Rakyat Kesetrum Tagihan Listrik

Oleh : Nur Elmiati
Aktivis Dakwah Kampus dan Member Akademi Menulis Kreatif

Ada udang di balik batu, begitu kiasan yang sepadan dengan kebijakan pemerintah saat ini. Sebuah fakta yang mencengangkan bagi rakyat, di balik pemberian voucher token listrik gratis selama pandemi dari PLN, ternyata PLN diam-diam menaikkan tagihan listrik 4 kali lipat bahkan ada yang sampai 10 kali lipat.

Dilansir oleh kompas.co (06/06/20), puluhan warga datangi kantor PT Pembangkit Listrik Negara atau PT PLN di rayon kota timur, kota Pekanbaru, Riau. Warga menanyakan terkait adanya kenaikan tagihan listrik yang mencapai 4 kali lipat, bahkan ada yang mencapai 10 kali lipat.

Nampaknya kenaikan tagihan listrik menuai kontroversi di tengah publik. Bagaimana tidak? Pembengkakan tagihan listrik secara tiba-tiba, tanpa ada sinyal pemberitahuan terlebih dahulu dari PLN, membuat masyarakat drop. Bahkan mayoritas masyarakat Indonesia, banyak yang komplain dan mengeluhkan kenaikan tagihan listrik.

Rakyat seperti disetrum tagihan listrik, dimana tagihan listrik yang sebelumnya Rp 250.000/perbulan dengan 2200 VA menjadi Rp 900.000/bulan, Rp 400.000/bulan menjadi Rp 1.400.000 dan masih banyak lagi.  

Direktur Niaga dan Manajemen Pelayanan Pelanggan PLN mengatakan bahwa adanya lonjakan tagihan atau billing shock listrik pada Juni 2020 disebabkan karena pelanggan lebih banyak beraktivitas di rumah sejak adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), sehingga mengalami kenaikan pemakaian.

Tidak bisa dipungkiri semenjak Covid-19 menjangkiti negeri ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan PSBB. Artinya semua aktivitas di luar rumah dilakukan di dalam rumah baik itu work from home (WFH) maupun school from home (SFH). Otomatis rakyat beraktivitas penuh dalam rumah. Adanya penerapan WFH dan SFH dengan sistem daring, tentu penggunaan media elektronik tidak ada alpanya. Ini menandakan bahwa semakin masif penggunaan media elektronik, maka semakin banyak penggunaan listrik.

Apatah lagi, beberapa waktu lalu ada momentum bulan suci Ramadan. Tentunya, segala aktivitas ibu rumah tangga menjadi lebih pagi dilakukan karena harus menjalankan ibadah sahur. Sebab bulan Ramadan adalah bulan spesial, tentunya masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim bahagia dengan kehadirannya. Salah satu ekspresi bahagianya dengan menjamu berbagai aneka hidangan masakan yang lezat, sampai momentum Idulfitri. Yang tentunya aktivitas masak-memasak ibu rumah tangga membutuhkan adanya listrik. Karena listrik sudah menjadi kebutuhan vital bagi masyarakat.

Tidak dapat dinafikkan  pemakaian listrik masyarakat pada saat stay at home memang lebih banyak. Tetapi benarkah itu faktor utama penyebab kenaikan tagihan listrik? Seandainya aktivitas masyarakat adalah faktor utama penyebab kenaikan tagihan listrik, lantas kenapa rumah kosong yang hanya mempunyai satu lampu, ikut merasakan beban kenaikan tagihan listrik? Padahal tidak ada pemakaian listrik secara berlebihan.

Ini merupakan sebuah fakta yang berbanding terbalik dengan pernyataan pihak PLN. Namun, patut kita sadari bersama bahwa PLN bak sarana kematian bagi masyarakat, sebab tagihan yang melonjak tinggi mampu mencekik nyawa rakyat.

Sementara PLN sejatinya hadir sebagai badan layanan umum yang bertugas untuk melayani kebutuhan masyarakat (public service obligation). Namun, beralih fungsi sebagai sumber BUMN yang bertugas untuk mencari keuntungan untuk tambahan pendapatan negara.

Bagai dunia terbalik, rakyat yang seharusnya menjadi tuan untuk dilayani layaknya raja dan ratu. Tapi justru rakyat menjadi budak dan pelayan untuk menaikkan pendapatan negara. Inilah realitanya hidup di negeri zamrud khatulistiwa, nasib rakyat tidak dihiraukan.

Kenestapaan rakyat hari ini, tidak bisa menyalahkan PLN sepenuhnya. Karena pada hakikatnya biang kesengsaraan rakyat disebabkan oleh sistem yang diemban negara saat ini, yaitu kapitalisme liberalisme.

Kapitalisme yang berdiri tegak atas keuntungan materi, menjadikan listrik sebagai kebutuhan vital yang dikomersialisasi. Apatah lagi PLN yang tersebar di berbagai daerah bukan milik negara melainkan milik korporasi, swasta dan asing. Jadi tidak heran, apabila biaya listrik sering kali diporakporandakan sesuka hati.

Sebagaimana terkuak dalam UU Ketenagalistrikan No. 20 Tahun 2002 tidak memberi jaminan pada rakyat banyak untuk memperoleh haknya dalam menikmati energi listrik dengan mudah dan murah.

Tidak bisa menyangkal fakta bahwa UU sebagai dasar negara ternyata hanya teks sakral yang dimanfaatkan sebagai alat pengisap darah rakyat. Kesejahteraan yang dijanjikan sebagaimana terpatri dalam UUD 1945 alinea ke-4 hanya ilusi belaka.

Berbeda dengan Islam, Islam sebagai agama yang syamil dan kamil. Membawa segudang perangkat aturan mulai dari level sederhana sampai level kompleks. Dalam Islam, energi listrik merupakan harta karun  kepemilikan umum yang digunakan untuk memenuhi hajat hidup rakyat. Listrik yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan penerangan tergolong api. Maka listrik tidak boleh diprivatisasi dan diklaim sebagai milik pribadi. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. :
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yakni : padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Listrik merupakan bagian dari api, yang wajib difungsikan untuk umum. Tidak bisa dialihkan menjadi milik individu, korporasi apalagi asing, karena bertentangan dengan syariat.

Hal ini berdasarkan historis yang tertuang dalam hadis yang diriwayatkan Imam At-Tirmidzi dari Abyadh bin Hamal, bahwa ia meminta kepada Rasulullah saw. untuk dibolehkan mengelola tambang garam. Lalu Rasulullah saw.  memberikannya. Setelah ia pergi, ada seorang laki-laki bertanya : “Wahai Rasullullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu bagaikan air yang mengalir.” Rasulullah saw.  kemudian bersabda : “Tariklah tambang tersebut darinya.”(HR. At-Tirmidzi)

Ini jelas menandakan bahwa Islam menetapkan regulasi bahwa listrik merupakan kepemilikan umum, yang tidak boleh diganggu gugat. Dan layak dinikmati secara gratis tanpa berbayar oleh umat.

Wallahu a'lam bishshawaab
Previous Post Next Post