Mengais Sampah Demi Bertahan Hidup, Peran Negara?

Oleh: Juwita Rasnur, S.T.
(Pemerhati Sosial)

Belum lama ini, seorang ibu warga Nanga - Nanga kota Kendari mengungkapkan kondisi hidupnya dalam memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. "Kalau dibilang cukup, ya dicukup-cukupkan saja buat kebutuhan sehari-hari,". itulah pernyataan ibu  Mira. ibu Mira beserta empat orang anaknya merupakan salah satu keluarga yang mengais rejeki dari  bak-bak sampah. Warga Nanga-nanga, Kelurahan Mokoau, Kecamatan Kambu, Kota Kendari ini, menyusuri bak-bak sampah di Kota Kendari demi sesuap nasi dan demi biaya sekolah anak-anaknya. 

Empat anak perempuan ibu Mira masih belia. Yang sulung baru berusia 15 tahun. Adiknya 11 tahun, 8 tahun dan si bungsu 6 tahun. Mereka bukan tak ingin hidup normal seperti anak-anak lain, yang bisa bebas bermain tanpa terbebani biaya hidup. Tapi anak-anak itu tahu betul perjuangan kedua orangtuanya agar mereka bisa tetap makan. (Telisik.Id, 09/08/2020).

Fakta di atas sebenarnya hanya gambaran kecil dari kehidupan masyarakat saat ini terutama bagi kalangan menengah ke bawah. mereka harus tetap berusaha untuk mendapatkan uang agar dapat tetap bertahan hidup, terlebih kondisi saat ini semakin sulit karena adanya wabah Covid-19. kondisi ini pula yang membabkan angka kemiskinan terus terpelihara di Indonesia. ada 8 juta orang  jatuh miskin akibat pandemi ini. (MNews, 12/08/2020)
Kemiskinan memang adalah hal yang akan terus menjadi bagian dari negara selama mereka berpijak pada sistem kapitalis. bagaimana tidak?, jika dalam sistem kapitalis terjadi distribusi harta yang macet. Hanya menguntungkan pemilik modal dan yang tidak memiliki modal harus bersiap dengan kubangan kemiskinan. Hal ini pun seolah menjadi bagian dari pengaturan negara. 

Kehadiran negara dan pemerintah seakan gagal untuk memenuhi hak dasar rakyatnya. Ini terlihat dari kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah yang sangat transparan memelihara kepentingan para kapitalis. Penguasa seakan telah menjadi bagian dari pengusaha. Sehingga melahirkan jurang kesenjangan sosial. 

Sebagaimana dilansir dari Independent.co.uk, Jumat(2/12/2016), angka kesenjangan ekonomi yang terjadi di Indonesia mencapai 49,3 persen. Ini artinya, satu persen orang terkaya di Indonesia mampu menguasai 49,3 persen total kekayaan negara. (Liputan6.com, 14/08/2020).

Aneh, disaat ada orang yang harus berjuang memeras keringat sekuat tenaga untuk memenuhi kebutuhan pokok demi bertahan hidup, di sisi lain ada segolongan orang yang hidup dari perasan keringat tersebut hanya dengan berleha-leha dimana pemerintah hadir hanya sebagai pembuat aturan saja.

Hal ini berbeda dengan Islam, Islam memandang bahwa memenuhi kebutuhan pokok bagi rakyat adalah kewajiban. Kehadiran negara dan pemerintah menjadi pelayan bagi rakyat dengan  dilandasi oleh ruh islam. Islam memiliki aturan yang komplit untuk menjamin kesejahteraan bagi rakyat secara konkrit. sebagaimana dalam Al-Qur'an Allah SWT berfirman: 
"Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu." (TQS. Al Hasyr: 7).

Disisi lain, Islam juga telah memberikan contoh bagaimana untuk melayani dan mengurus urusan rakyat. Hal ini diabadikan dalam sebuah sejarah bagaimana Rasulullah Saw dan para Khalifah Rasyidin menegakkan hukum Allah dalam bingkai negara. Mereka bahkan berhasil menciptakan keadilan dan kesejahteraan, termasuk dalam urusan pemenuhan hak-hak dasar rakyat. Wallahu a'lam bishowab
Previous Post Next Post