Dilema Kesehatan Dan Ekonomi Bagi Pedagang Pasar Di Kala Pandemi

Oleh : Yulyanty Amir 

Sejak dicabutnya masa PSBB dan di mulainya Era New Normal di beberapa wilayah di Indonesia,  maka sebagian masyarakat menyambut antusias new normal ini. Mereka menganggap kehidupan dapat kembali berjalan normal seperti sebelum adanya wabah covid19. Era New Normal yang digadang-gadang Pemerintah dapat menstabilkan perekonomian negara yang melemah akibat wabah. Salah satunya yang akan di buka adalah Pasar. Padahal pasar justru akan membuka cluster baru penyebaran virus corona, dikarenakan pasar adalah tempat yang paling ramai dan paling banyak transaksi, bukan hanya transaksi antar manusia tetapi juga antar barang dan uang. Sedangkan barang dan uang bisa menjadi media penyebaran virus. 

Berdasarkan informasi Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKPPI) tercatat 529 pedagang pasar di 
Indonesia terkonfirmasi positip covid19, 29 di antaranya meninggal dunia (okezone.com, 13 Juni 2020) 

Para pedagang pasar pun sebenarnya menghadapi dilema, selama masa PSBB mereka tidak dapat menggelar dagangan sehingga mereka tidak ada penghasilan, kalau pun ada tentulah tak mencukupi untuk biaya kebutuhan hidup yang terus naik. Sehingga ketika ada wacana pemerintah untuk membuka kembali pasar, para pedagang pasar bersemangat walau ada rasa khawatir terpapar virus kecil tak kasat mata dan mematikan.

Selain itu kurangnya edukasi pemerintah kepada para pedagang pasar dan masyarakat, mengakibatkan banyak pedagang pasar yang tidak mengindahkan protokol kesehatan. Banyak dari mereka yang tidak memakai masker dan tidak menjaga jarak. Pedagang dan pembeli bertransaksi seperti tidak ada lagi wabah. Sementara itu salah satu upaya pemerintah untuk mencegah penyebaran virus corona adalah dengan melakukan tes masal di pasar-pasar, namun para pedagang pasar dan pengunjung menolak tes masal ini, seperti yang terjadi di pasar Cileungsih, Bogor. Ratusan pedagang dan pengunjung pasar tersebut melakukan pengusiran terhadap petugas covid19 yang akan melakukan pemeriksaan. (Kumparan.com, 11 Juni 20) 

Didalam Negara Islam salah satu cara untuk mengatasi lemahnya ekonomi yg di akibatkan karena adanya pandemi atau wabah adalah dengan menuntaskan terlebih dahulu persoalan pokoknya. Bila wabah diselesaikan maka masyarakat akan bisa berekonomi tanpa khawatir terpapar virus. Karantina wilayah adalah salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah meluasnya penyebaran wabah, sehingga wilayah yang tidak di serang wabah akan tetap dapat beraktivitas normal sehingga mampu menopang wilayah yang telah terkena wabah. Negara juga wajib memenuhi kebutuhan pokok rakyat di wilayah yang terdampak, orang yang sakit di isolasi dan di rawat di tempat yang jauh dari pemukiman penduduk dengan pengobatan terbaik dan gratis. Sedangkan orang yang sehat tetap bisa melakukan aktivitasnya seperti biasa sehingga ekonomi negara tidak akan terpengaruh karenanya. 

Rakyat akan di edukasi secara jelas dan menyeluruh agar mematuhi aturan yang telah di tetapkan demi keselamatan semuanya. Masyarakat yang di bangun atas aqidah islam, akan mentaati semua aturan dikarenakan ketakwaan mereka kepada Allah SWT. Selain itu mereka menyadari betul bahwasanya Allah SWT  adalah sebagai Al-Khaliq dan Al-Muddabir, Allah sebagai pencipta dan sekaligus yang mengatur kehidupan manusia. Dan bagi mereka yang melanggar tetap akan dikenakan sanksi tegas. Allah SWT berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul dan ulil amri diantara kamu. (TQS An-Nisa [4] : (59)” 
Sistem islam dapat menyelesaikan berbagai persoalan manusia dengan tuntas, sebab islam adalah sistem yang lahir dari sang pencipta alam semesta, yang memahami bagaimana seharusnya manusia di atur dalam kehidupan dunia. Petunjuk untuk berbagai persoalan telah Allah berikan melalui kitab suci Al-quran  dan di perkuat melalui Al-hadis/sunah Rasulullah, Qiyas dan ijtima shahabat.  Wallahualam bisshawab
Previous Post Next Post