Tarik Ulur Kebijakan Penanganan Covid,Anak-anak Jadi Korban


Oleh : Ratna Ummu Nida 

Angka Covid-19 pasca liburan akhir tahun ini sungguh sangat mengkhawatirkan, bahkan hingga menenembus angka lebih dari 10.000 kasus per hari. Tak terkecuali di Kota Bekasi. 

Pemkot Bekasi mendata jumlah kasus terkonfirmasi Covid-19 yang terjadi sepanjang tahun 2020. Dari data yang dihimpun sejak Maret hingga Desember 2020, tercatat 16.000 kasus.
Dari 16.000 kasus terkonfirmasi, 18 persennya merupakan pasien dengan kategori anak-anak. Hal tersebut dibenarkan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi saat ditemui di kantornya (Kompas.com, 4/1/2021).

Angka 18 persen dari 16 ribu kasus adalah angka yang tinggi dibandingkan besaran kasus Covid-19 pada anak di daerah lain. 

Liburan panjang sekolah dan pergantian tahun rupanya membawa dampak besar terhadap sebaran virus Covid-19 ini. Masyarakat semakin abai dengan protokol kesehatan. Tarik ulur kebijakan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) yang tidak disertai pemisahan antara orang yang sehat dan yang sakit justru menciptakan klaster-klaster baru di kalangan keluarga yang menyebabkan anak-anak menjadi korban. 

Kesalahan penanganan pandemi sejak awal memang berbuntut panjang. Bagaimana bisa pandemi ini akan cepat berakhir jika kebijakan yang diambil pun tidak konsisten. Pemerintah tidak serius menangani kasus ini. Adalah ciri khas dari negara kapitalis yang selalu mementingkan keuntungan diatas keselamatan. Mereka lebih sibuk menyelamatkan perekonomian dibanding keselamatan dan kesehatan masyarakat. Hasilnya, apa yang kita lihat hari ini, korban terus berjatuhan dan ekonomi pun tak terselamatkan. 

Anak-anak adalah aset berharga, generasi penerus yang harus dijaga dan dilindungi dari segala hal yang mengancam keselamatannya. Melindungi anak dari wabah bukan hanya tugas orang tua semata. Peran negara dalam hal ini amat diperlukan.

Abainya penguasa adalah sebuah bentuk kemaksiatan yang kelak akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah SWT di hari akhir nanti.

_"Siapa saja yang diserahi oleh Allah untuk mengatur urusan kaum muslim, lalu dia tidak memedulikan kebutuhan dan kepentingan mereka, maka Allah tidak akan memedulikan kebutuhan dan kepentingannya (pada Hari Kiamat)."_ *(HR. Abu Daud dan at-Tarmidzi)*

Negara seharusnya tampil terdepan dalam setiap keadaan. Tidak membiarkan rakyatnya mengurusi sendiri segala keperluannya, menyerahkan pada pihak lain, apalagi sampai mengorbankan nasib rakyat demi menyelamatkan ekonomi.

Islam mengajarkan, seorang pemimpin harus tegas dalam mengambil kebijakan dan tidak ada keraguan. Tentu saja kebijakan yang diambil harus berdasarkan syariah yang merupakan wahyu dari Allah SWT dan bukan hasil uji coba akal saja.

Seorang pemimpin tidak boleh memiliki sikap ragu-ragu ataupun plin-plan dalam mengambil langkah dan memutuskan setiap kebijakan, khususnya dalam hal mengatasi masalah pandemi seperti saat ini.

Pemerintah hari ini masih menunjukkan sikap yang plin-plan dalam mengambil kebijakan. Ini terlihat dari kebijakan yang terus berubah-ubah sehingga bukannya menyelesaikan permasalahan justru menambah masalah baru. Maka jangan heran jika rakyat tidak taat pada aturan pemimpinnya.

Umat sangat berharap adanya sistem yang mampu melahirkan para pemimpin yang mempunyai sikap percaya diri, tegas, tidak gagap dan ragu-ragu dalam menghadapi pandemi. Kebijakan antara pusat dan daerah sejatinya selalu bersinergi dan seiring sejalan. Tidak ada kebijakan yang bertolak belakang antara keduanya. Umat tidak akan diliputi rasa khawatir dan cemas, karena mereka hidup di bawah kepengurusan pemimpin yang amanah dan taat pada syariat. Sehingga mereka mampu memberikan kerja nyata yang mampu memastikan situasi yang aman terkendali dan dapat memulihkan keadaan dengan segera.
Sistem yang dirindukan umat itu tak lain adalah sistem Islam, sistem yang bersumber dari Sang Khaliq. Yang menerapkan hukum Allah secara kaffah. Dengan ditopang oleh sistem terbaik yakni Daulah Khilafah Islamiah. 
Wallahu 'alam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post