Jenderal, Apa Sudah Tidak Bisa Membedakan Mana Musuh Negara?


Oleh : Nur Fitriyah Asri
Pengurus BKMT Kabupaten Jember, Pegiat Literasi

Heboh. Aksi penurunan baliho Habib Rizieq Shihab (HRS) oleh personel TNI diakui atas perintah Pangdam Jaya Dudung Abdurrahman. Menurutnya, pemasangan baliho ada aturannya, ada pajaknya dan ketentuan lokasinya. Apalagi selama ini FPI dinilai petantang-petenteng merasa benar sendiri. Kalau perlu dibubarkan saja.

Tentu saja hal tersebut memunculkan kontroversi.
Presidium Aliansi Selamatkan Merah Putih (ASMaPi) Edi Mulyadi juga aktivis dakwah mengatakan, Pangdam Jaya telah offside. Lebih-lebih dengan menggunakan panser (kendaraan tempur) sungguh sangat berlebihan seakan menantang perang kepada rakyatnya, dalam hal ini FPI. Apalagi tidak ada satu pun pasal di UU Nomor 34/2004 tentang TNI yang menyebut, tupoksi TNI antara lain mengurusi baliho. (https://youtu.be/3cnRvsSFTkw)

Senada dengan pernyataan 
Anggota Komisi I DPR yang membidangi pertahanan. Menurut Fadli Zon, penurunan spanduk itu kewenangan Satpol PP, bukan TNI. "Menurut saya apa yang dilakukan oleh TNI dalam hal ini, Pangdam Jaya memerintahkan itu jelas tindakan yang melanggar, wewenangnya melebihi, dan di luar tupoksi TNI," kata Fadli saat dikonfirmasi Republika.co.id.(20/11/2020).

Sungguh sangat memalukan, musuh negara pun sampai mencibir. Juru Bicara (Jubir) Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), Sebby Sambom turut memantau aktivitas personel Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang menurunkan baliho atau spanduk bergambar HRS.
Menurut Sebby, kebiasaan TNI memang hanya berani melawan sipil. "TNI beraninya lawan masyarakat civilians," dilansir oleh Republika.co.id. (Sabtu 21/11/2020).

Tudingan itu benar, jika mengacu pada pernyataan Panglima Komando Daerah Militer Jaya/Jayakarta, Mayor Jenderal TNI Dudung Abdurrahman dengan tegas telah menyatakan, akan menggempur siapa saja yang berani mencoba mengganggu persatuan dan kesatuan di Ibu Kota Jakarta.

"Negara Indonesia adalah negara hukum maka itu, saya sebagai Panglima Kodam Jaya tidak akan mentolerir bagi siapa saja yang membuat onar dan yang akan memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia terutama di wilayah Kodam Jaya akan ditindak tegas," kata Pangdam Jaya saat gelar apel pasukan di Monas, dilansir VIVA Militer dari siaran resmi Kodam Jaya, (Jumat 20 November 2020). 

Ternyata, pernyataannya hanyalah omong kosong.
Terbukti OPM (Organisasi Papua Merdeka) yang terang-terangan memberontak ingin memisahkan diri dari NKRI (separatisme), sudah banyak membunuhi TNI, rakyat sipil dan membakar bendera merah putih. Konon juga sudah mempunyai kepala negara. Tapi, TNI terkesan tidak bersungguh-sungguh mengambil sikap tegas menumpasnya. Bukankah itu musuh yang nyata membahayakan kedaulatan NKRI?

Juga terorisme di Poso, Sulawesi Tengah, masih belum berhasil dilumpuhkan.
Lebih dari itu, sumber daya alam (SDA) dijarah dan dikuasai asing dan aseng. Di mana peran TNI? 

Muncul pertanyaan, seberani itukah Dudung Abdurarahman bertindak sendiri tanpa perintah atasannya?
Jika dihubungkan dengan adanya aksi konvoi pasukan elite TNI, Koopssus di dekat markas FPI atau kediaman HRS. Dimana sebuah video memperlihatkan beberapa pasukan TNI melintas di Jalan Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, (Kamis 19/11/2020). Iring-iringan tersebut melintas di wilayah basis FPI, sambil membunyikan sirine, membuat suasana mencekam hingga menakutkan bagi warga sekitar. (twitter.com/mochamadarip/ 

Diduga semua itu paling tidak atas restu atau perintah Istana.
Dengan adanya fakta tersebut, jelas motifnya adalah politik untuk mempertahankan hegemoni kekuasaan. Politik HRS yang menyerukan revolusi akhlak dianggap berseberangan dan membahayakan. Menurut HRS kemungkinan bisa  berubah menjadi jihad fi sabilillah, apabila kezaliman tidak berhenti, padahal ajakan perdamaian sudah digaungkan. Ujar HRS saat berceramah di acara Maulid Nabi Muhammad saw. dikutip dari Fron TV (15/11/2020). 

Seruan revolusi akhlak itulah yang membuat rezim kebakaran jenggot. Mengingat jargon revolusi mental yang diusung oleh Jokowi dinilai gagal. Justru malah mendatangkan kezaliman dan ketidakadilan. 
Hal tersebut karena negara mengadopsi sekularisme yaitu paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama tidak boleh mencampuri urusan publik, hanya sebatas mengatur masalah akidah dan ibadah mahdah saja. Selama asasnya masih sekularisme, mereka akan menolak penerapan syariat dalam institusi negara.

Jadi wajar jika terjadi kerusakan di semua lini kehidupan. Seruan revolusi akhlak dianggap mengancam rezim. Karena akan menutup pintu masuknya imperialisme (penjajahan gaya baru). Akan menghentikan penjajahan dan penjarahan SDA, koruptor, kemaksiatan dan lainnya. Itulah yang membuat rezim semakin represif anti-Islam. TNI dipakai alat untuk melindungi kekuasaannya dan mengamankan aset-aset milik asing dan aseng. 

Hal ini berbeda jauh dengan tentara atau militer dalam Daulah Khilafah.
Dalam Islam, tentara (Al-Jaisy) adalah sekumpulan orang yang ada di medan perang atau berjalan menuju peperangan. (Al-Muhith fi al-Lughah, 2/127)

Tentara merupakan pilar penting jihad fi sabilillah. Oleh sebab itu, hukum pembentukan dan tugas tentara harus terikat dengan jihad dan perang. Artinya khilafah wajib memiliki tentara yang terorganisir dalam lembaga negara, sebagaimana wajibnya jihad. Khilafah wajib memiliki tentara yang siap siaga melaksanakan jihad  dan menjaga eksistensi kaum muslim dari kehancuran.

Lembaga negara yang bertanggung jawab adalah Departemen Perang (Dairah Harbiyah).
Pasukannya dibagi menjadi dua yakni:

1. Pasukan cadangan yaitu setiap muslim yang mampu berperang, hukumnya wajib berjihad dan membekali diri agar mampu berperang. Setiap laki-laki berusia lima belas tahun wajib mengikuti latihan militer.

2. Pasukan tetap (reguler) yaitu setiap orang yang secara kontinu menjadi anggota tentara dan mendapat gaji dari negara sebagaimana pegawai negeri.

Adapun syarat-syarat menjadi tentara, menurut Syaikh Taqiyyuddin an- Nabhani mengatakan, "Jihad fardhu atas kaum muslim, tidak ada perbedaan antara orang yang bertakwa dengan orang fasik, dan tidak ada perbedaan antara orang-orang yang benar-benar beriman dengan orang munafik. Ketika ayat-ayat perang turun, ia datang dalam bentuk umum. Jika Nas-nas datang dalam bentuk umum, maka tetap dalam keumumannya selama tidak ada dalil yang mengkhususkannya. Oleh karena itu orang-orang munafik, fasik dan orang-orang yang berperang karena dendam (kebencian) boleh menjadi tentara Islam. (QS. at-Taubah [9]: 29)

Di dalam riwayat dituturkan bahwa Rasulullah saw. pernah melibatkan Abdullah bin Ubay bin Salul (Gembong munafik) dalam peperangan dan ia juga hadir dalam musyawarah perang sebelum meletus Perang Uhud. Allah Swt. menegur beliau, ketika beliau  memberi izin kepada orang-orang munafik tidak ikut serta dalam Perang Tabuk. (QS.  at-Taubah [9]: 43)

Adapun dalil kebolehan orang fasik didasarkan pada keumuman ayat dan Hadis. Rasulullah bersabda pernah memerintahkan Bilal ra. untuk menyeru manusia, sesungguhnya tidak akan masuk surga kecuali jiwa yang berserah diri. Sesungguhnya Allah benar-benar akan menguatkan agama ini dengan laki-laki fajir." (HR. Bukhari)

Sedangkan orang kafir tidak terkena wajib jihad. Sebab, perintah jihad hanya berlaku atas kaum muslim. Namun, jika  mereka ikut berperang atas inisiatif sendiri sebagai individu yang tunduk patuh di bawah bendera Islam, maka boleh diterima. Yang diharamkan adalah orang kafir dalam bentuk kelompok, organisasi atau institusi yang independen terpisah dari negara khilafah. (Kitab Asy-Syakhshiyah al Islamiyyah, 2/176).

Namun demikian, kebolehan orang kafir diterima sebagai pasukan khilafah harus tetap mempertimbangkan kemaslahatan kaum muslimin, serta tidak membahayakan eksistensi Islam dan kaum muslimin.

Siapa pun yang bergabung dalam pasukan khilafah niscaya mendapatkan kemuliaan dan kedudukan tinggi di sisi Allah Swt. Hal ini disebabkan tentara menjalankan tugas tinggi dan mulia yakni: 
1. Jihad fi sabilillah, baik dalam konteks mempertahankan wilayah khilafah dari serangan musuh maupun menyerang negeri-negeri kufur (futuhat) untuk melenyapkan penghalang dakwah.

2. Menyebarkan Islam dengan dakwah fikriyyah di tengah penduduk negeri-negeri yang telah dibebaskan.

3. Mempertahankan eksistensi khilafah dari ahlul bughat (pemberontak).

Nabi saw. menetapkan jihad sebagai amal yang paling utama setelah iman. Abu Dzarr ra. menuturkan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah saw., "Amal apa yang paling utama? Nabi saw. menjawab, "Iman kepada Allah dan jihad di jalan-Nya." (HR. Bukhari)

Karena itu, seseorang yang terbunuh di medan jihad berhak mendapatkan keutamaan mati syahid.

Tampak jelas sekali perbedaan antara tugas tentara dalam sistem demokrasi oligarki yang dimanfaatkan untuk melanggengkan hegemoni penjajahan. Mereka memosisikan ulama dan umat Islam sebagai musuhnya. Hal tersebut merupakan sebuah upaya untuk menghadang tegaknya kembali khilafah.

Sedangkan dalam sistem khilafah, tugas tentara begitu mulia di sisi Allah. Konsepsi jihad inilah yang melahirkan kekuatan dahsyat. Dengan iman yang menghujam dalam hatinya, setiap tentara muslim mempunyai keyakinan bahwa semua yang menjadi amanahnya karena lillah. Jika berperang merupakan bagian amal jihad. Apabila mati akan dicatat sebagai mati syahid. Itu semua menjadi kekuatan moril yang paling tinggi yang dapat menggetarkan musuh. Dan kekuatan ini tidak dimiliki oleh tentara nonmuslim.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post