Indonesia Berutang,Ilusi prestasi di negeri Demokrasi

Goresan Pena : Hayunila Nuris, S.Kom (Aktivis Dakwah Lubuk Pakam )


Menkeu Indonesia sri mulyani telah dinobatkan menjadi menkeu terbaik Asia-Pasifik. Hal ini menjadi penobatan kedua kalinya srimulyani menjadi menkeu terbaik setelah tahun 2018 dia juga mendapatkan penobatan Yang sama.

Namun, sayang seribu sayang gelar terbaik yang didapat Oleh menkeu Sri mulyani,tidak membawa indonesia kedalam Negara terbaik Dalam mengatasi hutang. Dikutip Dari bisnis.com, Pemerintah merespons laporan Bank Dunia berjudul International Debt Statistics (IDS) 2021 yang menempatkan Indonesia di daftar 10 negara dengan utang luar negeri terbesar.

Sungguh ini bukanlah suatu prestasi melainkan raport merah Yang diterima Indonesia Dalam menghadapi hutang.Ditengah carut marutnya kesehatan Di Indonesia Karena terkena dampak covid-19 Yang menjadikan Indonesia Di lockdown beberapa Negara, sekarang hutang Indonesia masuk peringkat 10 besar. Sehingga masalah Indonesia bukan Dari segi kesehatan saja melainkan Dari segi ekonomi, melemahnya angka rupiah meningkat nya ULN (Utang Luar Negeri) menggambar Kan Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Belum lagi permasalahan hukum-hukum Dan pendidikan Di Indonesia Masih tergolong yang terlihat semerawut.

Sehingga banyak Yang harus menjadi catatan-catatan merah pemerintah Indonesia untuk segera menyelesaikan permasalahan Yang sangat urgent. Sebab menjadi seorang pemimpin harus memiliki kredibilitas yang tinggi dan mampu mengayomi masyarakat. Bukan menjadikan rakyat seperti tikus uji coba dengan membuat  perundang-undangan yang justru tidak juga menemukan solusi tapi justru sangat menyengsarakan rakyat.

Dimana peran pemimpin Dan para menteri untuk memberikan kebijakan dalam mengatasi masalah Yang Saat ini sedang terjadi. Bukankah hal Yang tidak wajar dengan kondisi seperti ini,para menteri diberikan penghargaan Dan dinobatkan menjadi pemimpin atau menteri terbaik.

Sungguh negeri ini makin terjerat jebakan kapitalisme global. Tiada solusi Yang didapat selama Masih mengadopsi sistem Kapitalis sekuler, bagaimana khilafah mengatasi jebakan utang LN melalui beragam cara, 
berutang (istiqradh). Khalifah secara syar’i boleh berutang untuk mengatasi defisit anggaran, namun tetap wajib terikat hukum-hukuum syariah. Haram hukumnya Khalifah mengambil utang luar negeri, baik dari negara tertentu, misalnya Amerika Serikat dan Cina, atau dari lembaga-lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia. Alasan keharamannya ada 2 (dua): utang tersebut pasti mengandung riba dan pasti mengandung syarat-syarat yang menghilangkan kedaulatan negeri yang berutang.

Khalifah hanya boleh berutang dalam kondisi ada kekhawatiran terjadinya bahaya (dharar) jika dana di baitulmal tidak segera tersedia. Kondisi ini terbatas untuk 3 (tiga) pengeluaran saja, yaitu: (1) untuk nafkah fuqara, masakin, ibnu sabil, dan jihad fi sabilillah; (2) untuk membayar gaji orang-orang yang memberikan jasa atau pelayanan kepada negara seperti pegawai negeri, para penguasa, tentara, dll; (3) untuk membiayai dampak peristiwa-peristiwa luar biasa, seperti menolong korban gempa bumi, banjir, angin topan, kelaparan, dll.Pada tiga macam pengeluaran ini, jika dana tidak cukup di baitulmal, pada awalnya Khalifah boleh memungut pajak. Jika kondisi memburuk dan dikhawatirkan dapat muncul bahaya (dharar), khalifah boleh berutang.(MuslimahNews.com)

Demikianlah perbedaan yang jelas antara kapitalisme dan Islam dalam mengatasi defisit anggaran, kapitalisme mentok pada solusi utang. Sedangkan Islam memberi solusi yang menyelesaikan masalah tanpa hutang apalagi terjerat dengan kubangan riba. Wallahu a'lam bishowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post