pada diri turun,
maka akan mudah terinfeksi virus. Kesehatan rakyat dinomorduakan jika
disbanding pertumbuhan ekonomi.
Keselamatan
Jiwa Rakyat Adalah Segalanya
Seorang
penggembala mempunyai tanggung jawab atas penggembalaannya. Mulai dari memberi
makan, menyediakan tempat tinggal, menjaga kesehatan, mengobatinya jika sakit
hingga melindunginya dari para pemangsa. Abdullah bi Umar mengatakan,
Rasulullah saw. berkata,
“Ketahuilah
bahwa setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, sorang pemimpin umat manusia adalah
pemimpin bagi mereka dan ia bertanggung jawab dengan kepemimpinannya atas
mereka.”
“Seorang
lai-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia bertanggung jawab atas mereka,
seorang wanita adalah pemimpin bagi rumah suaminya dan anaknya, dan ia
bertanggung jawab atas mereka.”
“Seorang
budak adalah pemimpin bagi harta tuannya, dan bertanggung jawab atasnya. Maka
setiap diri kalian adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas
kepemimpinannya.” (HR Abu Dawud)
Begitulah
Negara (pemimpin) seharusnya. Para pemimpin sepantasnya menjadi perisai bagi
rakyatnya. Rakyat yang terjamin kebutuhan hidupnya, terjaga kesehatannya,
tersedia tempat tinggalnya, dan terlindungi dari musuh yang nyata maupun tidak,
akan merasa tenang dan nyaman. Mereka tidak akan mudah stress. Mereka akan
mempercayai dan mencintai pemimpinnya.
“Sebaik-baiknya
pemimpin kamu adalah mereka yang kamu cintai dan mereka pun mencintaimu, kamu
menghormati merekadan mereka pun menghormati kamu. Pun sejelek jeleknya
pemimpin kamu adalah mereka yang kamu benci dan mereka pun benci kepada kamu.
Kamu melaknat mereka dan mereka pun melaknatmu.” (HR Muslim)
Perlindungan
pada musuh ini dapat diartikan juga melindungi rakyat dari serangan penyakit.
Karena pemimpin ingin menjamin keselamatan dan kesehatan rakyat, maka ia akan
melakukan berbagai cara untuk melidungi. Misal, dengan karantina total,
melarang WNA masuk ke dalam negeri dengan alas an apapaun dan menjamin seluruh
kebutuhan hidupnya.
Contoh
kebijkan ini pernah dilakukan oleh Rasulullah saw. dan para sahabat. Pada masa
Umar Bin Khaththab, saat di negeri Syam terjadi wabah, khalifah Umar melarang
masuk ke dalamnya. Sekaligus melarang orang Syam keluar dari wilayahnya.
Kebijakan tersebut diambil oleh Umar atas hadits Rasulullah saw.,
Rasulullah
saw. bersabda: “ Tha’un (wabah penyakit menular) adalah suatu peringatan dari
Allah Subhanahu WA Ta’ala untuk menguji hambah-Nya dari kalangan manusia. Maka,
apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu
masuk ke negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu
berada, jangan pula kamu lari darinya .” (HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin
Zaid).
Begitulah
contoh pemimpin yang memperhatikan rakyatnya. Seperti khalifah Umar yang tidak
mementingkan kepentingan ekonomi ataupun kepentingan lainnya. Beliau hanya
melindungi rakyat dan memutuskan
kebijakan hanya dengan tuntunan syari’at.
Oleh
karena itu sudah saatnya pemimpin mengambil tindakan yang sesuai dengan aturan
syari;at Islam , sudah saatnya kembali kepada seruan Allah dan hanya menjadikan
tujuan hidupnya hanyalah meraih ridho Allah, sehingga dapat mengambil pelajaran
dari menjangkitnya wabah. Wallahu’alam bi ashowab
Post a Comment