Khilafah, Solusi atau Ancaman?

By : Iffah Muflihah. N

Pandemi Covid-19 telah menyebabkan berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia, mengalami krisis kesehatan hingga krisis ekonomi akibat bekunya aktivitas untuk memutus tali persebaran virus. Seperti yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memberikan sejumlah peringatan saat memimpin rapat terbatas dengan topik penanganan Covid-19 tingkat provinsi Jawa Timur di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Kamis (25/6/2020).

"Pertama, saya ingin mengingatkan kepada kita semuanya agar memiliki sebuah perasaan yang sama bahwa kita sedang menghadapi krisis kesehatan dan sekaligus ekonomi. Perasaan harus sama. Jangan sampai ada perasaan kita normal-normal saja. Berbahaya sekali," katanya, seperti dikutip Jumat (26/6/2020). (https://www.cnbcindonesia.com/)

Menurut Jokowi, permasalahan ini tidak hanya dialami Indonesia, melainkan juga 215 negara lain di dunia. Kepala ekonom CIMB Niaga, Adrian Panggabean, melihat krisis ekonomi global 2020 ini memiliki karakteristik yang berbeda jika dibandingkan krisis 1997-1998 maupun krisis ekonomi 2008. Menurutnya, dibutuhkan solusi global untuk bisa mengatasi krisis ekonomi yang terjadi saat ini. 

"Solusi global diperlukan guna mengatasi krisis ekonomi 2020 yang terjadi akibat pandemi Covid-19," kata Adrian dalam diskusi virtual bertajuk 'Mendulang Profit dari Saham-Saham BUMN Pasca Covid-19', di Jakarta, Ahad (26/4).(republika.co.id)

Adrian menjelaskan, krisis ekonomi 2020 memiliki tiga dimensi besar yakni wabah Covid-19, kebijakan sosio-politik untuk menekan penyebaran Covid-19 melalui social distancing dan phisical distancing, serta pengaruh negatif bagi perekonomian dunia. Ketiga kombinasi tersebut saling berhubungan satu sama lain.

Dampak dari adanya pandemic ini memang sangat dirasakan oleh masyarakat, dimana korban positif, ODP, dan PDP bertambah setiap harinya, belum lagi dengan aktivitas yang di batasi dengan kebijakan social distancing sehingga masyarakat dan Negara pun mengalami krisis ekonomi. Ditamabah dngan upaya-upaya yang dilakukan Negara sampai saat ini belum mencapai hasil yang maksimal, upaya tambal sulam terus dilakukan dengan kebijakn setenagh hati yang justru tidak memberikan solusi terbaik termasuk ketidakhadiran Negara yang dirasakan pada masyarakat yang terdampak COVID. Harapannya ialah ditengah kesusahan ini ada keringanan yang dilakukan oleh Negara selaku pihak yang bertanggung jawab atas urusan rakyatnya namun nyatanya harapan itu dibalas dengan iuran BPJS meningkat, tagihan listrik naik, bantuan logistic meskipun ada namun tidak tersalurkan sepenuhnya untuk masyarakat bahkan sebagian masyarakat tidak mendapatkam sehingga benar bila mereka mengatakan “bantuan itu seperti corona, ada namun tak nampak”, begitu juga pada tenaga medis yang merupakan ujung tombak dari penanggulangan COVID-19 ternyata banyak yang terpapar virus dikarenakan infrastruktur tidak memadai, APD tidak mencukupi dan lain sebagainya sehingga tak heran bila Negara mengalami krisis ekonomi dan kesehatan.

Dari fakta-fakta diatas seharusnya menyadarkan kita, bahwa kita butuh pemimpin bertaqwa yang berpegang teguh pada prinsip “wajibnya seorang Khalifah (kepala negara) melakukan ri’ayah (pelayanan) terhadap urusan-urusan rakyatnya.” Karena kepala negara ialah seorang pelayan rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas pelayanan yang ia lakukan. Jika ia lalai dan abai dalam melayani urusan rakyat, niscaya kekuasaan yang ada di tangannya akan menjadi sebab penyesalan dirinya di hari akhir kelak. Sebagaimana yang diingatkan oleh Rasulullah Saw: “Barang siapa yang diangkat oleh Allah menjadi pemimpin bagi kaum Muslim, lalu ia menutupi dirinya tanpa memenuhi kebutuhan mereka, (menutup) perhatian terhadap mereka, dan kemiskinan mereka. Allah akan menutupi (diri-Nya), tanpa memenuhi kebutuhannya, perhatian kepadanya dan kemiskinannya.” (HR Abu Daud dan Tirmidzi dari Abu Maryam). Maka dengan berpegang teguh pada prinsip itu pemimpin bertaqwa akan melakukan upaya maksimal untuk terhindar dari krisis kesehatan dan ekonomi. 

Namuun tentunya tidak cukup hanya dengan mengganti pemimpin saja karena terbukti setelah sekian tahun pergantian pemimpin hasilnya masih seperti itu saja, bahkan lebih parah. Maka untuk memeperoleh perubahan yang secara mendasar jelas dibutuhkan pergantian system yang menerapkan hukum syara. Karena tidak cukup jika hanya memiliki pribadi yang baik saja.

Bisa dilihat dari kepribadian Rasululah SAW tidak ada satupun orang yang meragukan kepribadian rasul apalagi kita sebagai orang muslim, gelar al amin pun didapatkan oleh Rasulullah SAW dari para kafir quraisy itu artinya bahwa siapapun mengakui dan tidak meragukan kepribadian Rasulullah SAW. Tapi ternyata kepribadian rasul pun tidak cukup mengubah semua tatanan kehidupan masyarakat, karena yang dibutuhkan adalah sistem yg baik oleh karena itu beliau memohon kepada Allah SWT, berkhalwat di gua hira sehingga turunlah wahyu kepada beliau yang wahyu itulah kemudian diterapakn dalam kehidupan masyarakat, itulah yang kemudian mengubah tatanan hidup orang jahiliyah dari biadab menjadi masyarakat yang beradab. 

Maka selain pemimpin yang bertaqwa, yang dibutuhkankan juga adalah negara islam atau khilafah yang sistemnya berdasarkan wahyuNya karena Negara Islam, Pemerintah akan selalu terikat dengan tuntunan syariah, termasuk dalam mengatasi wabah. Pemerintah akan bekerja keras dan serius untuk membatasi wabah penyakit di tempat kemunculannya sejak awal. Salah satunya dengan proses karantina wilayah terdampak. Dalam hal ini Nabi saw. bersabda: 
إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا
Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah, janganlah kalian memasukinya. Jika wabah terjadi di tempat kalian berada, jgn kalian tinggalkan tempat itu (HR al-Bukhari). 

Metode karantina di dalam Negara Islam ini telah mendahului semua negara. Ini pula yang dilakukan oleh Khalifah Umar ra. saat terjadi wabah Tha’un pada era kepemimpinannya. Inilah yg seharusnya diteladani oleh para pemimpin Muslim saat menghadapi wabah. Ketika wabah telah menyebar dalam suatu wilayah, Negara wajib menjamin pelayanan kesehatan berupa pengobatan secara FREE untuk seluruh rakyat di wilayah wabah tersebut. Negara harus mendirikan rumah sakit, laboratorium pengobatan & fasilitas lainnya untuk mendukung pelayanan kesehatan masyarakat agar wabah segera berakhir. Negara pun wajib menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, khususnya kebutuhan pangan rakyat di wilayah wabah tersebut. Adapun orang-orang sehat di luar wilayah yang dikarantina tetap melanjutkan kerja mereka sehingga kehidupan sosial dan ekonomi tetap berjalan. 
Previous Post Next Post