KERETAKAN KELUARGA TANPA SOLUSI

Oleh : Nirmala Haryati
(muslimah peduli generasi)

Data dari detik.com, angka perceraian di tahun 2019 nyaris mencapai setengah juta jiwa. Tentunya ini bukanlah angka yang sedikit. Dari jumlah tersebut, mayoritas perceraian terjadi atas gugatan istri. Pada tahun sebelumnya, di tahun 2018, angka perceraian Indonesia mencapai 408.202 kasus, meningkat 9% dibandingkan tahun 2017 sebelumnya. Seakan sudah menjadi hal yang biasa jika tiap tahunnya angka perceraian di Indonesia mengalami peningkatan.

Penyebab utamanya adalah adanya perselisihan dan pertengkaran. Sedangkan di posisi kedua yaitu faktor ekonomi. Sementara masalah lainnya adalah suami/istri pergi (17,55%), KDRT (2,15%), dan mabuk (0,85%).

Faktanya, kasus perceraian ini bukan hanya terjadi di kota saja. Di desa pun sama. Bahkan persentasenya pun sama. (sumber: databoks.katadata.co.id)

Jika kita melihat lebih dalam masalah keretakan hubungan keluarga ini adalah masalah sistemik. Melihat dari beragamnya hal yang melatarbelakangi munculnya keretakan dalam rumah tangga. Buruknya komunikasi dalam keluarga, kurangnya pendidikan terkait hak dan kewajiban suami istri dalam keluarga, hal tersebut menimbulkan perselisihan dan pertikaian. Suami dan istri yang saling sibuk harus bekerja diluar karena tuntutan ekonomi. Hal ini diperparah lagi adanya paham feminisme telah menggembar-gemborkan pemahaman tentang kesetaraan gender. Dimana wanita tidak boleh kalah dengan laki-laki. Wanita itu sederajat dengan laki-laki, wanita juga bisa mencari nafkah untuk keluarga.

Dilansir dari cnbcindonesia.com, pada acara Rapat Koordinasi Nasional (RAKORNAS), Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, "kesetaraan gender tidak hanya penting dari sisi moralitas, keadilan, tetapi juga sangat penting dan relevan dari sisi ekonomi".

Begitulah prinsip kapitalisme yang bercokol di negara kita sekarang ini. Dengan ide dasarnya yang memisahkan agama dari kehidupan, maka sangat wajar ketika urusan rumah tangga pun dilihat dari sudut pandang yang jauh dari solusi islam. Semua dipandang hanya berdasarkan asas kepentingan semata. Padahal jika kita mau berfikir sejenak, nampak jelas bahwa solusi yang ditawarkan saat ini justru akan menghancurkan ketahanan keluarga. Akibat perceraian antara kedua orang tua tentu akan menimbulkan dampak buruk bagi anak-anak. Mulai dari psikologis anak, hak asuh anak, pendidikan anak-anak, sampai pada nafkah anak.

Tidak cukup dengan fakta masalah dalam tugas dan tanggung jawab di dalam rumah. Keluarga juga dihadapkan dengan kebijakan-kebijakan yang membebani masyarakat. Misalnya, harga sembako dan kebutuhan lainnya yang semakin hari semakin mahal memaksa pasangan suami istri mencurahkan perhatiannya juga pada hal itu. Hal ini tentu berpengaruh terhadap pengasuhan dan pendidikan dalam keluarga. Disisi lain anak-anak dihadapkan pada kondisi lingkungan yang syarat akan ancaman. Pergaulan bebas, porno aksi dan porno grafi, narkoba, dan lain sebagainya merupakan contoh ancaman yang menanti untuk merusak generasi.

Terlihat jelas bahwa kapitalisme  liberal akan terus menghancurkan dan merenggut semuanya dari umat Islam. Pemerintahan, lingkungan sekitar (tetangga), bahkan sampai ranah yang terkecil yaitu keluarga. Mereka akan terus mengerahkan tenaga dan finansial untuk menghancurkan Islam, memporak-porandakannya seperti yang kita lihat sekarang ini.

Dengan melihat semakin banyaknya tingkat perceraian di Indonesia setiap tahunnya, menandakan bahwa pemerintah tidak mampu menyelesaikan masalah keretakan keluarga ini. Penyelesaiannya yang parsial bahkan cenderung kontraproduktif atau memunculkan masalah baru dalam rumah tangga.

Islam adalah agama yang sempurna, yang mengatur segala aspek kehidupan dan tentu saja mengatur masalah keluarga. Daulah Islam akan memastikan setiap anggota keluarga mampu menjalankan peran dan fungsinya dengan baik sehingga mampu melahirkan generasi yang berkualitas. Daulah Islam merealisasikan itu semua sesuai dengan syariat Allah SWT. Negara sebagai institusi yang menjalankan syariat akan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok induvidu masyarakat berupa kebutuhan pangan, papan, sandang. Selain itu menjamin pelayanan kesehatan dan pendidikan secara mudah. Keamanan dijaga untuk seluruh warga negara. Dalam masalah nafkah, Islam mewajibkan suami untuk bekerja. Negara menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup untuk umatnya. Wanita tidak perlu keluar rumah untuk mencari uang tambahan. Bahkan jika wanita ingin bekerja, diperbolehkan oleh daulah asal mendapat restu dari suami dan telah menyelesaikan tugas utamanya sebagai istri juga sebagai ibu dalam rumah tangganya. Suami yang tidak menjalankan kewajibannya mencari nafkah akan ditindaklanjuti oleh negara.
Wanita yang tidak memiliki suami (janda) akan dinafkahi oleh walinya. Jika tidak ada wali atau walinya tidak mampu, maka negaralah yang akan bertanggung jawab.

Begitulah Islam mengatur semua permasalahan umat. Betapa adil dan sempurnanya syariat Islam mengurus urusan manusia. Semua akan diatur. Tidak ada yang luput dari pengawasannya. Semua dilakukan sesuai dengan fitrah manusia, demi mengharap rahmat dan ridha Allah SWT.

Post a Comment

Previous Post Next Post