Anak Dalam Bayang-Bayang Corona


Oleh: Fadhliyah Ahfa
(Ibu Rumah Tangga, Aktivis Dakwah Ideologis)

Bagai buah simalakama. Kiranya itulah yang menggambarkan suasana hati para orang tua, khususnya ibu. Setelah hampir empat bulan anak-anak belajar dari rumah, akhirnya ada keputusan tahun ajaran baru akan tetap berjalan seperti biasa.

Bahagia, sebab anak sudah sangat merindu suasana belajar di sekolah bersama teman dan gurunya. Akan tetapi, justru membuat para ibu semakin khawatir akan kondisi kesehatan anaknya. Sebab, hingga saat ini kasus corona kian melonjak tajam.

Hal ini membuat polemik di tengah masyarakat, khususnya para guru dan orang tua siswa. Mengingat imunitas anak-anak yang belum kuat, hal ini justru akan menambah jumlah kasus Covid-19.

Dikutip dari Okezone.com (27/05/2020), Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti, menyatakan dari data Kementerian Kesehatan terdapat sekira 831 anak yang terinfeksi Covid-19 (data 23 Mei 2020). Usia anak yang tertular itu berkisar 0-14 tahun.

Lebih lanjut, data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), hingga tanggal 18 Mei 2020, terdapat 3.400 anak yang dalam perawatan dengan berbagai penyakit. Dari jumlah itu, ada 584 orang terkonfirmasi positif, 129 anak meninggal dunia dengan status pasien dalam pengawasan (PDP). Yang menyedihkan, 14 anak meninggal dengan status positif Covid-19. (Kumparan.com)

Dilihat dari situs corona.jakarta.go.id, pada Minggu (31/5/2020), hingga hari ini ada 91 balita (0-5 tahun) di Jakarta tercatat positif terinfeksi COVID-19. Sementara itu, kasus pada anak usia 6-19 tahun di Jakarta juga belum tuntas. Tercatat, sebanyak 390 anak, dengan 195 perempuan dan 195 laki-laki.

Sejalan dengan pernyataan tersebut, ternyata di Surabaya ada 127 anak berusia 0-14 tahun yang dinyatakan positif COVID-19. Fakta ini diungkapkan Koordinator Protokol Komunikasi, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Surabaya, M Fikser.

"Kemarin (30/5) ada tambahan delapan kasus. Untuk anak usia 0-4 tahun ada 36 kasus, sementara anak usia 5-14 tahun ada 91 kasus. Jadi sekarang total ada 127 kasus anak yang terinfeksi COVID-19," ungkap Fikser ketika ditemui Basra, Minggu (31/5). (Kumparan.com)

Menurut Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman B Pulungan, resiko penularan virus corona pada anak memang cukup tinggi. Maka orang tua harus berperan penting mengawasi anak, terlebih jika ada kegiatan di luar rumah.

"Ada kegiatan di luar rumah yang rawan menularkan ke anak, maka perlu pengawasan," ujarnya, dikutip dari CNN Indonesia.

Di tengah kegentingan ini, wajar jika berbagai pihak merasa belum waktunya untuk menormalkan sekolah. Meskipun tahun ajaran baru, 2020/2021, sesuai kalender pendidikan akan dimulai tanggal 13 Juli mendatang, akan tetap kegiatan tatap muka belum bisa dipastikan.

Seperti dilansir oleh Kumparan.com, 01/06/2020, Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Dasar, dan Menengah (Plt. Dirjen PAUD Dasmen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Hamid Muhammad, menegaskan akan tetap memulai ajaran baru dan tidak akan memundurkan kalender pendidikan ke bulan Januari 2021.

Jika kebijakan ini tetap diberlakukan tentu hanya akan menambah deretan panjang gelombang wabah. Sebab, tak ada yang bisa memastikan anak-anak akan patuh pada protokoler kesehatan selama di sekolah. Apalagi bagi anak-anak dibawah usia 10 tahun.

Seharusnya pemerintah tidak memaksakan diri. Perlu persiapan matang agar sekolah tak menjadi sarang bagi Covid-19. Disamping itu, pemerintah diharapkan menyiapkan alternatif lain agar pembelajaran tetap bisa dilakukan meski tanpa tatap muka. Sehingga anak tetap bisa belajar dengan aman dan nyaman.

Dalam Islam, keselamatan dan nyawa anak-anak beserta guru menjadi prioritas utama. Sebab, nyawa kaum muslimin sangatlah berharga. Dari al-Barra’ bin Azib RA, Nabi Saw bersabda: “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah SWT dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak,” (HR. Nasai 3987, Thirmizi 1455, dan dishahihkan al-Albani).

Begitu mulia Islam menghargai nyawa manusia. Bahkan ia lebih berharga daripada sebongkah berlian dan surat saham. Lebih dari itu, anak merupakan generasi penerus estafet perjuangan. Merekalah yang akan menjadi pemimpin masa depan.

Mewujudkan generasi berkualitas nan sehat merupakan kewajiban negara. Sebab negaralah yang mampu menopang terwujudnya kesehatan dan pendidikan yang baik bagi setiap warga tanpa terkecuali.

Oleh karenanya, saatnya pemerintah beralih pada sistem yang sangat memuliakan manusia dan  menghargai generasi. Sistem yang diturunkan oleh Sang Pencipta manusia, Khilafah.[]

Post a Comment

Previous Post Next Post