Berbagai Tarif Naik, Biaya hidup Kian Mencekik

Oleh : Ismawati 
(Aktivis Dakwah Muslimah Palembang)

Tak terasa tahun sudah menunjukkan angka 2020. Itu artinya telah berganti penanggalan masehi menjadi awal tahun yang baru. Namun, kabar buruk menimpa masyarakat Indonesia, karena bakal ada kenaikan tariff pelayanan public. Diantaranya, Tarif Tol, Rokok, BPJS Kesehatan hingga tiket Damri. Untuk tarif sejumlah ruas tol didasarkan oleh Pasal 48 ayat (3) Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004 tentang jalan dan Pasal 68 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2005 tentang Jalan Tol yang disebutkan bahwa evaluasi dan penyesuaian tariff tol dilakukan setiap 2 (dua) tahun sekali oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) berdasarkan tariff lama yang disesuaikan dengan pengaruh inflasi kota tempat tol berada.

Kemudian harga rokok juga ikut naik. Karena beberapa waktu lalu Presiden Jokowi telah menyetujui tariff cukai rokok yang baru sebesar 23% dan akan berlaku mulai Januari 2020. Selanjutnya imbas kenaikan juga berdampak pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang mengalami kenaikan premi mencapai 100% setiap kelasnya. Terakhir, tiket Damri ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang mengalami kenaikan berkisar Rp.10.000-Rp.15.000 untuk setiap rute. 

Inilah beragam kado pahit yang harus dirasakan masyarakat Indonesia. Karena sistem kapitalis sekulernya menjadikan negara tidak mengedepankan jaminan kebutuhan dasar rakyat malah membebani rakyat dengan berbagai tariff yang mengalami kenaikan seperti misalnya , mekanisme tol berbayar, jamninan kesehatan yang mahal namun terbukti tidak bisa menjamin kesehatan masyarakat, hingga sampai ke moda transportasi publik seperti damri. Kenaikan beberapa tarif pelayanan publikk itu ditengarai karena pengelolaannya diberikan kepada asing dan aseng.

Sebut saja misalnya jalan. Pembangunan jalan seharusnya menjadi kewajiban bagi negara untuk menyediakan fasilitas jalan yang baik bagi rakyatnya. Namun jalan dalam sistem kapitalisme diberikan hak kelola kepada asing kemudian dijadikan ladang bisnis seperti pembangunan jalan tol. Alih-alih mensejahterakan rakyat , jalan tol yang dinilai mulus bebas hambatan malah dikenakan tarif ketika melewatinya. 
Begitupula halnya dengan kesehatan di era kapitalisme sekuler saat ini. Kesehatan tak ubahnya seperti bisnis dan agenda para korporasi untuk meraup keuntungan. Rakyat kian dibebani premi yang terus melonjak,namun pelayanan kesehatan itu sendiri dinilai cukup sulit. Belum lagi penyakit defisit anggaran menjadi momok menakutkan bagi rakyat karena harus beberapa kali mengalami kenaikan premi. Dengan slogan “tolong menolong” dijadikan dalih para korporasi untuk melancarkan usaha bisnis bernama asuransi kesehatan semacam ini. Sungguh jelas, negara berlepas tangan dalam menjamin kebutuhan kesehatan masyarakat. Akibatnya, seolah-olah orang miskin dilarang sakit, karena biaya berobat yang cukup tinggi.

Berbanding terbalik dengan sistem ideologi islam yang menjadikan akidah para pemimpin sebagai dasar keimanannya kepada Allah sehingga dalam mengatur kebijakan rakyat, negaralah yang wajib memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya. Rasulullah SAW bersabda : “Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah laksana penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR.Al-Bukhari)

Sebut saja untuk membangun infrastruktur seperti jalan misalnya, Khalifah tidak akan memberikan pengelolaan kepada asing, jikalau negara harus bekerjasama dengan pihak ketiga haruslah kerjasama tersebut menguntungkan bagi islam (abu umam). Maka, pendanaan kebutuhan vital masyarakat seperti jalan Khalifah Umar al-Faruq menyediakan pos dana khusus dari Baitul Mal.  Teringatlah kisah Khalifah Umar ra. Yang menangis dan sangat terpukul hatinya tatkala mendengar ada seekor keledai di Irak tergelincir kakiknya dan jatuh ke jurang akibat jalan yang telah rusak dan berlobang. Ini menunjukkan bahwa tanggung jawab pemimpin dalam Islam yang begitu luar biasa untuk menjamin kebutuhan rakyatnya.

Bila melihat dari sisi kesehatan, tidak diragukan lagi. Di era Kekhalifahan Abbasiyah perawatan di rumah sakit gratis, terlebih di era Khalifah Al Muqtadir yang membuka rumah sakit tanpa harus berbayar sama sekali. Sumber pembiayaan kebutuhan public diperoleh dari Baitul Mal  yakni pengelolaan harta milik umum (milkiyyah ‘ammah) yang sudah ditentukan oleh syariat. 

Maka, sudah seharusnya kita berdakwah dalam rangka menerapkan syariat islam secara kaffah  yakni terwujudnya Institusi negara Khilafah. Karena hanya dalam Khilafahlah kesejahteraan rakyat diwujudkan nyata. Negara tidak akan memperkaya diri sendiri apalagi menjadikan pelayanan publik sebagai ladang bisnis semata. Telah terbukti tercatat dalam sejarah selama lebih kurnag 1300 tahun Khilafah memimpin dunia dengan cahaya yang gemilang.
Wallahu a’lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post