Menguak Kegagalan Kapitalis, Pendidikan Diamputasi di Masa Pandemi

Oleh : Nur Fitriyah Asri
Pengurus BKMT Kabupaten Jember

Dengan adanya pandemi Covid-19 membuat dunia pendidikan terdampak serius. Siapa yang menyangka akan terjadi perubahan yang sangat drastis. Semula pembelajaran siswa dilakukan dengan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tatap muka, kini diganti dengan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dalam jaringan (Daring). Kejutan memang, membuat semua pelaku pendidikan dalam sistem pembelajaran daring tampak gagap dan kurang siap.

Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dalam daring dampaknya sungguh luar biasa. Karena banyak faktor yang  memengaruhi antara lain: Sarana, tidak semua anak bisa memiliki dan bisa menggunakan smartphone. Ini disebabkan karena tidak semua orangtua bisa membelikan. 

Sebagai contoh, kisah pilu seorang pria buruh tani dengan penghasilan per hari Rp50 ribu dengan tiga anak, yang satu putus sekolah, tinggal di Kabupaten Garut. Terpaksa mencuri telepon seluler agar anaknya dapat mengikuti pembelajaran daring. Sang ayah tidak tega melihat anaknya sudah 10  hari ketinggalan pelajaran. Akhirnya nekat mencuri. (tribunnews.pontianak.co.id.5/8/2020)

Mungkin bagi yang tinggal di kota dengan ekonomi yang mapan tentu bukan masalah. Tapi berbeda dengan siswa yang kurang beruntung apalagi tinggalnya di pedesaan, yang tidak memiliki HP jumlahnya sangat banyak.

Hal tersebut diakui oleh Mendikbud Nadiem Makarim, ketika acara peringatan Hari Pendidikan Nasional 2020, ia mengaku "kaget" bahwa banyak siswa tidak memiliki akses listrik dan signal internet yang memadai. Ada yang tidak punya televisi, bahkan radio pun tak ada. Lebih dari itu yang membuatnya kaget luar biasa "tidak punya listrik" katanya. Menurut Nadiem, kondisi tersebut tak terbayangkan bagi dirinya yang hidup di Jakarta. Ia pun menyadari bahwa pandemi ini kian menelanjangi ketimpangan yang mengakar di Indonesia. (Asumsi.co, 13/5/2020)

Penyebab lainnya adalah faktor ekonomi. Dengan adanya Covid-19 telah membuat semuanya menjadi sulit. Banyaknya PHK, tingginya pengangguran, meningkatnya kemiskinan, dan daya beli rendah. Hal itu diperparah dengan harga-harga yang membubung tinggi, listrik, BPJS, PDAM semuanya naik. Belum biaya pendidikan dan kesehatan yang mencekik. Benar ada istilah "orang miskin tidak boleh pintar dan tidak boleh sakit." Boro-boro untuk beli pulsa, untuk makan pun sulit. 

Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang menuntut sarana telekomunikasi dan ketersediaan jaringan, memaksa puluhan juta pelajar kehilangan haknya. Lebih memprihatinkan lagi berpengaruh terhadap psikologinya, baik anak maupun orangtua. Hal ini karena beban tugas dari guru yang dikejar target, membuat anak stres. Demikian juga orangtua yang mendampingi merasa tidak punya kemampuan, hal ini juga membuatnya stres. Akibatnya anak yang tidak naik kelas gegara tidak punya HP, akhirnya banyak yang putus sekolah dan jumlahnya hampir sepuluh juta anak. 

Salah Mengelola

Menilik Indonesia yang gemah ripah loh jinawe, ibarat tongkat dan batu menjadi tanaman  merupakan sebuah kiasan, betapa subur dan kayanya negeri ini. Namun sayangnya tidak bisa menyejahterakan rakyatnya. Hal ini wajar karena pengelolaan sumber daya alam (SDA) diserahkan kepada swasta, investor asing dan aseng. Pintu investasi dibuka lebar-lebar, dengan dalih membangun infrastruktur. Untuk siapa?

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang direncanakan selesai pada tahun 2019, untuk infrastruktur berfokus pada empat bidang. Yaitu energi, maritim dan perhubungan, kedaulatan pangan, serta perumahan rakyat. Daftar proyeknya meliputi pembangunan 2650 km jalan, 1000 km jalan tol, 15 unit bandara standar internasional, 24 pelabuhan baru berskala besar, 49 unit waduk baru, 1 juta hektare jaringan irigasi, 5.257 blok kembar rusunawa, 515.711 unit rumah, 9 kawasan ekonomi khusus, 14 kawasan industri baru, serta masih banyak lagi. Kisaran pembiayaan yang diperlukan untuk daftar proyek tersebut diperkirakan lebih dari Rp5.542 triliun (Katadata, co.id. 14/12/2015).

Masa pandemik menyingkap kegagalan pembangunan  infrastruktur. Ternyata tidak memberikan daya dukung (manfaat) bagi kebutuhan dasar rakyatnya. Hanya dinikmati oleh orang-orang berduit dan pemilik modal saja. Lihatlah, jalan yang lebar dan mulus untuk menggunakannya harus ada fulus. Siapa yang diuntungkan? 
Tidak lain infrastruktur tersebut memang sengaja didesign untuk melancarkan bisnis mereka. Mengeruk dan mengangkut sumber daya alam. Itulah bentuk penjajahan neoimperialisme (penjajahan gaya baru).

Pendidikan yang merupakan hak dasar rakyat dan kebutuhan pokok justru diamputasi. Gaji guru pun ikut dipotong. Dana yang semestinya dialokasikan di bidang pendidikan ternyata diprioritaskan untuk pembangunan infrastruktur. Ironinya tidak memberikan pengaruh bagi kesejahteraan rakyat justru sebaliknya malah merugikan. 

Itulah akibat diterapkannya ekonomi kapitalisme, rakyat dibiarkan mengurus dan memenuhi kebutuhannya sendiri. Sedangkan di sisi lain kekayaan SDA telah diserahkan dan dikuasai  oleh pemilik modal baik asing maupun aseng. Sementara pemerintah hanya sebagai regulator yaitu membuat seperangkat undang-undang semisal (Omnibus Law) yang menguntungkan dan memudahkan investor menjalankan usahanya. 

Sadar atau tidak sadar, sejatinya rakyat sengaja dibuat bodoh. Dirusak lewat kurikulumnya, diamputasi anggaran dananya, diabaikan hak-haknya. Ini merupakan salah satu upaya mereka untuk melanggengkan jajahannya.

Sistem kapitalisme sudah terbukti gagal dan bobrok, merusak tatanan kehidupan dan nyata-nyata menyengsarakan manusia. Saatnya kembali ke sistem Islam, sistem yang sempurna dan komprehensif dapat menyelesaikan semua permasalahan dengan tuntas.

Islam tidak hanya sekadar agama yang mengatur akidah dan ibadah mahdah saja. Melainkan sebagai petunjuk hidup atau pedoman hidup.

Kuncinya ada dalam penerapan syariat. Baik individu, keluarga, masyarakat dan negara wajib terikat dengan hukum syara'.

Negara dalam hal ini penguasa (khalifah) bertanggung jawab "terhadap urusan rakyatnya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. "Seorang imam (kepala negara) adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya." (HR. Bukhari)

Syariat mewajibkan negara untuk memenuhi hak dasar rakyatnya, yaitu pangan, papan dan sandang. Begitu juga kebutuhan publik seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan. Baik dalam kondisi normal atau masa pandemi.

Dalam hal ini, pendidikan merupakan hak rakyat, karena itu menuntut ilmu adalah kewajiban yang harus ditunaikan. Oleh sebab itu negara harus memfasilitasi agar pendidikan dapat diakses dengan mudah, murah bahkan gratis dan memberikan gaji yang memadai bagi para pendidik. Semua dana diambilkan dari baitulmal. Memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dengan fasilitas (sarana dan prasarana) sebaik mungkin.

Sejatinya pendidikan Islam berasaskan akidah yang bertujuan: 
1. Untuk membentuk manusia yang berkepribadian Islam, dimana pola berpikir dan pola bersikapnya dilandaskan pada ajaran Islam.

2. Menguasai tsaqafah Islam. Pertama, ilmu dalam kategori fardu a'in dimana masing-masing individu muslim wajib mempelajari, yakni Al-Qur'an, Hadis, Bahasa Arab, Sirah Nabawiyah, hukum-hukum (figh) Islam dan lainnya.
Kedua, ilmu yang terkategori fardu kifayah yaitu tidak wajib jika ada sebagian yang sudah mempelajarinya. Misalnya, sains dan teknologi serta berbagai keahlian (kedokteran, pertanian, teknik dan lainnya).

3. Menguasai ilmu kehidupan (sains teknologi dan keahlian) yang memadai. 

Diharapkan tujuan pendidikan tersebut, dapat terwujud dalam diri anak didik, sehingga menjadi fondasi tumbuhnya tunas-tunas Islam yang menjadi ujung tombak dakwah yakni memperjuangkan tegaknya syariah dan khilafah. 

Syariah hanya bisa diterapkan secara sempurna dalam institusi khilafah. Khilafah adalah sistem pemerintahan Islam yang sahih dan diridai Allah Swt.

Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS. al-Maidah [5]: 50)

Wallahu a'lam bishshawab.
Previous Post Next Post