Petaka Dibalik Pengunaan Medsos yang Tak Bijak di Muna

Oleh : Sulastri 
(Pemerhati Publik dan Relawan Media)

Penggunaan media sosial (medsos), bagaikan menggunakan dua sisi mata pisau. Kedua sisinya memiliki ketajaman yang mampu mengiris dan memotong. Ia dapat berfaedah dan bermanfaat dengan baik, jika si pemiliknya bijak dalam pemakaian, namun sebaliknya ia dapat melukai bahkan membahayakan pemiliknya ketika dalam pemakaian tidak hati hati dan tidak di memiliki batasan tertentu. Inilah fakta dari pengaruh penggunaan medsos yang tidak diiringi dengan keimanan dan hanya bersandar pada hawa nafsu semata yang akhirnya dapat menyebabkan runtuhnya biduk rumah tangga.

Seperti dilansir Zonasultra.com, 02/08/2020_Raha,Tahun 2020 ini hampir semua kasus perceraian di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara disebabkan oleh media sosial.

Kepala Pengadilan Agama Raha, Mustafa menuturkan umumnya    kasus perceraian di Muna disebabkan oleh perselingkuhan. Hal itu terlihat dari alasan setiap pasangan mengajukan permohonan perceraian.

"hampir semua perkara gugatan perceraian akibat media sosial dengan presentase sekitar 70%,"terang Mustopa saat ditemui usai peluncuran aplikasi sipetir. Rabu(15/7/20).

Kata Mustopa, kebanyakan kasus perceraian itu, akibat terlalu aktif dimediasosial. Hampir semua keluhan selalu dipamer di media sosial. Ada pula kasus seorang suami keluhkan istrinya selalu menerima telepon dari seorang laki laki secara sembunyi.

Arus perkembangan teknologi komunikasi dewasa ini sudah menjadi bagian dari kebutuhan pokok masyarakat. Media sosial misalnya, fungsinya sebagai wadah komunikasi semakin mengintegrasi semua kebutuhan masyarakat.

Akan tetapi, tidak sedikit dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan media sosial. Tingginya kasus perceraian dibeberapa daerah di Indonesia disebut juga akibat pengaruh medsos.

Banyaknya  orang yang mengungkapkan bukti baik dari foto atau status di medsos menjadi pendorong untuk bercerai. Prahara ini muncul karena suami atau istri dianggap lebih memilih asyik di medsos dari pada peduli pada keluarga.

Tak hanya itu, perselingkuhan kian mudah lewat adanya medsos.Pertengkarana karena main hati dapat lebih kerap terjadi lewat adanya tag foto mesra pasangan dengan orang lain.

Hal tersebut semakin diperparah ketika pasangan bertengkar dikolom komentar medsos. Sayangnya fenomena ini kurang disikapi bijak oleh pengguna medsos. Padahal dampaknya sangat fatal.

Media sosial seperti Facebook, instagram, whatsapp menjadi salah satu pemicu perceraian merupakan tren baru. Karena sebelumnya kasus perceraian kebanyakan di sebabkan oleh faktor ekonomi, kekerasan, ataupun wanita idaman lain.

Saat ini candu medsos bagi pasangan suami istri  memanglah sangat berpengaruh. Tidak sedikit yang justru menelantarkan kewajiban mereka sebagai orang tua untuk mendidik anak-anak nya. Fenomena inipun tak kalah membahayakan, bukan hanya menelantarkan anak dan kasus perceraian, medsos pun mulai mengikis moral. Tak jarang kita jumpai konten-konten yang tak layak konsumsi berseliweran, komen -komen yang tak beradab pun tak kalah banyaknya. Medsos yang awalnya sebagai pendukung penggalian informasi malah menjadi ajang buly dan berita tak layak konsumsi.

Sebenarnya medsos merupakan sarana komunikasi yang sangat efektif bila dimanfaatkan dengan baik. Namun medsos  bisa menjadi bumerang jika penggunaannya tidak memiliki standar pengetahuan dan iman yang kuat.

Dalam mengarungi bahtera rumah tangga, pasti semua orang mendambakan keharmonisan dan kebahagiaan dengan pasangannya. Tidak pernah ada yang berharap mengalami keretakan dalam kehidupan rumah tangganya.

Namun karena berbagai faktor can persoalan, perceraian malah menjadi jalan keluar. Islam memang mengizinkan perceraian, tetapi Allah sangat membencinya.artinya bercerai adalah pilihan terakhir bagi pasangan suami istri ketika sudah tidak menemukan jalan keluar lain.

Seperti diketahui, faktor atau perceraian  terjadi karena beberapa hal. Pertama karena merosotnya pemahaman agama yang menyebabkan keimanan masyarakat juga semakin menipis, sehingga mudah terkena godaan syetan. Padahal keimanan adalah garda terdepan sebagai rem bagi seseorang ketika akan melakukan kemaksiatan.

Faktor selanjutnya yaitu,kurangnya pemahaman tentang batasan syariat. Islam telah menetapkan aturan pergaulan antara laki-laki dan perempuan untuk menjaga kehormatan, melindungi harga diri dan kesuciannya. Aturan tersebut pun berfungsi untuk mencegah perzinahan dan sebagai tindakan prefentif terjadinya  kerusakan perilaku bebas di tengah masyarakat. Diantaranya islam mengharamkan adanya Ikhtilat(bercàmpur baur antara laki laki dan perempuan), khalwat(berdua duaan  antara laki laki dan perempuan yang bukan mahrom) dan mewajibkan menundukan pandangan, dan melakukan pembicaraan dengan lawan jenis yang bukan mahrom sesuai kebutuhan saja. Seharusnya ketentuan islam tersebut tidak hanya di berlakukan di dunia nyata, namun di dunia maya pun di berlakukan karena efeknya pun sama fatal jika ketentuan tersebut dilanggar.

Faktor terakhir  sistem kapitalisme diterapkan hari ini, dan diadopsi oleh banyak  negara termasuk Indonesia. Dalam asas ini, dengan asas manfaat telah melahirkan kebebasan bertingkah laku, kebebasan berekspresi, kebebasan memiliki dan lain sebagainya. Inilah pemicu tertinggi, sulitnya membendung fenomena kemaksiatan baik.

Oleh karenanya tameng serta solusi yang sangat ampuh untuk berbagai macam problematika adalah kembali kepada Islam. Dimana islam diterapkan dalam segala aspek kehidupan. Karena di dalam islam ketaqwaan individu, masyarakat dan negara akan mampu mengurangi bahkan menghalau kemaksiatan, bahkan fenomena semisal  perceraian sebagaimana marak terjadi hari ini. Interaksi di tengah masyarakat yang melibatkan laki laki dan perempuan akan di atur sedemikian rupa. Sehingga berbagai pintu yang menjurus pada kemaksiatan tertutup rapat. Wallahualam Bisshawab
Previous Post Next Post