Prestasi 100 Hari Versi Konstitusi



By: Wahyudi almaroky
(Dir. PAMONG Institute)

Dalam tradisi masayrarakat kita ada yang dikenal dengan istilah tujuh hari, seratus hari, seribu hari dll. Jadi, kita tak perlu heran apalagi kaget jika ada sebagian orang mempertanyakan 100 hari kepemimpinan negeri ini.

Bagi pemimpin yang sedang berkuasa pun tak perlu kaget jika ada yang mempertanyakan tentang 100 hari kepemimpinanya. Tentu yag menjadi pertanyaan adalah apa yang sudah dicapai dalam 100 hari bekerja. Apakah berdampak bagi kesejahteraan rakyat, atau justru membebani rakyat.

Pada Selasa, 28 Januari 2020 duet kepemimpinan Presiden Jokowi-Makruf telah sampai usia 100 hari kerja. Ya, mereka dilantik pada 20 Oktober 2019 lalu. Tentu sudah banyak yang dilakukan dalam 100 hari itu. Pertanyaanya apakah banyaknya aktifitas itu menjawab janji-janji politiknya? Ataukah setidaknya sudah mengarah pada pemenuhan janji politiknya?

Agar lebih obyektif maka kita memandang dengan kacamata konstitusi. Setidaknya kita bisa melihat janji-janji politik yang relevan dengan fungsi negara sebagaimana tertuang dalam konstitusi. Diantara tujuan bernegara dalam konstitusi kita; 1) melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, 2) memajukan kesejahteraan umum, 3) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan 4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Diantara indikator memenuhi janji politik yang sesuai konstitusi dapat kita berikan catatan sebagaimana fakta terkini sbb;

PERTAMA; melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, kasus natuna mencerminkan, kita dikadali nelayan asing dari negeri tirai bambu cina. Ini jadi indikasi kegagalan dalam menjaga setiap jengkal wilayah kedaulatan negara kita.

Di sisi lain, upaya menjaga aset negara dan keuangan negara dari korupsi juga memiliki catatan tersendiri.  Skandal Asuransi Jiwasraya jadi indikasi lemahnya rezim dalam menjaga aset negara. Bahkan konon Istana kecolongan karena para terduga pelakukanya sempat berkantor disana. Skandal Jiwasraya bukan hanya merugikan Aset BUMN, bahkan rencana penyelesaiannya pun justru akan ikut menguras uang rakyat dan akan membebani APBN.

Dalam Penanganan berbagai kasus korupsi pun lagi-lagi disorot publik. Kali ini, pembantu Jokowi yakni Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly yang jadi buah bibir. Bahkan ia dilaporkan ke KPK karena pernyataanya terkait simpang siur keberadaan salah satu politisi PDIP Harfun Masiku yang diduga keluar negeri. Memang kasus korupsi yang sedang ditangani KPK itu melibatkan Komisioner KPU dan politisi dari Partai Berkuasa PDIP.

KEDUA, Memajukan kesejahteraan umum, dapat kita berikan catatan tentang kesehatan dan daya beli. Salah satu yang menjadi kritikan dan sorotan adalah naiknya BPJS. Awal tahun 2020 menjadi kado pahit bagi masyarakat. Sebab iuran BPJS naik dan sudah berlaku sejak 1 Januari 2020. Ketentuan ini berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 Tentang Jaminan Kesehatan yang diteken Presiden Jokowi pada 24 Oktober 2019.

Selanjutnya, beberapa tarif tol mengalami kenaikan. Salah satunya, Tol Cikopo-Palimanan (Cipali) yang mulai berlaku pada 3 Januari 2020. Hal ini berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 1219/KPTS/M/2019 tanggal 27 Desember 2019 tentang Penyesuaian Tarif Tol Pada Jalan Tol Cikopo-Palimanan. (www.merdeka.com/ini-deretan-kenaikan-tarif-di-100-hari-kerja.html).

Satu-satunya 'kado indah' di awal 100 hari pemerintahan Jokowi ini adalah ditundanya kenaikan Tarif Listrik. Namun kado ini diikuti juga rencana pencabutan subsidi gas epiji. Pemerintah berencana mencabut subsidi elpiji 3 kilogram (Kg), sehingga harganya diperkirakan akan naik menjadi Rp35.000 dari harga sebelumnya berkisar Rp18.000 sampai Rp21.000. Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial, distribusi subsidi Elpiji 3Kg dibatasi lantaran merupakan yang terbesar dibanding alokasi subsidi energi yang lain.

Tak mau ketinggalan, Menteri PAN RB Tjahjo Kumolo juga membuat terobosan baru. Menteri dari politisi PDIP ini berencana menghapus tenaga honorer. Konon penghapusan tenaga honorer bertujuan mewujudkan visi Indonesia Maju. Tenaga honorer dituding membebani pemerintah.

Selain itu, menteri BUMN, Erick mengangkat mantan Narapidana Penodaan Agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjadi Komisaris Utama Pertamina. Kendati Ahok pernah mendekam di penjara karena kasus penistaan agama, Erick tak mau ambil pusing.

KETIGA, Mencerdaskan kehidupan bangsa. Ada kebijakan baru yakni menghapus Ujian Nasional (UN) yang mulai berlaku tahun 2021. Juga ada program Kampus Merdeka yang merupakan kelanjutan dari konsep Merdeka Belajar.

Anehnya lagi ada program sertifikasi kawin bagi pasangan yang ingin menikah.
Konon tujuan dari sertifikasi kawin atau pembekalan pranikah ini merupakan bentuk tanggung jawab negara dalam menyiapkan calon-calon pasangan baru yang akan membangun rumah tangga sehat.

KEEMPAT, Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Namun ketika seluruh negara-dunia mengecam tindakan biadab pemerintah Cina terhadap Muslim Uyghur, rezim Jokowi tak ikut dalam barisan negara-negara yang mengecam tindakan biadab itu.

Dari catatan di atas, tentu para pembaca dapat memandang dengan berbagai kacamata. Selain kacamata konstitusi, dapat juga dilihat dengan kacamatan ekonomi, politik, ideologi, hankam, budaya dll. Hasilnya pun akan berbeda-beda sebagaimana kebhinekaan negeri ini. Namun yang pasti, seratus hari itu ada prestasi dan kado pahit sekaligus kado terindah buat rakyat.


Post a Comment

Previous Post Next Post