Tahun Baru Sekolah Tatap Muka, Siapkah Kita?


Oleh : Yuli Ummu Raihan
Member Akademi Menulis Kreatif dan Pemerhati Kebijakan Publik

Ammar kelas 4 SD sontak gembira saat membaca berita bahwa Januari 2021 sekolah kembali dibuka. Kejenuhan selama berbulan-bulan di rumah saja, tidak bertemu teman-teman dan guru, serta suasana sekolah yang menyenangkan sudah menari dalam bayangannya. 

Pemerintah memutuskan melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim mengeluarkan pernyataan yang mengizinkan pemerintah daerah membuka sekolah dan mengadakan kegiatan belajar mengajar secara tatap muka di seluruh zona risiko virus corona mulai Januari 2021.

Namun, keputusan akhir dikembalikan kepada tiga pihak terkait yaitu, pemerintah daerah,  kantor wilayah (kanwil), dan orang tua melalui komite sekolah. Orang tua akan diberi pilihan untuk mengizinkan anaknya belajar tatap muka atau tetap mengikuti pembelajaran secara daring. (cnnindonesia.com, 20/11/2020)

Keputusan ini mendapat dukungan dari Komisi X DPR yang disampaikan oleh Ketuanya Syaiful Huda. Namun, ia mensyaratkan agar pembukaan sekolah ini harus dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.(liputan6.com, 20/11/2020)

Syaiful Huda mengatakan bahwa pembukaan sekolah adalah suatu kebutuhan terutama di daerah. Karena, pembelajaran daring tidak berjalan efektif karena minimnya sarana dan prasarana pendukung. Banyak keluhan baik dari murid, orang tua, bahkan guru terhadap pelaksanaan pembelajaran daring selama ini.

Namun reaksi lain datang dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang khawatir dengan keputusan ini. Menurut KPAI  banyak sekolah yang belum siap secara protokol kesehatan dalam penerapan kembali pembelajaran tatap muka. Retno Listyarti, Komisioner Bidang Pendidikan KPAI menyebutkan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Kemdikbud, Kemenag, Kemenkes, hingga Gugus Tugas Dana yang menyatakan 87% sekolah belum siap melakukan sekolah tatap muka. (cnbcindonesia.com, 23/11/2020)

Pembukaan sekolah serentak di seluruh zona menuai kritik dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). Menurut organisasi ini banyak sekolah yang melanggar ketentuan pembukaan sekolah tatap muka tapi tidak mendapat sanksi.

Sementara para orang tua terbagi menjadi dua kubu. Ada yang mendukung rencana ini dan ada yang menolak. Mereka yang mendukung karena merasa terbebani dengan proses belajar daring. Tidak sedikit orang tua yang mengeluhkan sekolah secara daring  menyita waktu dan menambah beban mereka. Belum lagi beban materi karena harus mengeluarkan uang lebih  hanya demi membeli kuota dan perangkat hp yang memadai untuk mendukung proses belajar.

Sementara anak-anak cenderung senang dan menanti sekolah tatap muka ini. Karena bagaimana juga suasana belajar di rumah tidak sama dengan di sekolah. 

Sementara orang tua yang menolak,  dilatarbelakangi kekhawatiran akan keselamatan anak-anaknya. Sangat sulit menerapkan protokol kesehatan pada anak didik terutama jenjang PAUD dan SD. Belum lagi interaksi satu dengan yang lain sulit dibatasi. Epidemilog dr Dicky Budiman M.Sc. PH, PhD Global Health Security tidak menyarankan sekolah dibuka pada situasi yang belum kondusif. Hal ini hanya akan berisiko memunculkan gelombang kedua virus corona. 
Berkaca pada beberapa negara yang melakukan sekolah tatap muka justru mengalami penambahan kasus.

Semua ini menjadi bukti bahwa pemerintah belum mampu mengatasi pandemi dan menyusun sistem pendidikan yang baik. Sudah hampir setahun kita berhadapan dengan virus corona. Tidak sedikit materi bahkan nyawa melayang karenanya. Rakyat dibuat bingung degan berbagai kebijakan. Semua ini karena kebijakan yang diterapkan berasal dari akal pikiran manusia dan hawa nafsunya. Sehingga hanya solusi tambal sulam yang dihasilkan. Solusi yang tidak mampu menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan manusia. Tidak memuaskan akal, tidak menentramkan jiwa, dan menyalahi fitrah manusia.

Hal ini tidak akan terjadi jika kita mau menerapkan aturan yang sudah dibuat dan dirancang sedemikian rupa oleh Sang Pencipta dan Sang Pengatur. Aturan yang mampu menyelesaikan persoalan dengan sempurna.

Dalam Islam Pendidikan adalah hal yang sangat penting dan hak semua warga. Maka  melaksanakan sistem pendidikan yang baik adalah tugas negara. Menjamin pendidikan berjalan baik meski dalam situasi pandemi sekalipun. 

Islam sangat menjaga jiwa manusia. Rasulullah saw. bersabda: "Hancurnya dunia lebih ringan bagi Allah daripada terbunuhnya satu orang muslim."(HR An Nasa'i)

Selama pandemi sudah ribuan orang meninggal tidak terkecuali para nakes dan dokter. Betapa berat hisab atas jiwa-jiwa yang telah berpulang tersebut kepada penguasa negeri ini.

Penanganan pandemi yang sejak awal sudah buruk menimbulkan efek domino. Salah satunya pada sektor pendidikan.

Kita butuh sebuah sistem yang baik yang mampu menangani wabah dengan baik. Sistem itu adalah sistem Islam, yang memiliki metode penanganan wabah yang telah teruji dan terbukti keberhasilannya. Sistem yang juga memiliki aturan pelaksanaan kegiatan pendidikan yang baik. Sistem pendidikan yang  mencetak generasi khoiru ummah. Semua itu hanya akan bisa terlaksana jika aturan Islam diterapkan secara kafah oleh sebuah negara yang bernama Khilafah.

Kembali ke sekolah adalah mimpi dan harapan banyak pihak. Namun, dengan kondisi yang serba tidak jelas ini, sudah siapkah kita?
Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post