Pelayanan Kesehatan dalam Islam


Oleh : Asti Marlanti 
(Penulis dan Pegiat Literasi)

Jumlah tenaga kesehatan yang meninggal karena pandemi Covid-19 di Indonesia terus bertambah. Menurut catatan LaporCOVID-19 hingga 28 Desember 2020, total ada 507 nakes dari 29 provinsi di Indonesia yang telah gugur karena Covid-19. Sebanyak 96 di antaranya meninggal dunia pada Desember 2020, dan merupakan angka kematian nakes tertinggi dalam sebulan selama pandemi berlangsung di Tanah Air.

Selain itu, ada hal lain yang mencengangkan. Menurut Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Adib Khumaidi, kematian tenaga medis dan kesehatan di Indonesia tercatat paling tinggi di Asia. Indonesia juga masuk ke dalam lima besar kematian tenaga medis dan kesehatan di seluruh dunia. Sungguh miris bukan? Lalu mengapa semua ini bisa terjadi?

Dilansir oleh TEMPO.CO, Inisiator Pandemic Talks, Firdza Radiany, mengatakan, bahwa penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia belum maksimal atau sangat buruk. Bahkan, positivity rate atau tingkat penularan di Indonesia konsisten 14-15 persen selama beberapa bulan. Padahal, standar WHO itu maksimal 5 persen. Menurut Firdza, kondisi itu terjadi karena pemerintah tidak pernah bisa mencapai standar 3T, yaitu testing, tracing, dan treatment. Kapasitas testing di Indonesia, belum pernah stabil dan masih di bawah standar WHO.

Firdza juga menyoroti tracing atau pelacakan yang buruk. Ia menyebut rasio pelacakan kontak positif Covid-19 di Indonesia hanya 1 berbanding 3 orang. Padahal, idealnya 1 orang positif Covid-19, maka yang dilacak harusnya 30 orang.
 
Memang benar, pandemi ini merupakan bagian dari qadha’ (ketetapan Allah Swt.) yang tak bisa ditolak. Akan tetapi, sistem dan metode yang digunakan untuk mengatasi dan mengendalikan pandemi ini adalah sebuah pilihan. Artinya, pilihan itu ada dalam wilayah ikhtiari manusia.

Faktanya, para penguasa dunia dan juga penguasa negeri ini, lebih memilih untuk menerapkan sistem kapitalisme dan mengunakan metode yang lebih mementingkan aspek ekonomi dalam mengatasi pandemi ini. Sehingga, menjaga dan memelihara nyawa manusia seolah dinomorduakan. Padahal dalam Islam, menjaga nyawa itu lebih berharga dari dunia dan seisinya (Lihat: QS. al-Maidah [5]: 32).

Nabi saw. juga bersabda: 

“Sungguh lenyapnya dunia ini lebih ringan di sisi Allah daripada terbunuhnya seorang muslim. (HR. an-Nasai, at-Tirmidzi dan al-Baihaqi)

Sistem Kesehatan dalam Islam

Islam memandang bahwa kesehatan adalah salah satu kebutuhan pokok manusia. Sehingga kebutuhan pokok/primer ini wajib dijamin oleh negara. Oleh karena itu, pelayanan kesehatan haruslah memadai secara kuantitas dan juga kualitas. 

Pelayanan kesehatan berkualitas dan berkuantitas hanya bisa direalisasikan jika didukung dengan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai, serta sumber daya manusia yang profesional dan kompeten. Penyediaan semua itu menjadi tanggung jawab dan kewajiban negara (khilafah) karena negara (khilafah) berkewajiban menjamin pemenuhan kebutuhan dasar berupa kesehatan dan pengobatan. 

Oleh karena itu, khilafah wajib membangun berbagai rumah sakit, klinik, laboratorium medis, apotek, pusat dan lembaga litbang kesehatan, sekolah kedokteran, apoteker, perawat, bidan, dan sekolah lainnya yang menghasilkan tenaga medis, serta berbagai sarana prasarana kesehatan dan pengobatan lainnya. Negara juga wajib mengadakan pabrik yang memproduksi peralatan medis dan obat-obatan, menyediakan SDM kesehatan baik dokter, apoteker, perawat, psikiater, penyuluh kesehatan, dan lainnya.

Pelayanan kesehatan pun harus diberikan secara gratis kepada rakyat, baik kaya ataupun miskin. Selain itu juga tanpa ada diskriminasi, baik agama, suku, warna kulit dan sebagainya. Pembiayaan untuk semua itu diambil dari kas Baitul Mal, baik dari pos harta milik negara ataupun harta milik umum.

Semua pelayanan kesehatan dan pengobatan harus dikelola sesuai dengan aturan syariat, termasuk pemisahan pria dan wanita serta hukum-hukum syariat lainnya. Juga harus memerhatikan faktor ihsan dalam pelayanan, yaitu wajib memenuhi 3 prinsip baku yang berlaku umum untuk setiap pelayanan masyarakat dalam sistem Islam. Pertama, sederhana dalam peraturan (tidak berbelit-belit). Kedua, cepat dalam pelayanan. Ketiga, profesional dalam pelayanan, yakni dikerjakan oleh orang yang kompeten dan amanah. 

Oleh karena itu, solusi dari pandemi ini haruslah dengan mewujudkan sistem tatanan global yang datangnya dari Sang Khalik yang menciptakan virus ini. Itu semua bisa terwujud dengan menerapkan syari'at Islam dalam naungan Khilafah Islam. Wallâhu a’lam bish-shawâb.

Post a Comment

Previous Post Next Post