Polemik Pertarungan Dua Negara Adidaya, AS dan China

Oleh: Hamsina Halisi Alfatih

Situasi Laut China Selatan (LCS) hingga kini kian memanas. Dilansir dari Cnnindonesia.com, (02/08/20) Hal ini terlihat pada cuitan Twitter perdebatan antara  Duta Besar China dan Perwakilan Tinggi Australia untuk India tentang sengketa Laut China Selatan. Perang Twitter itu bermula ketika Australia membela Amerika Serikat (AS) yang baru-baru ini menolak klaim sepihak China atas 90 persen wilayah Laut China Selatan.

Laut China Selatan bisa saja menjadi medan pertempuran maha dahsyat antara China dan Amerika, jika kedua belah pihak yang terlibat perseteruan tak sama-sama menahan diri. Apalagi negara-negara pendukung yang berada di belakang AS seperti Jepang dan Australia yang siap mencegah China untuk menguasai Laut China Selatan.

Ada sisi menarik ketika kita berbicara perihal perseteruan antara China dan Amerika Serikat terkait sengketa Laut China Selatan. Wilayah teritorial yakni Laut China Selatan (LCS) yang tengah diklaim oleh China merupakan lengan barat Samudra Pasifik di sekitar Asia Tenggara. Mengalir ke selatan China, timur dan selatan Vietnam, barat Filipina, dan utara pulau Kalimantan. Wajar LCS disebut sebagai ladang emas bahkan memiliki nilai yang cukup tinggi. Dan mengapa Amerika Serikat sebagai pihak yang tidak memiliki teritorial di kawasan tersebut menjadi lawan utama China dalam merebut kawasan LCS tersebut. Alasannya adalah karena AS Serikat memiliki peran penting dikawasan teritorial LCS meskipun dia sama sekali tak menempati kawasan LCS.

Lantas apa saja peran penting AS sehingga negara adidaya ini ngotot mengklaim kawasan LCS. Kita tentu tahu bahwa Amerika Serikat merupakan negara adidaya setelah China. Banyak hubungan kerja sama yang di bangun di beberapa negara ASEAN seperti   Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Vietnam bahkan termaksud Indonesia. Dan beberapa negara ini pula yang termaksud mengklaim kawasan teritorial Laut China Selatan tersebut tak terkecuali Indonesia. Hal inilah yang membuat negara-negara tersebut meminta bantuan terhadap AS untuk menghentikan China. Sebab, AS tidak ingin hubungan kerjasamanya seperti hubungan perdagangan serta jalur komunikasi yang melewati kawasan tersebut terputus.

Tidak cukup sampai disitu saja, ada hal menarik yang terdapat di kawasan Laut China Selatan. Dilansir dari Matamatapolitik.com, (20/02/19) Di Laut China Selatan ada banyak cadangan minyak dan gas yang belum tereksploitasi―Laut China Selatan juga merupakan tempat bagi sumber penangkapan ikan yang melimpah. Menurut penelitian, di kawasan itu, tangkapan tahunan pada tahun 2012 mencapai sekitar 10 juta ton―itu sekitar 12 persen dari total tangkapan dunia yang bernilai sekitar 28 miliar dolar Australia.

Jadi, wajar bila AS bersikukuh ingin mempertahankan kawasan Laut China Selatan selain ingin menjaga hubungan kerjasama ada hal lain pula yang ingin di incar oleh negara adidaya tersebut. Namun, disaat beberapa negara ASEAN yang wilayah teritorialnya ingin dikuasai China mengapa justru Indonesia sama sekali tidak unjuk nyali untuk mengkalim kawasan teritorial tersebut. Padahal Indonesia juga merupakan satu negara yang berada di ASEAN dengan Brunai, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Vietnam. Bahkan bisa saja kedaulatan negeri ini menjadi ancaman dari perseteruan China dan Amerika Serikat.

Melihat kenyataan atas polemik antara China dan Amerika yang kini tengah menjadi sorotan dunia, tentu saja akan menjadi ancaman bagi negara-negara yang berada di sekitarnya. Di samping perang dagang, hubungan geopolitik dua kekuatan besar ini semakin tegang akibat berbagai macam isu, mulai dari kemunculan Covid-19, pemberlakuan sanksi AS terhadap China, hingga konflik Laut China Selatan.  Kekuatan dua negara adidaya tersebut memang tak diragukan lagi apalagi kekuatan militernya. Sehingga banyak negeri-negeri kaum muslim bahkan tunduk dan mengekor dibawah kekuasaan dua negara kapitalis tersebut. 

"Perang" antar dua negara adidaya saat ini tengah menggambarkan bahwa konflik demi materi dan pencapaian komersial yang tak memandang nilai-nilai kemanusiaan yang terus mendominasi. Pengaruh konflik antar negara-negara kapitalis akan selalu menghantui hingga menyemburkan api kekuasaannya terhadap negara-negara dibawahnya. Hingga tak ada jalan keselamatan bagi seluruh manusia dalam sistem kapitalisme saat ini dengan konflik kotornya selain dengan ditegakkannya daulah islam. 

Umat manusia saat ini sudah terlalu geram dihadapkan dengan konflik kotor negara-negara penjajah. Maka, sudah saatnya ideologi kapitalisme yang menjadi kiblat negara adikuasa dengan kedzalimannya membawa manusia dalam kesengsaraan layaknya diganti dengan sistem Islam yang terbukti membawa kesejahteraan.

Hanya dibawah kepemimpin daulah Islamlah seluruh umat manusia akan terselamatkan dan terbebas dari belenggu negara-negara penjajah. Ini telah terbukti saat kegemilangan Islam menguasai hampir 2/3 dunia. Bahkan tidak adanya konflik yang mengancam wilayah kedaulatan negeri-negeri muslim pada saat itu.

Wallahu A'lam Bishshowab
Previous Post Next Post