Ilusi Tak Bertepi Sang Zamrud Khatulistiwa



Oleh : Rina Tresna Sari,S.Pd.i
Praktisi Pendidikan dan Member Akademi Menulis Kreatif

 Bagai menjaring angin, itulah peribahasa yang menggambarkan rekomendasi yang diajukan Bank Dunia, kepada, Indonesia agar dapat mengentaskan kemiskinan. Sebagaimana dilansir katadata.co.id (02/02/2020) Bank Dunia merilis laporan bertajuk “Aspiring Indonesia, Expanding the Middle Class” pada akhir pekan lalu (30/1/2020). Dalam riset itu, 115 juta masyarakat Indonesia dinilai rentan miskin. Tingkat kemiskinan di Indonesia saat ini di bawah 10% dari total penduduk. Namun, 115 juta orang atau 45% penduduk Indonesia belum mencapai pendapatan yang aman. Alhasil, mereka rentan kembali miskin.

Untuk meningkatkan jumlah kelas menengah dan mengurangi penduduk rentan miskin, Bank Dunia merekomendasikan empat hal:  Pertama, meningkatkan gaji dan tunjangan guru. Di satu sisi, sistem manajemen kinerja guru juga perlu diperbarui. Memulai sertifikasi ulang guru dan dilakukan secara berkala.
Kedua, meningkatkan anggaran kesehatan. Salah satu caranya dengan mengejar sumber pendapatan baru dari peningkatan pajak tembakau dan alkohol. Ketiga, memperluas basis pajak. Caranya, bisa dengan menurunkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), menaikkan tarif pajak tertentu seperti alkohol, tembakau dan kendaraan, dan lainnya.
Terakhir, menyeimbangkan kembali (rebalancing) transfer fiskal seperti meningkatkan proporsi dana desa dan mengembangkan peraturan baru untuk mengoperasionalkan penyediaan layanan lintas daerah, termasuk mengatasi tantangan pembiayaan. Selain itu, perlu membangun kapasitas pemerintah provinsi.

Bank Dunia kemudian merekomendasikan Indonesia perlu menciptakan lapangan kerja dengan upah yang lebih baik, menyediakan pendidikan berkualitas, juga jaminan kesehatan. Hal ini tentu memerlukan perbaikan lingkungan usaha dan investasi pada infrastruktur.

Bila kita cermati, dari tawaran rekomendasi Bank Dunia itu, dapat dilihat bahwa ujung dari paparan laporannya adalah tawaran investasi dan permintaan pembenahan iklim usaha. Artinya untuk mengatasi kemiskinan adalah dengan memperbanyak proyek asing, dengan logika akan membuka serapan tenaga kerja. ‘Resep’ lama yang sudah berjalan puluhan tahun dan terbukti tidak mujarab, terlihat dari kondisi ‘sang pasien’ tak kunjung sembuh. Karena sesungguhnya hakikat penyebab kemiskinan di negeri ini salah satunya adalah jeratan utang ribawi lembaga-lembaga internasional semisal Bank Dunia. Sehingga kas negara terkuras habis untuk membayar cicilan bunga utang dan aset sumber daya alam terampas sebagai kompensasi pembayaran utang.

Dampaknya, negara mencari pungutan lain kepada rakyatnya sendiri dan memangkas berbagai pelayanan yang sebetulnya merupakan hak rakyat. Perluasan basis pajak terus dilakukan, hal ini menunjukan  bahwa makin banyak rakyat yang dipajaki. Bila hal ini dilakukan maka dapat dipastikan akan makin menurunkan taraf hidup rakyat, bukan meningkatkannya. Demikianlah, pajak selalu dijadikan instrumen oleh pemerintahan neolib untuk mewujudkan kesejahteraan.

Ini membuktikan negara berlepas tangan dari tugasnya melayani. Rakyat dipaksa untuk menghidupi negara dengan pajak, sementara kekayaan alam dirampok oleh korporasi atas restu penguasa. Sungguh kebijakan yang tak memihak rakyat.

Berbeda dengan solusi kapitalis dalam mengentaskan kemiskinan, Islam sebagai ideologi memiliki solusi yang khas untuk menyelesaikan problem kemiskinan secara tuntas. Peradaban Islam yang pertama telah memberikan contoh nyata. Dalam Negara Khilafah yang pertama, angka kemiskinan struktural adalah 0%, tingkat utang negara ke negara luar adalah 0%, dan tingkat inflasi mata uang adalah 0%.

Kondisi ini menciptakan tatanan ekonomi yang stabil sehingga kemakmuran berhasil diratakan oleh Negara Khilafah selama berabad-abad.

Terdapat tujuh langkah praktis yang telah dilakukan Negara Khilafah hingga berhasil menyelesaikan kemiskinan secara tuntas.
Langkah-langkah itu adalah:
1.Melarang praktik riba. Aktivitas riba ibarat benalu dalam perekonomian.
2.Semua sektor usaha harus berbasis sektor produktif.
3.Negara Khilafah memenuhi kebutuhan pokok massal yakni pendidikan, kesehatan, keamanan. Sehingga income per keluarga hanya dialokasikan untuk kebutuhan individu.
4.Dalam kondisi khusus, Negara Khilafah memberi nafkah kepada individu rakyatnya, tanpa mewajibkan perempuan untuk bekerja.
5.Aset bumi diplot secara adil, mana yang milik umum, milik negara, dan mana yang bisa menjadi milik individu;
6.Sistem keuangan negara menggunakan baitul mal dengan pos pendapatan beragam tanpa pajak dan utang. 
7.Penggunaan sistem moneter berbasis emas dan perak, sehingga angka inflasinya 0%.

Bukti kesejahteraan yang diraih dimasa kejayaan Islam, dapat kita lihat dari jejak peninggalan Islam yang terserak di beberapa wilayah hingga saat ini,sebagai bukti yang masih menjadi saksi bisunya. Untuk mewakili kesejahteraan yang pernah diraih, beberapa bukti dalam bidang pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan disebutkan sebagai berikut:

Terkait pangan, di bawah kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul `Aziz, Zaid bin Khathab menceritakan kemakmuran sedemikan makmurnya hingga menjelang kematian Khalifah Agung ini, ada orang yang kesusahan mencarai mustahiq zakat. Ia pun berkomentar, "(Berkat Allah melalui tangan) Umar bin Abdul Aziz banyak penduduk yang hidup berkecukupan." (Abdullah bin Abdul Hakam, Srah `Umar bin `Abdil `Azz, 110).

Untuk urusan sandang, perhatian pemerintah saat itu ditunjukkan pada banyaknya industri terkait pakaian. Dalam sebuah kota, yaitu Sevilla, terdapat 6.000 alat tenun untuk sutra. Dalam urusan papan, konsep penyediaan hunian dipadukan dengan fasilitas kelengkapan penunjang lainnya. Cordoba yang saat itu menjadi ibukota Andalusia Muslim, penduduknya lebih dari satu juta jiwa. Rumah-rumah penduduknya berjumlah 283.00 buah, ditunjang tempat-tempat mandi sebanyak 900 buah, gedung-gedung sebanyak 80.000 buah, dan masjid 600 buah.

Dalam hal kesehatan, pada kurun abad 9-10 M, Qusta ibn Luqa, ar-Razi, Ibn al-Jazzar dan al-Masihi membangun sistem pengelolaan sampah perkotaan. Pada saat itu juga tenaga kesehatan secara teratur diuji kompetensinya. Dalam hal pendidikan, selain 80 sekolah umum di Cordoba yang didirikan Khalifah Al-Hakam II pada 965 M, masih ada 27 sekolah khusus anak-anak miskin. Di Kairo, Al-Mansur Qalawun mendirikan sekolah anak yatim. Bahkan untuk orang-orang badui yang berpindah-pindah, dikirim guru yang juga siap berpindah-pindah mengikuti tempat tinggal muridnya. Semua pelayanan disediakan gratis dan dibiayai oleh negara.

Kesejahteraan adalah suatu perkara asasi yang senantiasa diidamkan dan menjadi dambaan semua. Namun kondisi kesejahteraan saat ini yang sulit untuk diraih seolah ilusi yang tak bertepi bagi sang zamrud khatulistiwa. Karena  harapan untuk dapat  mengatasi kemiskinan dan mewujudkan kesejahteraan hakiki, di dalam sistem ekonomi kapitalis neolib hanyalah sebuah angan kosong, harapan yang dijanjikan hanyalah impian semata, karenanya sudah saatnya Indonesia  beralih dari sistem sekular neolib yang membawa kesengsaraan saat ini dan menegakkan sistem Islam, yakni khilafah rasyidah.

Wallahua'lam bish shawwab

Post a Comment

Previous Post Next Post