Kesepakatan RI-AS Ancaman Kedaulatan dan Perpecahan Umat




Oleh : Nurhalidah, A.Md.Keb

Ada udang di balik batu seperti itulah peribahasa yang cocok atas kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat pada tanggal 29/10/2020. Karena Laut Cina Selatan menjadi rebutan antara Amerika dan Cina, maka dari itu AS berkunjung ke Indonesia untuk memastikan bahwa Indonesai berada di pihaknya bukan di belakang Cina. Kehadiran Menlu AS disambut baik oleh Indonesia. Mengingat perairan di sekitar Kepulauan Natuna yang juga pernah diklaim oleh Cina sebagai wilayahnya. Maka dari itu, sepertinya pemerintah Indonesia ingin menuntaskan masalah tersebut tanpa harus konflik langsung dengan Cina, melainkan memunculkan pihak ketiga yaitu AS.

Terlansir oleh Galamedia, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengundang investor AS untuk investasi di kepulauan Natuna. Pernyataan tersebut disampikannya kepada Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo saat berkunjung ke Indonesia. “Saya mendorong pebisnis AS untuk berinvestasi lebih banyak di Indonesia, termasuk untuk proyek-proyek di pulau terluar Indonesia, seperti Pulau Natuna,” ujarnya dalam konferensi pers, Kamis 29 Oktober 2020 lalu, ( 1/11/2020).

Alhasil, AS tidak hanya memperoleh keperpihakan Indonesia terhadap konflik Laut Cina Selatan. Bahkan AS memperoleh peluang yang sangat besar untuk menginvestasi di Kepulauan Natuna. Sehingga, ketika terjadi konflik dikepulauan Natuna otomatis AS akan campur tangan sebab AS adalah salah satu investor terbesar di Indonesia, dan lebih-lebih ketika diberikan peluang besar-besaran untuk investasi di Kepulauan Natuna. AS ketika terjadi masalah di Indonesia yang pada dasarnya tidak ada sangkutpaut dengannya, mereka malah tetap gencar mencampuri. Apalagi setelah diberikan peluang maka apapun kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan Indonesia pada akhirnya akan selalu didikte ole AS.

Dari sini sangat jelas gambaran Indonesia dalam kedaulatan politik luar negerinya sangat lemah. Sepertinya hanya tidak ingin konflik langsung dengan Cina, Indonesia menggandeng AS. Padahal gandengannya sama-sama buas dan sama sama ingin merampok, menindas, memakan hidup-hidup bangsa ini. Beginilah potret penjajahan saat ini. Seandainya Indonesia memiliki kekuatan, maka apapun masalahnya dan dengan negeri manapun harus diselesaikan secara mandiri. Namun, sepertinya hal demikian tidak akan terjadi karena Indonesia adalah negara robot yang remotnya dipegang oleh negara adidaya salah satunya AS.

Menlu AS kunjungannya kali ini tidah hanya bertemu pihak pemerintahan. Namun, juga bertemu dengan Gerakan Pemuda (GP) Ansor Nahdlatul Ulama (NU), di Jakarta, Kamis 29/10/202. Pertemuan dengan tajuk “Nurturing the Share Civilization Aspirations of Islam Rahmatan Lil Alamin the Republic of Indonesia and The United Stated of America” itu digelar di hotel Four Season. Ditemui sebelum menggelar pertemuan dengan Pompeo, Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, GP Ansor memiliki beberapa kesamaan tujuan. Pertama, Ansor ini ingin agar citra soal Islam, terutama di dunia Barat tidak melulu citra yang identic dengan kekerasan dan teror. “Ada sisi Islam yang lain, Islam yang penuh rahmah, Islam yang penuh kasi sayang yang disini kita kenal dengan Islam rahmatan lil alamin”, tuturnya. (nasional.okezone.com, 29/10/2020).

Kunjungan terhadap Ormas Islam ini merupakan agenda Barat (AS) mengarahkan umat untuk bangga pada pandangan sesatnya tentang moderasi Islam. Padahal dari awal memang Islam tidak identik dengan kekerasan. Opini Islam yang keras dan teror adalah wacana yang sengaja Barat goreng untuk menjelek-jelekan Islam. Dan mirisnya ada orang muslim yang seolah-olah membenarkan akan hal itu. Sebagai seorang muslim tidak menjadikan standar perbuatan itu karena penilaian manusia apalagi penilaian kaum kafir barat melainkan keterikatan terhadap hukum syara. Dari kunjungan ini tidak menutup kemungkinan akan ada perpecahan umat. Karena ada sekelompok umat yang dengan bangganya menyampaikan bahwa mereka memiliki kesamaan tujuan dengan kaum kafir Barat. Padahal bagi kaum muslim yang betul-betul berpikir kaum kafir Barat adalah musuh yang nyata bagi kaum Muslim.

Maka sudah seharusnya umat menyadari bahwa ini adalah salah satu upaya Barat untuk mengaburkan pemahaman umat Islam terkait siapa musuh mereka. dan sekaligus membenturkan umat Islam satu sama lain. Sehingga umat Islam akan terpecah belah dan sulit untuk bangkit. Sebab, bagi Barat kebangkitan umat Islam adalah lonceng kematian bagi mereka. Karena, mereka pernah menyaksikan kebangkitan kaum muslim dalam bentuk negara Khilafah. Kehadiran negara Khilafah yang begitu perkasa dalam kancah internasional, serta pengaruhnya yang unik terhadap bangsa mereka. Akan menjadi rintangan permanen dan ancaman permanen terhadap kepentingan egois serta ambisi busuk mereka.

Karena, dalam negara Islam menutup segala celah dikte asing atas segala kebijakan politik dan juga melindungi perpecahan umat. Seluruh perbuatan umatnya disesuaikan denga  standar syariat. Begitupula dengan kebijakan yang diterapkannya rujukannya kembali kepada syariat. Umat Islam berada dalam satu poros dan aturan yang sama serta komando yang sama. Sehingga peluang munculnya perpecahan untuk umat tidak. Jikapun ada akan mudah dikendalikan. Karena standarnya syariat Islam.

Adapun untuk menutupi pintu dominasi Asing negara Islam menerapkan kebijakan politik luar negeri dalam dua bentuk: Pertama, melaksanakan aktivitas  secara pro aktif untuk menyampaikan dakwah antara lain : perang dingin, menjalankan strategi dakwah, propaganda, tabligh. Kedua, aktivitas politik dan diplomasi antara lain : mengadakan gerakan/monuver politik dimana kekuatannya terletak pada penampakan kegiatan dan merahasiakan tujuan, Mengungkapkan secara berani pelanggaran berbagai negara, menjelaskan bahaya politiknya yang penuh kepalsuan, membongkar persekongkolan jahat dan menjatuhkan martabat dari pemimpin yang sesat, Menampilkan keagungan pemikiran Islam dalam mengatur urusan individu, bangsa dan negara.

Sedangkan dalam hubungan kerja sama negara khilafah dengan negeri lain secara umum terdiri dari empat macam dan masing-masing memiliki aturan yang tegas. Pertama, dengan negara-negara di dunia Islam yang merupakan negeri-negeri Islam yang belum bergabung dengan Negara Khilafah. Terhadap negeri-negeri itu Khilafah menganggapnya berada dalam satu wilayah negara. Sehingga tidak termasuk dalam politik luar negeri. Negara Khilafah wajib menggabungkan negeri-negeri tersebut ke dalam satu wilayah yaitu Negara Khilafah Islamiyah. 

Kedua, dengan negara-negara kafir yang memiliki perjanjian yang disebut negara kafir Mu’ahid. Perjanjian ini bisa dalam perjanjian perdagangan/ekonomi, bertetangga baik, sains dan teknologi, dll. Terhadap negara kafir Mu’ahid ini, Khilafah memperlakukannya sesuai dengan butir-butir perjanjian yang telah disepakati. 

Ketiga, dengan negara-negara kafir yang tidak terikat perjanjian apapun. Negara kafir seperti ini dinamakan kafir harbiy hukman. Terhadap mereka negara Khilafah bersikap waspada dan tidak dibolehkan membina hubungan diplomatik. Penduduknya dibolehkan  memasuki negeri-negeri Islam, tapi harus membawa paspor dan visa khusus untuk setiap perjalanan. 

Keempat, dengan negara-negara kafir yang melakukan konfrontasi dan peperangan dengan negara Khilafah  atau negeri-negeri Islam. Negara-negara seperti ini dinamakan kafir harbiy fi’lan. Terhadap mereka negera Khilafah memperlakukannya sebagai kondidi dalam perang. Seluruh penduduknya tidak dibolehkan memasuki negara Khilafah Islamiyah, karena mereka dianggap musuh.

Sedangkan, seluruh bentuk kerjasama militer, antara negara Khilafah Islam dengan negara-negara kafir, tergolong dalam bentuk kerjasama yang tidak dibolehkan secara mutlak oleh syara’.

Oleh karena itu, jika dilihat dari gambaran Islam yang sangat tegas dalam menentukan arah kebijakannya maka tidak ada peluang untuk didikte oleh Asing. Jika demikian menerapkan kembali syariat Islam dalam negara Khilafah adalah keharusan. Mengingat Indonesia, sudah didominasi oleh Asing maka tidak ada obat yang paling ampuh selain penegakan negara Khilafah yang nanti akan menerapkan seluruh syariat Islam dalam segala kancah kehidupan.

Wallahu a’lam bishshawaab.

Post a Comment

Previous Post Next Post