Banjir Buah Pahit Sistem Kapitalisme

Oleh : Rita Novita 
Ibu Rumah Tangga 

Sambutan semesta di tahun baru Masehi pada awal bulan Januari 2020 ini mungkin tidak akan pernah terlupakan. Bagaimana tidak, orang-orang yang kebanyakan merayakan pergantian tahun ini disuguhi hujan yang cukup deras dengan waktu yang cukup lama. Sehingga menyebabkan air tidak terkendali dan akhirnya banjir.

Banjir tersebut melanda Jakarta dan beberapa kota lainnya di Indonesia. Banjir yang terjadi itu, memang sudah menjadi bencana musiman dan menjadi sebuah fenomena yang dianggap biasa terjadi bahkan semakin parah setiap tahunnya. Ada beberapa anggapan yang berbeda mengenai penyebab dari banjir tersebut diantaranya dari Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan yang mengatakan bahwa Jakarta banjir karena faktor Alam bukan salah pembangunan instruktur. Sebaliknya kata Menteri Pekerjaan umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimulyono justru membantah, menurutnya banjir yang terjadi diakibatkan oleh masifnya pembangunan infrastruktur tanpa mengindahkan lingkungan. Begitupun yang dikatakan oleh Wakil Ketua Komisi IV DPRI RI Dedi Mulyadi yang menyebutkan banjir yang terjadi akibat penggundulan hutan, penyempitan dan pendangkalan sungai hingga pembangunan yang jor-joran.

Sesungguhnya kita perlu mengetahui bahwa banjir berulang tiap tahun jelas bukan karena faktor alam semata, jugan tidak hanya problem teknis seperti tidak berfungsi Drainase, resapan air, kurang kanal dan sebagainya. Tapi ini merupakan masalah sistemik.

Hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh pemikiran yang hadir di sistem sekarang ini yaitu kapitalisme. Pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan yang dibuat pemerintah dengan mempertimbangkan ada tidak nya pemasukan bagi kantung pemerintah tidak lagi memikirkan kondisi lingkungan. Keuntungan secara materi menjadi prioritas utama dalam pengambilan kebijakan. Inilah pemikiran kapitalisme yang menstandarkan perbuatan pada azas manfaat tanpa mempertimbangkan dampak yang akan terjadi. Sistem kapitalisme membebaskan kepemilikan, lahan-lahan yang seharusnya berfungsi menjadi daerah resapan pun demi keuntungan materi yang didapat para pemilik  modal diubah menjadi perumahan. Sementara itu, masih terjadi kemiskinan masal yang dipengaruhi pola kehidupan seperti yang terjadi di perumahan di Bantar kali, tidak bisa menjaga kebersihan lingkungan. 

Fakta di Indonesia sudah berulang kali menghadapi banjir namun banjir masih belum teratasi hingga kini. Walaupun pemerintah berupaya dengan memperbaiki bahkan membuat antisipasi dan sebagainya namun tidak menyelesaikan masalah banjir. Malah banjir seakan menjadi buah pahit dari penerapan sistem yang ada saat ini.

Oleh sebab itu, untuk bisa menemukan solusi bagi fenomena banjir ini, kita perlu memahami bahwa penyelesaian tidak cukup hanya perbaikan teknis saja tapi harus menyentuh perubahan idiologis. Menjadikan momentum banjir sebagai pengingat agar dilakukan tobat Nasional mengubah pola hidup dan membuang pandangan hidup kapitalisme serta mengadopsi islam sebagai sistem kehidupan. Islam yang akan memperhatikan kepentingan umat secara detail. Islam datang sebagai Rahmat bagi seluruh alam, termasuk Indonesia selain sebagai solusi banjir, Islampun menjadi solusi dalam permasalahan lainnya. Tidak setengah-tengah karena antara satu aspek dan aspek lainnya saling berkaitan. Semua itu bisa diterapkan dengan institusi pemerintahan Khilafah Islamiyyah.
Wallahu alam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post