KEBUTUHAN UMAT TERHADAP PERUBAHAN HAKIKI




Oleh :Junari. S.Ikom

Semua orang mengiginkan perubahan yang mampu menjadikan dasar lebih baik yang ada sebelumnya, bukan hanya saja berubah dalam isi UU Cipta Kerja saat ini  yang baru-baru di gencarkan, namun perubahan yang akan menjadikan kita taat dan ketundukan terhadap kebijakan bukan hanya berubah UU melainkan perubahan yang hakiki yaitu dengan merubah cara mengadopsi sistem yang seharusnya hanya sistem islamlah satu satunya rujukan.

Dari sekian banyak halaman undang undang Omnibus Law UU Cipta Kerja kini sudah resmi di undangkan halaman final menjadi 1.187 halaman. Dokumen UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja diunggah di situs resmi Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Sekretariat Negara (JDIH Setneg), diakses detikcom pada Senin (2/11/2020).

Tertanggal 2 November 2020 Omnibus Law UU Cipta Kerja telah sah menjadi UU Cipta Kerja dan di setujui lewat tanda tangan yang sebagai bentuk sah terhadap undang undang Cipta Kerja, dengan dilengkapinya tanda tangan Presiden Joko widodo yang ada di halaman 769, dan ada pula tanda tangan dari Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Dalam salinan ini, ada pula tanda tangan Lydia Silvana Djaman selaku Deputi Bidang Hukum dan Perundang-undangan Setneg. Yang sebelumnya  UU Cipta Kerja berubah-ubah meski sudah di sahkan Via rapat paripurna DPR pada 5 Oktober 2020. Dengan awalnya, berkas digital (soft file) yang terunggah di situs resmi DPR adalah draf RUU Cipta Kerja 1.028 halaman.

Dari sekian banyak draf yang ada terdapat peningkatnya sejumlah UU yang di rancang seperti pada tanggal 5 Oktober, beredar draf  UU Cipta Kerja 905 halaman dan terus berubah pada 9 Oktober draf UU Cipta Kerja menjadi 1.052 halaman. Pada 12 Oktober muncul draf UU Cipta Kerja 1.035 halaman Sekjen DPR RI Indra Iskandar mengonfirmasi ini adalah naskah final.

Dalam penetapan UU yang di rancang mengalami perubahan sampai pada titik finalnya dengan jumlah  1.187 halaman,  sebelumnya RUU Cipta Kerja mendapat respon yang melahirkan konflik di berbagai daerah, tanda ketidak setujuan RUU di sahkan yang pada saat ini loloskan, walaupun pihak dari rakyat menolak lewat aksinya.

Ternyata UU yang di sahkan ini sangat tidak memperhatikan tanda penolakan rakyatnya terhadap UU Cipta Kerja, yang pada intinya ada dua sudut pandang yang berbeda yaitu datang dari kalangan rakyat dan tatanan pemerintah dengan respon yang berbeda, seperti halnya UU ini dirancang dengan isinya yang tidak sesuai dengan kebutuhan atau kelengkapan kehidupan rakyat, akan tetapi berbeda tanggapan tatanan pemerintahan yang dengan melahirkan UU ini adalah jalan solusi untuk di terapkan.

Tentu hal ini banyak dari rakyat yang kecewa dengan di sahkan UU Cipta Kerja, kebijakan yang ada bukalah solusi yang hakiki yang benar benar memberikan solusi dalam penanganan, kebutuhan terhadap UU Cipta kerja ini hanyalah sifat sementara sesuai dengan standar berfikirnya manusia yang pada rana yang memiliki keterbatasan yang kapanpun peraturan ini di rubah oleh wewenang manusia dan di kendalikan oleh manusia pula, sehingga standar untuk mempercayai kebijakan ini lemah dan bertentangan dengan kebutuhan rakyatnya.

Oleh karena kapitalisme yang telah mampu menguasai orang orang yang mengadopsi paham kapitalis sekuler, tentu akan memandang susuatu yang lemah itu menjadi rujukan sebagai standar, dijadikannya pedoman dalam penetapan peraturan yang akan membuat rakyatnya taat dan tunduk yang pada kenyataannya peraturan ini bukan membuat rakyatnya tunduk terhadap kebijakannya, dan bukan pula perubahan yang berdampak solusi melainkan menambah persoalan yang ada apabila belum tersadarkan bahwasannya kapitalisme sekuler adalah perusak dari segala penjuru.

Berbagai UU yang ada bukanlah jalan untuk membuat solusi, kebijakan yang di terapkan justru membuat kebijakan itu bertentangan pula dengan aturan, ketidak selarasnya kebutuhan dengan rakyatnya, yang seharusnya berbagai kelemahan UU ini umat harus tersadarkan bahwa standar pemikiran manusia itu lemah dan yang datang dari ALLAH SWT adalah kewajiban untuk di ikuti  serta perubahan itu bukan semata mata merevisi dan menerbitkan UU baru tetapi perubahan yang hakiki itu dengan tegaknya sistem Islam, perubahan ini bukan hanya kebutuhan namun juga kewajiban syar’i yang harus di ambil sebagai sumber rujukan.

Kondisi dunia dan di dalam negeri yang di hadapi krisis ekonomi berulang, kegagalan atasi pandemi dan beragam madharat yg dihadapi Islam dan umat Islam, menuntun pada perlunya perubahan mendasar, perubahan tidak bisa diwujudkan melalui mekanisme demokrasi. Dari kasus UU Cipta kerja semestinya belajar bahwa bahaya sistem sekuler demokrasi ini tidak bisa dihindari atau dihentikan kecuali dengan perubahan sistem ke arah Islam

Kebutuhan itu perlu di lengkapi dengan berubahan yang baru, bukan pula berubah dalam sistem demokrasi sekuler kapitalis yang tidak mampu menyelesaikan persoalan, perubahan yang hakiki itu datang dari pemerintah yang sadar akan kewajibanya sebagai mengendali negara, yang dimana di mintai pertanggung jawaban di hadapan ALLAH SWT, maka perubahan itu akan selaras apabila perubahan dari sistem sekuler kapitalisme demokrasi harus di ganti menjadi sistem islam dengan diterapkan peraturan yang datang dari ALLAH SWT.

“apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapa yang lebih baik daripada (Hukum) ALLAH bagi orang yang meyakini (agamanya). (QS AL-Ma’idah[5]:50).

Walhasil hanya sistem  islam lah akan melahirkan solusi yang tepat tampa adanya perubahan  dalam rancangan kebijakan  karena islam berpadoman terhadap Al-Qur’an dan as-sunnah yang wajib hukumnya untuk di terapkan, bukan hanya kebutuhan, bagi muslim tetapi fardlu yang menghantar pada kemuliaan.

Islam pernah jaya dengan masa gemilang  selama 14 abad lamanya dan memberikan pelayanan terhadap umat dengan mengutamakan dan melengkapi kebutuhan rakyatnya, maka tidak ada keraguan di dalam menerapkan hukum ALLAH SWT sesuai dengan syariat disebabkan ada contoh sebelumnya dengan mengikuti syariat maka tidak ada kesengsaraan karena aturan yang dijadikan pedoman yaitu dari yang maha pencipta. Oleh sebab itu wajib kita kembali kepada syariat. Wallahu a’lam bi ash-shawab

Post a Comment

Previous Post Next Post