Rakyat Sendiri Kena PHK, TKA China Diberi Kerja

Oleh: Ainul Ma’rifah, S.Si

Bagaikan perih teriris disiram air garam. Mungkin itulah kalimat yang pas bagi rakyat negeri ini. Ketika tanggal 1 Mei diperingati sebagai hari buruh, justru buruh di Indonesia memperingatinya sebagai hari PHK besar-besaran akibat pandemi COVID-19. Jika pandemi COVID-19 menjadi alasan PHK mungkin masih bisa diterima. Namun menjadi sangat tidak logis ketika banyak terjadi PHK besar-besaran akibat COVD-19 tapi pemerintah justru diketahui memberikan perizinan terhadap 500 TKA China masuk dalam negeri.

Sebagaimana dilansir dari wartaekonomi.com, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk membatasi masyarakat Indonesia yang akan bepergian termasuk larangan mudik bagi semua kalangan. Namun disaat yang sama pemerintah kedapatan memberikan perizinan bagi masuknya TKA China ke Sulawesi Tenggara (Sultra) untuk bekerja di perusahaan PT Virtue Dragon Nickel Industry  (VDNI) dan PT Obsidian Stainless Steel (OSS). Hal ini dibenarkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan yang mengaku tidak bisa menolak kedatangan 500 TKA yang telah diajukan dua perusahaan nikel tersebut.

Bahkan Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja, Aris Wahyudi, menyampaikan hal itu telah diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM nomor 11 tahun 2020 pasal 3 ayat (1) huruf f dimana menyebut orang asing yang akan bekerja pada proyek strategis nasional tidak dilarang masuk Indonesia selama pandemi Covid-19. 

Lebih dari itu, Aris Wahyudi menambahkan bahwa pemerintah kan harus satu bahasa, harus ada kepastian hukum, artinya mereka boleh masuk. "Sekitar 500 TKA itu akan bekerja di dua proyek strategis nasional. Kami dari sisi legalitas tidak bisa menolak," katanya.

Namun demikian, ketika pemerintah pusat dengan gamblang memberikan perizinan TKA China masuk dalam negeri, disisi lain banyak politisi dan pemerintah daerah yang menolak bahkan mengecam tindakan tersebut. Seperti politisi PKS, Tifatul Sembiring yang menulis cuitan di akun twitternya. Ia mengatakan, “Warga Negara Indonesia diminta disiplin untuk #dirumahaja saat PSBB. Dilarang mudik. Tidak boleh naik pesawat. Diancam penjara dan denda jutaan. Lha, kalau ini (baca: TKA China), bagaimana menjelaskannya Pak @jokowi?"

Dikutip dari liputan6.com, anggota DPD RI asal Sultra, Wa Ode Rabia Al Adawia Ridwan juga menegaskan penolakannya terhadap kedatangan 500 TKA China ke Sultra. "Saat ini, pemerintah kita harusnya fokus penanganan pandemi Covid-19, abaikan yang bisa menimbulkan polemik," ujar Rabia, Minggu (3/5/2020). Dia menambahkan, Sultra masuk kategori Zona Merah Covid-19. Beberapa kepala daerah di Sultra juga sudah mengambil langkah berani membatasi pergerakan orang dari luar dan warga yang akan keluar, justru seharusnya diapresiasi pemerintah pusat.
Sikap penolakan Rabia ini mendapat dukungan serupa dari Gubernur Sulawesi Tenggara, Ketua DPRD Sultra dan sejumlah kepala daerah. Bahkan ketua DPRD Sultra, Abdurrahman Shaleh menjanjikan siap memimpin demonstrasi warga jika mengetahui kedatangan TKA China.

Polemik masuknya TKA China ke Sulawesi bukan kali pertama selama masa pandemi COVID-19. Sebelumnya pada 15 Maret lalu beredar video yang berisi masuknya 49 orang TKA China ke Konawe, Sulawesi Tenggara melalui bandara Haluoleo. Video tersebut menuai kecaman dari publik karena pemerintah memasukkan TKA dari negara asal wabah yakni China. Ketika video itu tersebar, Kapolda Sulawesi Tenggara Brigadir Jenderal Polisi Merdysam justru meminta pembuat dan penyebar video ditangkap karena menyebarkan informasi salah terkait video tersebut. Merdysam menyatakan bahwa TKA China tersebut adalah TKA lama dari Jakarta. Namun, beberapa hari setelah itu, Merdysam meminta maaf atas informasi keliru terkait TKA China tersebut. Bahwa ternyata ke 49 TKA tersebut adalah TKA baru yang bersal dari provinsi Henan China. 

Berdasarkan kejadian ini, Ketua Presidium Police Watch menilai bahwa Merdysam sudah melakukan kebohongan publik dan melanggar UU ITE atas tindakannya tersebut. Disisi lain, pembelaan terhadap datangnya TKA asing tersebut datang dari para punggawa BPIP. BPIP meminta agar masyarakat tidak reaktif terkait  kedatangan TKA asing di bandara Haluoleo di Kendari. Dan yang lebih mengherankan lagi, Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi malah sudah mengetahui informasi tersebut. Dan sikap yang dia ambil sama dengan BPIP, yakni membela para TKA asing tersebut.

Banyak hal ganjil dari polemik masuknya TKA asing ini ke dalam negeri, baik kasus baru maupun kasus lama. Baik ke 49 TKA bulan Maret lalu, ataupun 500 TKA asing yang baru-baru ini. Hal ini menjurus pada skandal sistemik yang melibatkan banyak pihak aparat penegak hukum, Kemenkumham, Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Kementrian Dalam Negeri. 

Disisi lain, carut marutnya koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah semakin membuat publik bingung kebijakan mana yang harus didengar. Pemerintah pusat membuat kebijakan memberi izin TKA asing masuk dalam negeri, disisi lain pemerintah daerah mengecam habis-habisan kebijakan tersebut. Sungguh ironi memang. Namun demikian, inilah hasil kebijakan yang lahir dari sistem rusak demokrasi kapitalis. Lahirnya kebijakan dari tangan-tangan para pemilik kekuasaan untuk tujuan dan kepentingan tuan-tuan mereka para pemilik modal. Tentu lagi-lagi rakyat jugalah yang dirugikan.

Kondisi yang sangat jauh berbeda dengan sistem Islam, Khilafah Rasyidah. Sistem yang diterapkan hanya untuk menjalankan perintah Allah SWT dan untuk tujuan ridhoNya semata. Dan bukan ridho tuan-tuan para pemilik modal dan pemegang kekuasaan. Lahirnya kebijakan pun bukan karena tarik ulur kepentingan melainkan lahir dari perintah langsung dari Sang pemilik kehidupan.
Serta tak akan pernah terjadi amburadul kebijakan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah karena dalam sistem Khilafah menggunakan sistem koordinasi terpusat. Sehingga semua kebijakan akan terpusat dan meminimalisir adanya oknum-oknum yang menyelewengkan wewenangnya. Dan jika sampai dalam perjalanan pembuatan kebijakan tersebut terdapat oknum atau pihak yang menyalahgunakan kewenangannya, maka sanki tegas akan diberlakukan bagi siapapun yang melanggar dan tidak pandang bulu, sekalipun khalifahnya yang melakukan pelanggaran. 

Dengan mekanisme perumusan kebijakan yang terpusat serta sanksi tegas bagi siapa saja yang menyalahgunakan kewenangan akan menciptakan iklim harmonis baik antara pemerintah pusat, pemerintah daerah serta meningkatnya kepercayaan rakyat pada penguasanya. Sehingga lahirlah kebijakan yang memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat seluruhnya sebagaimana Allah SWT perintahkan. Wallahua’lam bi ash-Showab

Post a Comment

Previous Post Next Post