GENERASI “Z” SEMAKIN TERPELESET

Penulis : Heny Purwaningsih
Owner Acha_hijab dan founder Teman_Hijrah_Klaten

Remaja dan permasalahanya memang banyak menyita perhatian masyarakat. Bagaimana tidak, karena remaja adalah masa depan dan asset bangsa.  Akan tetapi justru pada masa remaja inilah banyak banget yang menyerang mereka. Dan mirisnya banyak anak remaja yang tidak menyadarinya.Ya bagaimana mereka bisa menyadari, karena serangan itu soft banget dan parahnya datang dari segala arah, depan, belakang samping kiri dan kanan.

Apalagi pada masa remaja inilah mereka ingin menunjukan pada dunia bahwa aku bisa segalanya. Ingin populer, keren dan selalu menjadi trend. Ditambah diera yang serba sosmed seperti sekarang ini, mendadak tenar jadi selebgram, mempunyai banyak follower dan subscriber adalah impian yang tak terbantahkan.

Karena memang seperti itulah mereka, mencotoh junjunganya, artis dan selebrita. Mengajarkan popularitas diatas segalanya, mendidik budaya hidup hedonis, menancapkan sikap egosentris dan membentuk jiwa-jiwa yang permisif. Bagi mereka yang nggak kuat inilah yang memunculkan depresi, karena hanya mengejar dunia yang tak kunjung henti sehingga kabahagian sejatipun tak jua dimiliki. 

Beginilah potret generasi “Z” yang makin terpeleset, yang dari sinilah menambah angka semakin tingginya depresi dikalangan remaja, hingga kalo sudah mencapai puncaknya merekapun nekad mengakhiri nyawa. Seperti itulah yang banyak terjadi diberbagai kota, mulai dari pelosok hinggga ke ibu kota, dari kota kecil sampai metropolitan, angka kematian remaja makin bertaburan hanya karena hal yang tak seharusnya jadi pilihan. 

Karena pada faktanya angka bunuh diri makin bertambah, yang kebanyakan dilakukan oleh orang tua dan remaja. Bahkan data dari WHO, bunuh diri menjadi penyebab kematian nomor dua terbesar setelah kecelakaan dikalangan remaja.

Miris plus prihatin bukan dengan keadaan remaja kita? Hal ini terjadi karena, pertama, menipisnya keimanan  dalam diri remaja. Semakin jauhnya nilai-nilai Islam ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Semua berawal dari faham sekulerisme yang telah merasuki generasi. Faham dimana hanya memakai agama seperlunya, semaunya dan sesukanya. Agama hanya dijadikan ritualitas belaka dan mengisi kolom di kartu identitas saja. Sehingga wajar ketika impian untuk menggenggam dunia tak jua tergapai  hidup seakan terhentikan oleh badai. Lupa akan keberadaan Allah Tuhan Sang pencipta dan pengatur hidup yang berakibat setiap prasangka menjadi buruk.

Kedua, lemahnya benteng keluarga. Keluarga berperan sangat penting dalam menanamkan keimanan yang kuat pada anak sejak dini, sehingga jika sudah tumbuh menjadi remaja dia akan tahan banting dengan derasnya arus zaman yang makin liberal.

Ketiga, masyarakat yang cuek. Jangan salah, masyarakat juga punya andil besar loh dalam membentuk ekosistem yang baik dan keimanan yang kuat. Mentransfer nilai-nilai agama ke semua warganya. Jadi nyambung antara keluarga dan kontrol masyarakat. Tapi dalam iklim demokrasi yang menyebabkan manusia bebas berekspresi dan membuat aturan sendiri maka dibiarkan bebas tak terkendali.

Keempat, negara yang kurang peka. Iya benar, negara belum melakukan upaya yang komprehensif dalam menyelesaikan permasalahan remaja. Tidak serius untuk mejadikan remaja sebagai aset dan masa depan bangsa. Hal ini bisa dilihat dengan membuka kran selebar-lebarnya budaya sesat yang diajarkan Barat. Semakin menjamurnya kontent-kontent unfaedah yang menjadi konsumsi publik. Hanya mengoleksi data tapi minim analisa terlebih kerja nyata. Langkah yang diambil untuk membendung makin tingginya angka depresi dikalangan remaja tak menyentuh akar permasalahan.

So, sudah waktunya negara kembali pada solusi Islam, karena Islam adalah sebuah sistem aturan hidup yang didalamnya terdapat solusi yang komprehensif untuk setiap permasalahan kehidupan, termasuk makin tingginya angka depresi pada remaja. Islam menempuh upaya-upaya perventif dengan menginternalisasikan aqidah Islam secara menyeluruh dalam diri remaja sehingga terbentuklah pola fikir dan pola sikap Islam. Yang ini dimulai sejak dini dari sistem pendidikan yang paling dasar dibangku sekolah. 

Jadi kolerasi antara keluarga, masyarakat dan negara terbangun. Keluarga sebagai supporting utama, masyarakat menjadi control dan negara menerapkan aturan Islam juga memfilter budaya dan faham yang merusak.  
Previous Post Next Post