Cara Islam Wujudkan Kemandirian Pangan


Oleh: Nurhalidah, A.Md.Keb

Negara agraris adalah salah satu julukan untuk Indonesia. Dijuluki negara agraris karena mata pencaharian sebagian besar rakyatnya adalah petani. Jika sebagian besar rakyatnya petani otomatis pangan akan melimpah ruah. Sehingga, krisis bahan pangan kemungkinan besar tidak akan terjadi. Apatah hingga mengimpor pangan dari negara lain.

Namun, sungguh disayangkan di tengah julukan negara agraris, Indonesia malah gencar mengimpor pangan dari negara lain. Salah satunya kacang kedelai merupakan jenis pangan yang di impor oleh Indonesia. Alih-alih menjadi jalan keluar atas kekurangan pangan di negeri ini. Impor malah mencekik rakyat dengan harganya yang sangat luar biasa mahal.

Dikutip dari Rebublika.co.id, 02/01/2021, tahu dan tempe di pasar tradisional yang berada di Bogor dan penjual keliling tidak lagi kelihatan. Asal muasal hilangnya tahu dan tempe di pasar tradisional di Bogor hingga kota Tangerang dan Banten. Merupakan aksi mogok yang dilakukan oleh perajin tahu dan tempe karena harga kedelai impor melonjak dari RP 7000/kg naik menjadi Rp 9200-9500/kg.

Kenaikan harga kedelai tidak hanya memberikan dampak pada perajin tahu dan tempe. Masyarakat menengah ke bawah pun justru yang paling merasakan penderitaan. Karena, untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga tahu dan tempe lah makanan yang murah dan mudah diakses. Namun, kini tahu dan tempe mulai hilang dari pandangan mata. Sudah makanan-makanan elit tidak mampu dibeli, yang murah juga tidak bisa lagi dinikmati. Alhasil, mempengaruhi pemenuhan gizi dalam keluarga.

Kenaikan harga pangan impor akibat dari jumlah permintaan lebih banyak dibandingkan jumlah persediaan. Sehingga menjadi peluang bagi negara pengekspor untuk menentukan harga sesuka hatinya. Didukung oleh pemerintah yang memandang sebelah mata kaum petani pribumi. Dan menjadikan impor sebagai lumbung pangan. Padahal, jika dilihat dari kesuburan tanah dan mata pencaharian sebagian besar rakyatnya adalah petani. Untuk masalah impor tidak perlu dilakukan.

Namun, kembali lagi bahwa negara mengadopsi demokrasi sekular dengan sistem ekonomi kapitalismenya. Sehingga, apapun dilakukan berdasarkan keuntungan para kapital. Negara tidak memiliki kekuatan yang utuh, melainkan disetir oleh kaum kapital dan negara adidaya. Walaupun, di depan mata terhampar lahan yang subur dan petani yang ulet, itu tidak akan terlihat di mata mereka, Karena itu tidak menguntungkan. Pada akhirnya rakyat yang kena imbas atas keserakahan mereka.

Oleh karena itu, untuk mengatasi kebutuhan pangan yang tidak mencekik rakyat maka menghentikan impor dan meningkatkan swadaya pertanian di negara ini dengan sistem Islam. Sehingga akan terbentuk negara yang memiliki kemandirian pangan dan jauh dari ketergantungan impor. Hanya sistem Islam yang memiliki aturan yang paripurna. 

Adapun beberapa cara membangun swadaya pertanian yang dilakukan oleh negara Islam guna mewujudkan kemandirian pangan yakni, memberikan modal bagi yang tidak memiliki modal, menghidupkan tanah mati, membuka lahan baru, menyediakan bibit-bibit unggul, pupuk, mesin-mesin pertanian, membangun irigasi yang baik. Ketika sektor pertanian diperhatikan sedetail mungkin maka hasil pangan pun akan melimpah ruah. Dan juga negara harus mendistribusikan pangan dengan adil dan merata disetiap lapisan masyarakatnya.

Demikianlah, negara Islam mewujudkan kemandirian pangan. Tanpa memandang dan memilah agama dan status sosial warga negaranya. Karena tidak ada tujuan lain yang mereka inginkan selain kesejahteraan rakyatnya dan rida Allah SWT. 

Namun, jika negara masih asik bercengkrama dengan sistem ekonomi kapitalismenya maka rakyat sebagiannya merasakan obesitas dan sebagian lainnya mengalami busung lapar.

Wallahu a’lam bishshawaab.

Post a Comment

Previous Post Next Post