Kemerdekaan Tanah Palestina, Suatu Mimpi Nyata dalam Daulah Islam

Oleh :  Tutik Indayani
Pejuang Pena Pembebasan

Sudah tidak terhitung banyaknya mujahidin di tanah Palestina yang berguguran. Mereka mempertahankan kedaulatan wilayahnya, menjaga Al-Aqsa dari penjajah Israel yang ingin menguasainya.

Belum reda dentuman bom yang menghujani tanah Palestina, dunia dibuat terkejut dan marah terutama umat Islam,  dengan adanya "Kesepakatan Abad Ini", versi Donald Trump, Presiden Amerika Serikat (AS) 

Dengan adanya kesepakatan ini, Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu, mulai merevisi peta Tepi Barat dan memasukkan sejumlah wilayah yang dianeksasi wilayah dalam peta biru, yang akan menjadi kedaulatan Israel, termasuk pemukiman ilegal di Tepi Barat dan wilayah Agvar.

Untuk membahas masalah tersebut, sekitar 500 anggota, termasuk para pemimpin dari belahan dunia berkumpul di Malaysia, untuk menghadiri Konferensi Parlemen ketiga untuk Al-Quds.

Ketua Konferensi Syed Ibrahim Syed Noh, mengatakan pertemuan dua hari akan membahas sejumlah masalah Palestina, termasuk rencana perdamaian Israel-Palestina yang baru-baru ini diumumkan oleh Donald Trump.

Dalam pembukaan konferensi tersebut, Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad, menilai "Kesepakatan Abad Ini" Israel-Palestina versi Donald Trump kembali mengokohkan pendudukan Israel atas Yerusalem, sehingga sudah tentu sepenuhnya mengabaikan hak-hak warga Palestina yang tertindas.

Tidak ketinggalan juga di Indonesia,  Koalisi Indonesia Bela Baitul Maqdis (KIBBM) bersama 20 organisasi yang fokus terhadap Palestina, melakukan aksi bela Al-Quds di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat di jalan Merdeka Selatan, Jakarta, Jum'at (14/2).

Aksi ini juga untuk menyuarakan penolakan terhadap usul perdamaian Trump "Kesepakatan Abad Ini" yang di umumkan 28 Januari 2020 lalu, merujuk ke Yerusalem sebagai "Ibu Kota Israel yang tak terbagi" dan mengakui kedaulatan Israel atas sebagian besar Tepi Barat.

Proyek usulan Presiden Trump dengan nama "Deal of The Century" adalah sebuah kebohongan atas nama kesepakatan dan persekongkolan antara penjajah Zionis Israel dengan Presiden Amerika.

Di antara poin krusial yang mengusik perdamaian adalah penawaran Trump untuk membeli kota Al-Quds atau Baitul Maqdis senilai 50 Milyar Dolar Amerika, kemudian memberikan seutuhnya kepada Israel untuk dijadikan ibu kota.

Selain itu proposal Trump ini juga akan menghapus hak kembali bagi enam juta pengungsi Palestina ke tanah air mereka.

Sikap Pemerintah Dan Rakyat Palestina

Dalam situasi seperti yang dialami Palestina, persatuan, kesatuan serta persamaan visi dan misi antara rakyat dan penguasa negeri sangat diperlukan, untuk mencapai kemerdekaan yang hakiki.  

Namun sangat  disayangkan, keinginan rakyat Palestina adanya sikap tegas dari pemerintah Palestina terhadap pernyataan Trump jauh sekali dari harapan. Ini dibuktikan adanya penolakan terhadap aksi masa untuk menegaskan bahwa Palestina adalah murni tanah Islam. Petugas Keamanan Otoritas Palestina menembakkan bom gas dan menggunakan semprotan merica pada orang banyak untuk protes di Jenin.

Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas dalam pidatonya bersikeras untuk mengikuti pendekatan negosiasi yang memalukan yang membawa kemalangan dan malapetaka pada Palestina dan rakyatnya. Dia bahkan bersikeras menggambarkan setiap tindakan perlawanan sebagai kekerasan dan terorisme.

Abbas menganggap bahwa harapannya terletak pada Dewan Keamanan dan lembaga-lembaga Internasional (yang bahkan tidak menerapkan salah satu dari 87 resolusi menurut pernyataannya), sementara rakyat Palestina bercita-cita memiliki pemimpin Illahi seperti Salahudin untuk membebaskan Al Aqsa dan mencabut akar entitas Yahudi.

Abbas menolak kesepakatan Trump karena itu menghancurkan solusi dua negara, sedangkan rakyat Palestina menolaknya karena Palestina adalah milik umat Islam dan itu bukan milik Trump atau Dewan Keamanan. Itu adalah tanah Islam menurut aturan Allah dan Rasul-Nya.

Solusi Dalam Islam Terhadap Palestina.

Dalam sistem Islam, bila ada serangan asing, seperti negara manapun di dunia akan berada dalam kondisi perang dan  menolak musuh. Untuk meminimalkan situasi semacam itu, khalifah akan melakukan  pencegahan yang sangat kuat dengan  membuat rencana agresi terhadap  musuh yang tidak menguntungkan. Khalifah tidak mentoleransi atas tanahnya atau rakyatnya. Unjuk kekuatan apa pun akan ditanggapi dengan respon yang tepat, secara politik maupun militer.

Hukum Internasional adalah kepanjangan tangan kolonial yang hanya diterapkan bagi negara-negara lemah. Negara-negara kolonial semacam Amerika mengadakan perang-perang dan agresi ekonomi melawan siapa pun yang mereka inginkan, mengabaikan bermacam-macam organisasi Internasional yang banyak dipromosikan. PBB di kendalikan negara-negara semacam itu dan hal tersebut jelas tidak akan mampu mengambil keputusan efektif melawan berbagai kepentingan para kolonialis itu. Khalifah akan berkiprah dalam era politik baru, tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga secara global menantang para kolonial pencekik dunia. Khalifah terikat hanya oleh hukum Allah Swt, Syari'ah Islam. Maka pengadilan, organisasi atau negara lain di dunia tidak boleh mengikat atau memaksa khalifah. Namun khalifah menjalankan urusannya dengan negara-negara lain menurut apa yang ditentukan syari'ah.

Dalam masalah Palestina ini, para penguasa muslim di Timur Tengah satu persatu menjual umat di Palestina dan berpihak pada Israel. Mereka yang melegitimasi keberadaan Israel dan melemahkan umat. Karena tanah itu dirampok dari umat dan ada pasukan penjajah yang berusaha mendapat legitimasi, maka tidak ada solusi selain menumpas penjajahan itu,  Inilah yang Islam wajibkan dan inilah yang Salahudin Ayubi lakukan dimasa lalu.

Waallahu'alam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post