Polda Sumbar Tangkap Mafia Tanah, Lehar Cs

Padang - Akhirnya, Lehar Cs 'Sang Mafia Tanah' itu Ditangkap. Dirreskrimum Kombes Pol Imam Kabut Sariadi didampingi Kabid Humas Kombes Pol Satake Bayu saat press release mengungkapkan kasus mafia tanah dengan menghadirkan empat tersangka berikut dengan barang bukti.

Bertahun-tahun membuat resah puluhan ribu masyatakat, Lehar selaku Mamak Kapalo Waris (MKW) Suku Sikumbang Kaum Maboet yang sebelumnya mengklaim kepemilikan tanah 765 hektare yang berada di empat kelurahan di Kecamatan di Koto Tangah, akhirnya ditangkap Polda Sumbar dan ditetapkan tersangka atas kasus mafia tanah.

Tidak hanya Lehar yang ditangkap. Ditreskrimum juga menangkap tiga orang tersangka lainnya yang terlibat mafia tanah yaitu Eko Posko Malla Askar, M Yusuf dan Yasri.

Keempat tersangka memanfaatkan status pemblokiran sertifikat yang dilakukan BPN di empat kelurahan lantaran adanya sengketa, untuk mendapatkan uang dari masyarakat yang memiliki sertifikat tanah.

Modusnya, mereka meyakinkan masyarakat pemilik sertifikat, kalau Lehar lah pemilik lahan di empat kelurahan tersebut dan bisa membantu untuk membuka blokir sertifikat di kantor BPN Kota Padang dan membuat surat perdamaian dan surat kesepakatan pelepasan hak atas tanah kaum Maboet. Lehar Cs pun meminta sejumlah uang kepada pemilik sertifikat tanah yang nilainya hingga miliaran rupiah.

Bermodal putusan Landrat 1931, Lehar Cs pun mampu meyakinkan para korbannya kalau lahan seluas 765 hektare di empat kelurahan di Kecamatan Koto Tangah. Padahal, apa yang diklaim Lehar terkait kepemilikan tanah itu tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Terlebih, Polda Sumbar juga sudah menghentikan penyelidikan maupun penyidikan laporan yang dibuat Lehar CS sebanyak sembilan laporan di Polda Sumbar atau SP3.

SP3 dilakukan karena adanya Error in Objecto di dalam berita acara Angkat Sita tahun 2010 dan tunjuk batas 2016 melalui peta gambar Panitera Pengadilan Negeri Padang yang digunakan Lehar Cs sebagai bukti dasar kepemilikan tanah di empat kelurahan tersebut. Dan bukti tersebut tidak cukup.

Dengan dihentikannya proses penyelidikan dan penyidikan laporan Lehar Cs, sebanyak 4500 sertifikat di empat kelurahan yang sebelumnya diblokir, kini telah dibuka kembali.

Sehingga, hak-hak sekitar 60 ribu lebih masyarakat yang berada di empat kelurahan tersebut dapat diselamatkan dan sudah mendapatkan kepastian hukum atas kepemilikan tanahnya.

Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Sumbar, Kombes Imam Kabut Sariadi mengatakan, tersangka Lehar ditangkap di Kota Padang pada tanggal 15 Mei di kediamannya. Dari penangkapan Lehar, pihaknya menyita sejumlah surat-surat dokumen penjualan tanah.

“Kemudian, untuk tersangka Eko Posko Malla Askar ditangkap di Tangerang, pada tanggal 5 Juni. Dari penangkapan Eko, kita menyita sejumlah barang bukti berupa gadget, dua buku tabungan (Mandiri dan BCA), satu unit mobil Toyota Land Cruiser warna hitam nomor polisi B 309 GEL dan dua unit apartemen di Kalibata City yang dibeli dari uang hasil kejahatan mafia tanah,” kata Kombes Pol Imam Kabut didampingi Kabid Humas Kombes Pol Satake Bayu saat press release di Mapolda, Rabu (24/6/2020).

Dijelaskan Kombes Pol Imam Kabut, pihaknya mengalami kendala dalam melakukan penangkapan terhadap tersangka Eko. Selain berada di luar Sumbar, pelaku diketahui sering berpindah-pindah tempat. Bahkan, pihaknya harus menyebar dan membentuk sebanyak tiga tim di tiga titik, seperti di wilayah hukum Polda Metro Jaya, Banten dan perbatasan Banten dan Lampung.

“Pelaku ini sering berpindah-pindah tempat (nomaden) sejak diterbitkan DPO. Dari apartamennya hingga dirinya diketahui berada di sebuah kos-kosan hingga kami tangkap dan bawa ke Padang. Tersangka inilah yang menjadi otak pelaku mafia tanah di empat kelurahan di Kecamatan Koto Tangah tersebut,” katanya.

Ditambahkan Kombes Pol Imam Kabut, untuk dua tersangka lain yaitu M Yusuf dan Yasri ditangkap pada tanggal 8 Juni 2020. Keduanya langsung ditahan setelah memenuhi pemanggilan ke Polda Sumbar untuk menjalani pemeriksaaan.

“Sebelumnya Lehar Cs juga membuat laporan kepada kita. Namun karena tidak ada bukti terkait kepemilikan tanah 765 hektare, seluruh laporan Lehar Cs dihentikan penyidikannya (SP3). Kemudian kita melanjutkan kasus baru Lehar Cs yang berkaitan dengan mafia tanah. Karena ada pihak-pihak yang pernah diintimidasi Lehar Cs. Intimidasi dengan cara mengganti sejumlah uang atas objek tanah yang dipersoalkan Lehar Cs atau ancaman pemblokiran,” ujar Kombes Pol Imam Kabut.

Kombes Pol Imam Kabut menuturkan, kasus ini mencuat dari laporan salah seorang korban atas nama Budiman yang melaporkan kejadian tersebut ke Polda Sumbar pada 18 April 2020 dengan nomor LP/182/IV/2020/SPKT-Sbr atas. Selain itu, juga terdapat laporan polisi nomor LP/208/V/2020-SPKT Sbr tanggal 31 Mei 20202 atas nama Adrian Syahbana.

“Laporan polisi tidak hanya satu, ada lainnya yang berkaitan atas kejahatan terlapor. Laporan pertama 18 April, kemudian 31 Mei dan terkahir 22 Juni. Tiga laporan ini dasar kami melakukan penyelidikan. Fokus kita kepada pelapor Budiman,” ulas Kombes Pol Imam.

Diceritakan Kombes Pol Imam, korban Budiman yang memiliki tanah di Kelurahan Air Pacah yang dalam status terblokir di kantor BPN Kota Padang. Modusnya, meyakinkan korban, bahwa selaku pemilik tanah dan bisa membantu untuk membuka blokir tanah di Kantor BPN Kota Padang.

Untuk meyakinkan korban, dilakukan tersangka Eko yang sebagai pemilik tanah di Kelurahan Dadok Tunggul Hitam, Kelurahan Air Pacah, Kelurahan Bungo Pasang dan Kelurahan Koto Panjang Ikur Koto berdasarkan keputusan Landraad nomor 90 tahun 1931 berdasarkan kuasa dari tersangka Lehar dkk.

“Korban Budiman yang merasa yakin dan percaya hingga menyerahkan uang untuk biaya pelepasan hak yang diminta Eko dan Lehar sebesar Rp1,375 miliar ke rekening tersangka Eko di sebuah hotel di Kota Padang sekitar bulan Maret 2016 lalu,” jelasnya.

Kombes Pol Imam menyebutkan, tersangka memiliki peran yang berbeda. Tersangka Eko selaku meyakinkan korban dengan dokumen atau surat yang dinyatakan sebagai bukti kepemilikan dan membuat dan menandatangani Surat Kesepakatan pelepasan hak atas tanah kaum Maboet yang isinya tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Uang hasil kejahatan juga ditransfer ke rekening tersangka Eko.

“Untuk tersangka Lehar, juga ikut meyakinkan korban dengan membuat dan menandatangani surat kuasa kepada tersangka Eko serta ikut menandatangani surat kesepakatan pelepasan hak atas tanah kaum Mayoet yang isinya tidak sesuai dengan sebenarnya,” tuturnya.

Sementara itu untuk M Yusuf dan Yasri, dengan sengaja memberi kesempatan kepada Eko dan Lehar untuk melakukan kejahatan dengan membuat dan menandatangani surat pernyataan, surat penunjukan dan surat kuasa yang isinya tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya kepada tersangka Eko. Sekaligus menerima uang hasil kejahatan.

Kombes Pol Imam Kabut menuturkan, hasil yang didapatkan dari kejahatan tersebut, Eko menerima uang dari Budiman sebesar Rp1,350 miliar dan Adrian Syahbana, sebesar Rp8,5 miliar. Sementara Lehar dan M Yusuf masing-masing menerima Rp 500 juta dan Yasri menerima Rp 300 juta dari tersangka Eko.

Kombes Pol Imam Kabut menegaskan, saat ini masih ada laporan lain yang sedang dilakukan penyelidikan. Tidak menutup kemungkinan akan ada korban lain yang melapor ke Polda Sumbar termasuk pengembangan terhadap pelaku lain yang terlibat mafia tanah.

“Saat ini, empat tersangka sudah meringkuk di sel tahanan Mapolda Sumbar. Berkas perkara korban atas nama Budiman telah dikirimkan ke JPU Kejati Sumbar (tahap 1). Keempat tersangka dijerat Pasal 263 dan atau 378 Jo 55 jo 56 dengan ancaman di atas lima tahun. Selain itu, akan dikembangkan dengan pasal 3, 4, dan 5 Undang-undang nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang,” tuturnya.

Polda Sumbar Diganjar penghargaan
Terungkapnya kasus mafia tanah yang menjerat empat tersangka ini pun membuat Polda Sumbar juga menerima penghargaan dari Kementrian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Penghargaan itu diserahkan oleh Dirjen Penanganan Masalah Agraria Pemanfaatan Ruang dan Tanah Kementerian ATR/BPN, Agus Wijayanto kepada 11 jajaran Polda Sumbar dan tujuh orang dari ATR/BPN Sumatera Barat.

“Pengungkapan para mafia tanah di Sumbar tidak terlepas dari kerja keras penyidik Polda Sumbar untuk pengungkapan para mafia tanah di Sumbar dan dukungan penuh dari Kementerian ATR/BPN,” kata Kapolda Sumatera Barat, Irjen Toni Harmanto.

Sementara itu, Dirjen Penanganan Masalah Agraria Pemanfaatan Ruang dan Tanah Kementerian ATR/BPN, Agus Wijayanto mengucapkan terima kasih kepada Kapolda Sumbar. “Atas nama menteri ATR BPN ucapkan terima kasih dan apresiasi yang tinggi atas kerjasama antara BPN Sumbar yang telah bekerjasama dalam penanganan persoalan tanah,” kata Agus.

Agus mengatakan, terima kasih ini disampaikan sebagai hasil dari kerjasama yang sudah berjalan dan mengungkap persoalan tanah ini. Terungkapnya kasus ini, kepastian hukum harus ditegakkan.

“Dengan begini status tanah bisa jelas. Ini bentuk nyata MoU ATR BPN dengan Kapolri akhir 2017. BPN bukan satu-satunya lembaga yang kewenangan penyelesaian pertanahan, masih ada kepolisian dan kejaksaan. Kami juga mempunyai kebatasan dalam penyelesaian sengketa pertanahan,” katanya.
Previous Post Next Post