MEMBUNGKAM SIKAP KRITIS, WATAK REZIM DEMOKRASI



Oleh : Ana Mardiana

Aktivitas mengoreksi ( menasehati/mengkritik) penguasa dalam islam adalah sebuah kewajiban dan kemulia'an. Hadist dari Tamim al-Dari- Radiyallahu'anhu-, bahwa Nabi Muhammad SAW nersabda : " Agama itu adalah nasehat ". Para sahabat bertanya: " untuk siapa?".  Nabi Muhammad SAW bersabda : " Untuk Allah, kitab suciNya, RasulNya, pemimpin kaum muslimin dan kaum muslimin pada umumnya". ( HR. Muslim, Abu Dawud, dan Ahmad)

Namun dalam sistim demokrasi akitifitas nasehat/kritik terhadap penguaaa seolah tidak di beri ruang. Ketika nasehat/kritik itu tidak sejalan dengan kebijakan penguasa, padahal nasehat/kritik merupakan bentuk perhatian dan cinta rakyat kepada penguasa. Kebebasan berpendapat dalam demokrasi hanya polesan dibibir saja, tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Katanya dijamin berpendapat, yang ada malah ancaman jika menyuarakan kritikan apalagi pada rezim dan sistem saat ini.  Suara rakyat kalah telak oleh kekuatan pemilio modal.

 Lembaga Indikator Politik Indonesia mencoba memotret kondisi demokrasi di Indonesia melalui survei opini publik. Salah satu yang menjadi variabel yakni hak menyatakan pendapat.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi mengatakan, pihaknya menanyakan setuju tidaknya responden dengan adanya pernyataan bahwa warga makin takut dalam menyatakan pendapat. Hasil surveinya yaitu 21,9 persen sangat setuju; 47,7 persen agak setuju, 22 persen kurang setuju; dan 3,6 persen tidak setuju sama sekali (Merdeka,25/10/2020).

Menurut Burhanuddin, survei menunjukkan meningkatnya ancaman terhadap kebebasan sipil. Mayoritas publik cenderung setuju atau sangat setuju bahwa saat ini warga makin takut menyuarakan pendapat (79,6 persen); makin sulit berdemonstrasi atau melakukan protes (73,8 persen); dan aparat dinilai semena-mena menangkap warga yang berbeda pandangan politiknya dengan penguasa (57,7 persen)

Kritik semestinya menjadi hal yang wajar terjadi, karena manusia makhluk sosial. Kritik adalah hal yang sangat wajar didapat oleh penguasa bahkan merupakan kebutuhan agar bisa melahirkan kebijakan yang sejalan dengan harapan masyarakat yang dipimpinnya. Faktanya, sikap kritis rakyat terhadap penguasa dibungkam bila menganggu kepentingan korporasi. Terbukti banyak standar ganda dalam menyikapi kritik rakyat.

Sistem demokrasi melahirkan negara korporasi dan negara polisi (represi). Mewadahi perbedaan hanya retorika. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah saat ini didominasi kepentingan para penguasa termasuk korporasi asing. Sarat dengan kepentingan melanggengkan rezim koruptif kapitalistik yang hanya menguntungkan pihak kapitalis. Sehingga setiap kritik yang membela kepentingan rakyat dianggap ancaman kepentingan kapitalis dan merongrong kekuasaan rezim.

Rezim yang terlahir dari sistim sekuler demokrasi menyinpan potensi represif dan anti ktitik. Suara lantang para mahasiswa saat demonstrasi di anggap sebagai suara sumbang yang tidak berari apa-apa bagi penguasa.  Demokrasi melahirkan sistem aturan yang rentan konflik, memenangkan satu pihak, tidak bisa mengakomodir keseluruhan aspirasi rakyat dan kebijakan yang lahir tidak mampu menyelsaikan masalah secara hakiki.

Dalam Islam, kritik termasuk ajarannya yaitu amar makruf nahi mungkar yang terdapat dalam Al Quran surat Ali ‘Imran ayat 110 yang artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah.”

Negara islam bukan negara anti kritik. Islam menetapkan standar dan batasan yang baku dalam menyikapi perbedaan pandangan antara rakyat dengan penguasa. tidak ada standar ganda dalam melihat perbedaan pendapat. Majelis umat merupakan sebuah majelis yang dipilih dari rakyat dan anggotanya terdiri atas perwakilan umat Islam dan non mslim, baik laki-laki maupun perempuan. Para anggota majelis ini mewakili konstituen mereka di dalam negara khilafah. Majelis ini tidak memiliki kekuasaan legislasi sebagaimana halnya lembaga perwakilan dalam sistem demokrasi. Namun demikian, anggota majelis dapat menyuarakan aspirasi politik mereka secara bebas tanpa dibayangi ketakutan terhadap sikap represif penguasa. Majelis umat melakukan fungsi utamanya dalam menjaga akuntabilitas pemerintahan di berbagai level dengan aktivitas musyawarah dan kontrol atau muhasabah. Dengan adanya wadah tersebut, rakyat memiliki kesempatan untuk menyuarakan pendapat dan aspirasi. 

Wallahu'alam

Post a Comment

Previous Post Next Post