MENGAMBIL UNTUNG DARI DANA UMAT, MENGKRIMINALISASI PENERAPAN SYARIAT




Oleh : Ana Mardiana

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membidik partisipasi pengumpulan dana wakaf yang lebih besar dari masyarakat kelas menengah Indonesia, khususnya generasi muda alias milenial. Ia menyebut kesadaran kalangan ini terhadap instrumen wakaf tengah meningkat sehingga bisa dijadikan sumber keuangan baru untuk memenuhi pembiayaan dari dalam negeri. Sri Mulyani mendasarkan hal ini dari realisasi pengumpulan dana instrumen wakaf kalangan menengah Indonesia tahun ini senilai Rp217 triliun, atau setara 3,4 persen total Produk Domestik Bruto (PDB).

Data ini menunjukkan ada partisipasi yang cukup besar dari kalangan menengah dan jumlahnya bisa ditingkatkan sejalan dengan pertumbuhan penduduk kelas menengah di Indonesia yang saat ini mencapai 74 juta orang.

"Kelompok milenial luar biasa banyak, meski uangnya sedikit, tapi kesadaran mereka untuk investasi meningkat. Kalau kita bisa melakukan mobilisasi ini, kita bisa melakukan langkah besar untuk mengumpulkan pendanaan sosial dan instrumen (wakaf) bisa dikembangkan," ucap perempuan yang karib disapa Ani itu dalam konferensi pers usai Webinar Strategis bertajuk Indonesia Menuju Pusat Produsen Halal Dunia yang diselenggarakan oleh Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Sabtu (24/10).

Lebih lanjut, Ani menjelaskan instrumen wakaf saat ini sejatinya tidak hanya berupa tanah atau benda tak bergerak, tapi berkembang menjadi wakaf tunai yang terintegrasi dengan sukuk alias surat utang negara.

"Selama ini bayangannya wakaf itu menyerahkan aset selamanya, tapi tidak juga, cash wakaf link sukuk ini durasinya dua sampai enam tahun, meski memang tidak tradable (tidak bisa diperdagangkan). Tapi dua tahun, nanti dia cair, balik lagi hasil investasi itu yang diwakafkan," jelasnya.

Dengan begitu, instrumen wakaf sudah lebih menarik. Sekretaris KNEKS itu pun berharap pengembangan instrumen wakaf bisa semakin menarik partisipasi masyarakat.

Tampaknya pemerintah sudah kehabisan cara untuk menambah sumber pendapatan negara selain pajak dan utang. Maka kini menyasar dana abadi umat dalam bentuk wakaf. Hal ini dibenarkan oleh Sekretaris Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Muhammad Fuad Nasar, bahwa pengelolaan ekosistem wakaf yang kini giat dicanangkan akan berimbas positif terhadap sistem keuangan nasional. Termasuk potensi adanya partisipasi investor asing di dalamnya. (liputan6.com,30/10/2020)
Wakil Presiden Ma’ruf amin mengharapkan partisipasi masyarakat yang mewakafkan dana meningkat. Apalagi Indonesia memiliki potensi tersebut karena memiliki penduduk Muslim mencapai 87 persen dari total populasi 267 juta orang.

“Wakaf ini potensi besar yang selama ini belum digali, padahal kita sudah mulai merintis sukuk wakaf, tapi jumlahnya masih kecil-kecil,” tutur Ma’ruf (cnnindonesia.com, 25/10/2020).
Apa yang disampaikan oleh Wapres menjadi gambaran, bahwa rezim kapitalis hanya berkepentingan mengeksploitasi dana umat. Sedangkan aspirasi umat untuk pemberlakukan syariat justru dihambat bahkan dengan tegas mengatakan Khilafah sebagai institusi penerap syariat tertolak dari negeri ini.

Publik tak perlu bingung dengan sikap yang ditunjukan petinggi negeri atas umat Islam. Bagi rezim kapitalis menilai rakyat hanya sebatas untung dan rugi. Jika masih memberi keuntungan, umat akan diangkat, syariat dijadikan alat untuk memuluskan kepentingan mereka. Sementara jika umat menuntut syariat diterapkan secara total, ini akan menghambat kinerja sistem kapitalis.

Sebenarnya rezim hari ini berdiri di sisi kepentingan kapitalisme, bukan pro pada rakyatnya. Sebab, roda ekonomi yang mereka jaga keberlangsungannya ialah roda ekonomi kapitalisme. Bukan untuk kebaikan ekonomi umat dengan label ekonomi syariah. 

Oleh karena itu, sudah saatnya umat membenahi semua permasalahan negeri ini dengan menerapkan sistem Islam dan mencampakkan sistem kufur buatan manusia. Sebab, sistem saat ini telah nyata tidak mampu menyejahterakan rakyat. Bahkan, membuat rakyat makin melarat. Tidak ada alasan untuk menunda penerapan syariat Islam dalam semua aspek kehidupan. Insya Allah, dengan diterapkannya Islam kaffah, negeri ini akan terbebas dari semua masalah. Hal ini sudah terbukti di masa pemerintahan Khilafah Rasyidah pada masanya. Wallahua’lam bishawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post