REKONSTUKSI PELAJARAN SEJARAH UNTUK KEJAYAAN NEGERI


Oleh : Maya Sari
Ibu Rumah Tangga-Pemerhati Sosial,  
Pacet - Kab. Bandung.

Polemik akan dihapuskannya mata pelajaran sejarah dalam penyederhanaan kurikulum yang tengah dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).  Wacana ini menimbulkan polemik di kalangan masyarakat pendidikan, terutama guru, dan akademisi.

Kurikulum sejarah Indonesia terlalu didominasi oleh sejarah perang dan kekerasan (mulai dari Perang Bubat, Perang Diponegoro, Perang Padri, Perang Jawa, Perebutan tahta Singosari Ken Arok dan lain sebagainya).  "Barangkali ini perlu diperbaiki agar generasi muda tidak salah menafsir seolah-olah sejarah bangsa kita penuh kekerasan sehingga nantinya dicontoh oleh generasi berikutnya.  Dikhawatirkan generasi mudanya akan menyelesaikan masalah  dengan kekerasan bukan dengan dialog," ungkap mantan Kepala Sekolah SMAN 3 Jakarta.

Sejarah adalah kisah atau kejadian masa lalu yang harus di ambil pelajarannya. Sejarah sangatlah penting bagi setiap manusia, bangsa, apalagi agama. Seseorang wajib mempelajari sejarah karena dengan sejarah suatu bangsa dapat mengetahui keberhasilan untuk dicontoh, dan juga dapat mengetahui kegagalan untuk diambil pelajarannya agar tidak jatuh kepada kesalahan yg sama.

Begitu juga kita sebagai Muslim sangat menghargai sejarah (Islam). Didalam Al-Qur'an juga begitu banyak sejarah Nabi-nabi yang sholeh untuk di contoh oleh umat islam kesholehannya, dan juga ada sejarah para pembangkang dan penghalang kebenaran yang Allah hinakan mereka di akhir hayatnya, seperti Raja Abrohah, Fir'aun, Namruz dan lain sebagainya.
Allah SWT. mengabarkan sejarah para pembangkang dalam Al-Qur'an agar manusia belajar darinya.

Menanggapi isu akan dihapusnya mata pelajaran sejarah dalam penyederhanaan kurikulum akan dilakukan Kemendikbud, maka ini jelas tindakan yang salah. Jika itu benar dilakukan maka apa yang akan terjadi pada generasi yang akan datang, bisa jadi mereka melakukan kesalahan yang sama karena dibutakan oleh sejarah. Sebagai contoh, bisa jadi mereka tidak bisa meredam kebangkitan PKI, yang mana dahulu mereka dengan kejam membunuh para jendral, santri, dan para kiyai. Itu mungkin saja terjadi kembali jika kita tidak belajar dari sejarah. Begitu juga dengan sejarah kemerdekaan Indonesia  yang mana para pahlawan kebanyakan dari umat Islam yakni kaum santri dan para kiyai yang melawan penjajah dengan teriakan takbir. 

Sejarah (tarikh) Islam dipelajari agar umat Islam menjadi umat yang bijaksana. Sejarah dipelajari bukan untuk menjadikan seseorang menjadi durhaka terhadap Para Sahabat dan generasi Islam pendahulu.

Dengan sejarah, manusia di masa mendatang bisa melihat sejauh mana generasi Islam terdahulu berusaha menerapkan ajaran Islam, hukum-hukum Islam, dan politik Islam.

Bila baik penerapannya, maka sejarah memberikan motivasi untuk meraih kebaikan yang sama. Sebaliknya, bila penerapan Islam ada ketidaksesuaian, cukuplah sejarah menjadi warning bahwa perkara yang buruk bukan untuk dicontoh dan diteladani.

Yang penting bagi muslim adalah apa yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya, yang berasal dari sumber hukum Alquran dan Sunah, serta yang lahir dari keduanya yakni Ijmak sahabat dan Qiyas. Perkara keimanan adalah pokoknya. Dan perkara amal perbuatan merupakan buah dari keimanan yang kukuh.

Maka, sejarah bukanlah sumber hukum dalam menilai kewajiban dakwah syariah dan Khilafah. Kesimpulan ini penting agar para intelektual muslim tidak memosisikan diri sebagai sejarawan pelacur dalam diskursus seputar kewajiban dakwah Khilafah.
Wallahu a'lam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post