Hak Rakyat, Tanggung Jawab Negara

Oleh : Syifa Putri Ummu warabbatul bayt
Kab. Bandung

"Pak Jokowi tulung (tolong), turun ke bawah, lihat kami, pembangunan tol menyengsarakan kami. Turun ke sini Pak Jokowi, tulung," teriak Ai histeris di depan rumahnya. Riausky.com, Kamis (21/11/2019) siang.

Inilah salah satu  tangisan dari orang-orang yang mengalami perlakuan tidak adil dari rezim. Rumah Ai merupakan satu di antara sejumlah rumah di Kabupaten Sumedang yang dieksekusi untuk kepentingan pembangunan Tol Cisumdawu (Cileunyi, Sumedang, Dawuan). Dan masih banyak lagi yang sama, seperti yang dirasakan ibu Ai ini. Karena sampai hari ini rumah-rumah yang sudah di eksekusi, belum menerima sepeser pun uang ganti rugi. Bukan karena mereka tidak mau menerima uang atas hasil ganti rugi rumahnya, akan tetapi karena jumlah yang akan dibayarkan, sangatlah rendah.

Ironis memang, di alam kapitalis ini, dimana keuntungan materi yang paling diutamakan. Pemerintah bukannya ingin mensejahterakan rakyatnya dengan memeberikan naungan yang layak, akan tetapi justru ingin meraup untung dari rakyatnya dengan mengambil kepemilikannya secara sepihak. Setelah palu pengadilan diketuk tak peduli rakyatnya untung atau pun rugi. 

Berbeda dengan konsep pemerintah dalam Islam, terkait konsep kepemilikan dan bagaimana Islam sangat menjaga kepemilikan  individu. dimana hak-hak umat sangat diperhatikan. Sebagaimana dikisahkan,  yang terjadi pada pemerintah Khalifah Umar bin Khaththab. Salah satu buku KH Abdurrahman Arroisi (buku 30 Kisah Teladan) menuliskan tentang keteladanan Umar Bin Khatab ketika didatangi seorang Yahudi tua yang mengeluh kepadanya mengenai masalah penggusuran rumahnya yang terancam digusur penguasa demi kepentingan umum, ketertiban, dan keindahan. Dia pun memprotes dengan keras Gubernur Mesir, Amru bin Ash, yang akan membangun rumah megah dan mesjid diatas tanah miliknya.

Seusai mendengar ceritanya, Umar mengambil sebuah tulang unta dan menorehkan dua garis yang berpotongan: satu garis horizontal dan satu garis lainnya vertikal. Umar lalu menyerahkan tulang itu pada sang Yahudi dan memintanya untuk memberikannya pada Amr bin ‘Ash. “Bawalah tulang ini dan berikan kepada gubernurmu. Katakan bahwa aku yang mengirimnya untuknya.”

Meski tidak memahami maksud Umar,  sang Yahudi menyampaikan tulang tersebut kepada Amr sesuai pesan Umar. Wajah Amr pucat pasi saat menerima kiriman yang tak diduganya. Saat itu pula, ia mengembalikan rumah Yahudi yang digusurnya.

Terheran-heran, sang Yahudi bertanya pada Amr bin ‘Ash yang terlihat begitu mudah mengembalikan rumahnya setelah menerima tulang yang dikirim oleh Umar. Amr menjawab, “Ini adalah peringatan dari Umar bin Khaththab agar aku selalu berlaku lurus (adil) seperti garis vertikal pada tulang ini. Jika aku tidak bertindak lurus maka Umar akan memenggal leherku sebagaimana garis horizontal di tulang ini.”
Kisah-kisah sejarah kehidupan Rasulullah saw. dan para sahabat menunjukkan betapa ajaran Islam menganjurkan perlakuan yang arif dan bijakasana terhadap rakyatnya, tanpa melihat agamanya. Fakta sejarah tersebut bahkan membuat mantan perdana menteri Inggris yang merupakan seorang keturunan Yahudi, Benyamin Disraeli, mengatakan bahwa sejarah umat Yahudi di bawah kekuasaan pemerintah Islam kala itu diwarnai romantisme dan kemesraan.

Karena dalam masalah kepemilikan atas barang dan jasa, Islam membagi menjadi 3 macam, yakni : Kepemilikan individu (al-Milkiyah al-Fardiyah), kepemilikan umum (al-Milkiyah al-amah) dan Kepemilikan Negara (al-Milkiyyah ad-Daulah).
Pertama. Kepemilikan Individu (al-Milkiyah al-Fardiyah). 

Kepemilikan individu adalah hukum syariah yang berlaku pada barang baik zat (‘ayn) maupun manfaat, yang memungkinkan seseorang untuk menggunakan barang tersebut atau mendapatkan kompensasi baik karena barangnya diambil manfaatnya oleh orang lain. Hak kepemilikan individu merupakan hak syar’i bagi individu. Hak ini dijaga dan diatur oleh syariah Islam. Perlindungan kepemilikan individu adalah kewajiban negara. Karena itu, hukum syara’ menetapkan adanya sanksi-sanksi sebagai preventif (Pencegahan) bagi siapa saja yang menyalahgunakan hak tersebut.

Kedua. Kepemilikan umum adalah izin pembuat hukum (Allah Swt) kepada suatu masyarakat untuk sama-sama memanfaatkan suatu benda. Berbagai benda di buat oleh pembuat hukum (Allah Swt) memang diperuntukkan bagi suatu komunitas masyarakat dan Allah Swt melarang benda tersebut dikuasai oleh seorang saja (privatisasi). Benda-benda yang terwujud dalam 3 hal di antaranya sesuatu yang termasuk fasilitas umum, ketika tidak tersedia disuatu negeri atau suatu masyarakat, maka bisa menimbulkan kekacauan dan sengketa dalam mencarinya. Seperti: Air, padang rumput dan api. Sebagaimana Sabda Nabi saw.
“kaum muslimin memiliki kepentingan bersama dalam tiga perkara, yaitu: Padang rumput, air dan api" (Hr.Abu dawud, no.3479).

Juga barang tambang dengan jumlah yang tidak terbatas. Misalnya: Tambang Emas, Perak, Minyak bumi, fosfat dan sebagainya. Dalilnya, adalah riwayat Abyadh bin hamal al-maziniy. Dalam Hadist riwayat at-Tirmidzi no.1301. dalam hadist ini menceritakan tambang garam yang tidak terbatas jumlahnya sebagaimana air mengalir. Namun, apabila jumlahnya sedikit dan terbatas maka dapat saja menjadi kepemilikan individu. Serta segala fasilitas yang secara alami tidak bisa dimiliki dan didominasi individu. Seperti: Jalan umum, sungai, teluk, danau, masjid, sekolah-sekolah negeri dan lapangan umum.

Ketiga. Kepemilikan Negara (al-Milkiyyah ad-Daulah).
Kepemilikan Negara adalah setiap harta yang pengelolaannya diwakilkan (diserahkan) kepada Khalifah selaku kepala negara. Atau seluruh harta kekayaan yang penggunaannya tergantung pada pendapat dan ijtihad Khalifah. Yang termasuk kepemilikan negara adalah : Ghanimah (Harta rampasan perang), jizyah (Hak yang diberikan Allah kepada kaum muslimin dari orang kafir sebagai tanda mereka tunduk pada pemerintah Islam, harta orang-orang murtad, harta orang yang tidak memiliki ahli waris, gedung dan komleks pejabat negara yang dibangun oleh negara, tanah-tanah yang dimiliki negara, dharibah (pajak). 

Namun yang demikian,  Aturan Islam yang sempurna ini sulit untuk dilaksanakan bahkan hampir mustahil selama ideologi kapitalisme berikut sistemnya masih diadopsi oleh pemerintah. Karena itu, ideologi dan sistem kapitalisme harus ditinggalkan. Selanjutnya negara ini harus segera mengambil dan menerapkan ideologi dan sistem Islam dengan Syariah-Nya. Hanya dengan sistem Islam yang diterapkan dalam institusi Khilafah, sehingga urusan kepemilikan dapat  di jaga ataupun di kelola dengan sebaik-baiknya untuk kemaslahatan bersama. Dengan diterapkannya syariat Islam kafah dalam naungan Daulah Khilafah, niscaya tidak akan ditemukan kasus-kasus semisal Ibu Ai lagi. Atau jikapun ada kasusnya, mustahil dibiarkan oleh penguasa.
Wallahu a'lam bi Ash-sawwab. 

Post a Comment

Previous Post Next Post