Liberalisasi Pariwisata?

Oleh: Annisa

Di balik kemegahan dan keseruan pertunjukan seni di penghujung tahun 2019, di Waduk Jatigede Sumedang, dengan jumlah peserta 5.555 orang tak sedikit menelan banyak korban. Dilansir dari kabar-priangan.com, kemungkinan mereka mengalami dehidrasi karena kepanasan saat mengikuti pertunjukan, dan beberapa diantaranya mengalami kesurupan.

“ Jadi tegang begini ya. Sirine ambulan hampir semua berbunyi, belum lagi yang berteriak-teriak karena kesurupan, terus yang pingsang karena kepanasan juga semakin bertambah banyak ” Kata Yudi Permana (39) salah seorang pengunjung asal Kec. Situraja.

Pertunjukan yang seharusnya seru dan meriah. Namun, kini berubah menjadi tegang dan panik. Pertolongan segera diberikan kepada korban-korban yang berjatuhan. 

Hal seperti ini akan terus terjadi karena negara sepertinya memanjakan rakyatnya dengan adanya tempat-tempat wisata. Merupakan sebuah kekeliruan, jika negara menganggap banyaknya tempat wisata bisa memajukan ekonomi negara. Padahal faktanya tidak demikian. Pembangunan pariwisata sama dengan memberikan kebebasan kepada para wisatawan asing membawa pengaruh buruk bagi warga setempat. Budaya-budaya asing hingga kesyirikan pun ditanamkan pada warga setempat apalagi aqidah mereka kurang kuat, sehingga mereka terpedaya dengan hal tersebut. 

Menyadari hal itu, sepertinya umat mulai menginginkan perubahan ke arah yang lebih baik. Misalnya salah satu pejabat tinggi, yaitu Camat Di Kampung Talisayan Kecematan Talisayan menganggap bahwa Tradisi Buang Nahas itu adalah suatu perbuatan syirik, dan tidak sesuai dengan Akidah Islam
(berau.prokal.co).

Munculnya kesadaran membuktikan bahwa mereka telah merasakan kejanggalan terhadap paham yang mereka anut sekarang (Sekulerisme - kapitalisme) .
Mereka tidak menjadikan Allah Swt. Sebagai satu-satunya pengatur hidup umat manusia. Akibatnya, persoalan yang ada tak kunjung menemui titik solusi.

Memang seperti itulah jika persoalan diselesaikan dengan sistem saat ini (sekulerisme - kapitalisme). Bukannya memberikan solusi tuntas untuk negeri, mereka malah semakin mempersulit keadaan. 
Dalam Sekulerisme - kapitalisme semuanya distandarkan pada manfaat. Kesenangan, hura-hura atau menghamburkan uang kerap mereka lakukan asal hati riang dan bahagia. Seperti itulah asas kehidupan mereka.

Berbeda halnya dengan islam. Islam mampu memberikan solusi yang totalitas mulai akar hingga daun, dari asas hingga seluruh sistem kehidupannya. Semua dapat terwujud jika sistem yang diadopsi sekarang adalah sistem Islam dan negara Khilafah lah yang mampu menerapkannya. 
Wallahu'alam bisshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post