Disintegrasi Papua, bukti Gagalnya Demokrasi kapitalisme


By : Ummu Aqiil

Papua merupakan wilayah kedaulatan NKRI yang menjadi kebanggaan karena wilayahnya menyimpan sumber kekayaan alam yang melimpah. Papua Barat khususnya yang negerinya banyak tersimpan kekayaan alam berupa pertanian, pertambangan, hasil hutan dan pariwisata. Mutiara dan rumput laut banyak dihasilkan dari Kepulauan Raja Ampat. Belum lagi industri tradisional tenun ikat yang juga disebut Kain Timor juga dihasilkan dari Papua Barat tepatnya di kabupaten Sorong Selatan. Dan berbagai macam kekayaan alam lainnya.

Namun sangat disayangkan, Papua Barat yang begitu melimpah sumber daya alamnya faktanya sering terjadi konflik  yang hampir tidak berkesudahan khususnya akhir-akhir ini di Papua Barat. 

Menurut sejarah hal tersebut sudah kerap terjadi bermula dari keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 24 Desember 1949 hingga kemudian Papua Barat meraih kemerdekaan dari Belanda dan bergabung dengan NKRI.


Gejolak dan disintegrasi yang kini terjadi di Papua Barat karena adanya klaim sepihak yang menyatakan bahwa ada deklarasi dari tokoh separatis Papua yaitu Benny Wenda yang menyatakan telah membangun pemerintahan Papua Barat. Sontak hal tersebut menjadi sorotan  baik dalam negeri maupun luar negeri.

Pengamat hubungan internasional Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah mengatakan bahwa deklarasi sepihak Benny Wenda, merupakan masalah serius yang harus segera ditanggapi oleh Indonesia. Dan jika dibiarkan akan menjadi kesempatan pihak lain untuk mendukung deklarasi tersebut dan tentu mengancam kedaulatan dalam negeri.

"Indonesia harus bersikap tegas ke dalam dan luar negeri bahwa ini adalah makar. Kalau kita terlihat lemah, ini akan jadi momentum pihak lain untuk diam-diam mendukung atau menjalin kerjasama dengan yang hendak memisahkan diri tersebut," kata Teuku Rezasyah saat dihubungi Bisnis.com, Rabu (2/12/2020).

Teuku Rezasyah juga menuturkan , bahwa tindakan tegas harus dilakukan serentak dan tidak dapat hanya dilaksanakan secara sektoral di level kementrian.

"Harus diputuskan berdasarkan sidang kabinet, atau Lewat instruksi Presiden. Jadi Presiden harus memberikan instruksi yang jelas," lanjutnya.

Indonesia juga dianggap Teuku Rezasyah harus tegas kepada pihak Inggris yang terkesan memberikan perlindungan kepada Benny Wenda untuk bermukim di sana yang diperkirakan Benny Wenda mempunyai dua kewarganegaraan.

Dukungan pihak luar pun sudah terlihat dari Melanesian Spearhead Group (MSG) yang terdiri dari beberapa negara seperti Vanuatu, Solomon, Fiji, dan Papua Nugini.

Deklarasi Benny Wenda tersebut dianggap dapat menstimulasi oposisi Indonesia dan dapat menggoyang kewibawaan pemerintah.

"Secara bertahap ini berdampak ke disintegrasi bangsa dan Indonesia harus mencegah hal ini sebelum terjadi," tutur Teuku Rezasyah lagi.

Sementara penilaian dari Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah menilai tidak perlu menanggapi deklarasi dari pihak Benny Wenda yang kini tengah tinggal di Inggris terkait dengan klaim pembentukan pemerintahan Papua Barat.

"Tidak ada yang perlu dikomentari dari pernyataan seseorang yang mengasingkan diri di luar negeri dan mengaku-ngaku sebagai wakil dari masyarakat Papua Indonesia," katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Pemimpin Gerakan Persatuan Kemerdekaan Papua Barat (United Liberation Movement for West Papua/ULMWP) Benny Wenda mendeklarasikan terbentuknya pemerintahan sementara di Papua sebelum tercapainya referendum sehingga wilayah itu disebut benar-benar merdeka, pada Selasa (1/12/2020).

Namun,  Manajemen Markas Pusat Komnas Tentara Pembebasan Nasional Papua Merdeka (TPNPB-OPM) dikabarkan telah mengeluarkan mosi tidak percaya terhadap pihak ULMWP.
(Bisnis.com, Jakarta-Indonesia).

Dikutip dari laman Tribunnews.com, terkait deklarasi Benny Wenda yang mendapat perhatian dari berbagai kalangan termasuk Menko Polhukam, Mahfud MD yang mengatakan bahwa tindakan Benny Wenda disebut sebagai tindakan makar.

Demikian juga dengan ketua MPR, Bambang Soesatyo yang mengecam deklarasi sepihak  kedaulatan Papua Barat.

Sementara perwira tinggi Kepolisian menyebut TNI-POLRI akan menindak tegas pihak-pihak yang mendukung Benny Wenda dan mencoba memisahkan Papua dari NKRI.

Deklarasi yang dilakukan Benny Wenda juga dikaitkan dengan penembakan yang menewaskan Wakil Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Mako oleh pihak Polisi. Polisi mengklaim korban melawan saat akan ditangkap bersama pegiat KNPB lainnya. 
Dikabarkan Polisi menggerebek markas KNPB yang dituding terlibat penembakan terhadap warga asing dan aparat keamanan.

Dan menjadi bahasan dalam sidang Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-bangsa di kota Jenewa Swiss bulan lalu.
Sehingga menjadikan tekad yang kuat untuk melepaskan diri dari Indonesia.

Sementara pernyataan yang mendukung terkait deklarasi Benny Wenda datang dari Menteri Luar Negeri Republik Federal Papua Barat, Jacob Rumbiak sesumbar mereka bisa merdeka dan berdaulat paling lama dua tahun lagi. Dan katanya lagi sudah mendapat dukungan dari 111 negara, termasuk didalamnya Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Kanada dan Jepang.

Republik Federal Papua Barat kabarnya merupakan pemerintahan sementara gerakan separatis Papua yang dibentuk berdasarkan kongres ketiga di Jayapura, pertengahan Oktober tahun lalu. Republik Federal kabarnya menggantikan Otoritas Nasional Papua Barat yang dideklarasikan delapan tahun lalu.

Jacob Rumbiak selaku Menteri Luar Negeri Republik Federal Papua Barat berharap agar ibukota Jakarta mau memberikan pengakuan kemerdekaan terhadap Republik Federal Papua Barat.
"Jadi tidak perlu menggelar referendum seperti waktu di Timor-Timor. Itu menghabiskan uang saja," kata Rumbiak.

Presiden Joko Widodo selaku pemimpin negeri ini nampaknya belum bergeming untuk menyikapi disintegrasi Papua Barat. Walaupun Mahfud MD sempat menyatakan bahwa pemerintah telah melakukan pendekatan kesejahteraan di Papua Barat dengan pembangunan yang kabarnya akan dilakukan pemekaran pembangunan disana.
Dan pemerintah juga dikatakannya sedang menyiapkan revisi UU No 21 tahun 2011 dalam waktu dekat.

Sebenarnya jika ditelaah masalah Papua Barat yang saat ini bergejolak berkaitan dengan ketidakadilan dan rasisme.Walaupun hal tersebut disangkal oleh pihak-pihak tertentu.

Tata kelola yang salah dan abainya riayah penguasa terhadap rakyat dapat menjadi dilema yang tak berkesudahan hingga berujung konflik dan deklarasi sepihak.

Abainya pemerintah terhadap hak-hak rakyat menjadikan alasan disintegrasi dan deklarasi. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri mengingat Papua Barat yang melimpah akan sumber daya alam namun kehidupan masyarakat di ibaratkan seperti langit dan bumi.

Ketidakadilan, kemiskinan, pengangguran dan sederet kezaliman lainnya maupun penyerbuan TKA buah dari sistem sekuler kapitalisme yang diterapkan. Hingga akhirnya tak terbendung dan ingin memisahkan diri dari kedaulatan NKRI.

Persoalan tersebut harus diberikan solusi karena menyangkut masalah sistemik dan bukan semata persoalan personal individual.

Dan jika penyelesaiannya dengan sistem yang sama maka hasilnya juga tidak jauh berbeda karena sistem sekuler kapitalisme aturannya berasal dari manusia sehingga tidak mengetahui keadaan dimasa datang.

Berbeda dengan sistem Islam yaitu khilafah  yang aturannya berasal dari Allah SWT Sang Pencipta alam semesta dan juga pengatur kehidupan.

Sistem Khilafah lah yang akan segera menuntaskan semua permasalahan umat dengan menghapus segala bentuk diskriminasi dan ketidakadilan maupun penjajahan kapitalisme sekuler yang bukan dari Islam.

Khalifah dalam sistem Khilafah akan selalu memprioritaskan hak-hak rakyat dan memberlakukannya dengan adil sesuai tuntunan syari'ah. Sehingga dari keadilan dan kesejahteraan yang diwujudkan tidak akan ada wilayah yang ingin memisahkan diri dari kekhilafahan. Namun sistem Khilafah tersebut Insyaa Allah hanya dapat terwujud dengan persatuan dan semangat perjuangan umat Islam untuk bersama-sama menegakkannya kembali di muka bumi Allah.

Wallahu a'lam bish shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post