Kegagalan Negara Sekuler Menangani Penodaan/Penistaan Agama

Oleh : Shaffiyyah

YouTuber Atta Halilintar dilaporkan Ustadz Ruhimat ke Polda Metro Jaya atas tuduhan menista agama. Salah satu isi konten Atta disebut mempermainkan gerakan salat.

Sukmawati Soekarnoputri mengklarifikasi pernyataannya yang menjadi kontroversi karena dianggap membandingkan Sukarno dengan Nabi Muhammad SAW. Dia menyebut video yang tersebar di media sosial telah diedit, bukan sepenuhnya seperti yang dia sampaikan. Dalam potongan video yang dimaksud, Sukmawati berkata, "Mana lebih bagus Pancasila atau Alquran? Sekarang saya mau tanya nih semua. Yang berjuang di Abad 20, itu nabi yang mulia Muhammad apa Ir. Sukarno untuk kemerdekaan?".

Bareskrim Polri menangkap pengembang game yang menghina Nabi Muhammad SAW dan Islam, yang berinisial IG. Penangkapan terjadi pada Sabtu 9 November di Garut, Jawa Barat dan kini yang bersangkutan telah diamankan di Mabes Polri. IG mengembangkan game daring dengan nama Remi Indonesia melalui bendera pengembang Paragisoft. Dalam game daring tersebut, muncul kata-kata kasar yang dialamatkan kepada Nabi Muhammad SAW dan Islam.

Makin maraknya kasus penistaan agama yang terjadi di negeri ini baik berupa penghinaan atau pelecehan terhadap Allah, Rasulullah dan ulama dilakukan karena ketidaktahuan (menurut pengakuan sebagian besar pelaku) atau sengaja dilakukan karena kebencian terhadap Islam. Faktor ketidaktahuan ini adalah akibat negara yang tidak mau peduli tehadap kemampuan masyarakatnya memahami syariat. Sedangkan faktor kebencian yang kian merebak juga adalah akibat dari negara yang tidak tegas mengenai penegakan hukum. 

Kasus penistaan agama seolah tak ada habisnya, sebagai seorang muslim sudah sepantasnyalah kita marah dan wajib marah. Kita tidak rela syariat Allah terus menerus dilecehkan dan dinistakan.

Kemudian tejadilah peristwa berikut, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berkomitmen untuk merealisasikan empat janji politik selama masa kampanye Pemilu 2019, salah satunya yakni menginisiasi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Ulama. Tokoh Agama, dan Simbol Agama."PKS berkomitmen memperjuangkan RUU Perlindungan Ulama, Tokoh Agama, dan Simbol-Simbol Agama," ujar Sekjen PKS Mustafa Kamal saat membacakan hasil rekomendasi Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) di Hotel Bidakara, Jakarta, Sabtu (16/11/2019).

Berkaca pada kejadian tersebut sangat layak apabila dinyatakan negara gagal lindungi agama. UU penodaan agama yang sudah dibuat tidak efektif menghentikan semua itu. Ditambah lagi penegakan hukumnya seringkali tidak memenuhi rasa keadilan. 

Sebenarnya kondisi seperti ini tidaklah mengherankan, dengan sistem yang menganut kebebasan berekpresi dan bersuara -demokrasi- yang diterapkan di Indonesia saat ini sangat memungkinkan banyak orang yang berani menghina bahkan menistakan Islam. Sistem yang tidak mungkin untuk menjaga kemuliaan Islam dan juga agama-agama lain. Sampai saat ini kita belum tahu apakah kasus penistaan yang dilaporkan oleh umat islam ini akan diproses atau bahkan hanya lewat begitu saja tanpa penanganan lebih lanjut seperti kasus-kasus penistaan Islam sebelumnya.

Berbeda dengan kapitalisme. Islam telah menetapkan hukuman bagi penista agama islam adalah hukuman mati. Para ulama tak berbeda pendapat bahwa muslim yang melakukan penghinaan terhadap Al-Qur’an, dalam keadaan dia tahu telah melakukan penghinaan terhadap Al-Qur’an, maka dia telah murtad dan layak mendapatkan hukuman mati.

Imam Nawawi berkata: “Para ulama sepakat bahwa barang siapa yang menghina Al-Qur’an, atau mendustakan suatu hokum atau berita yang dibawa Al-Qur’an, atau menafikan sesuatu yang telah ditetapkan Al-Qur’an, atau menetapkan sesuatu yang telah dinafikan oleh Al-Qur’an atau meragukan sesuatu dari yang demikian itu, sedang dia mengetahuinya, maka dia telah kafir (Imam Nawawi Al Majmu’, Juz II,hal,170: (Ahmad Salim Malham, Fadhurahman fi Al Ahkam Al Fiqiyyah Al Khashshah bil Qur’an, hal.480).

Demikian pula non muslim yang melakukan penghinaan terhadap Al-Qur’an, maka hukumannya adalah hukuman mati, sama dengan hukuman untuk orang muslim yang menghina Al-Qur’an. Berdasarkan kesamaan kedudukan non muslim dan muslim dihadapan hokum islam dalam Negara islam (khilafah) Syekh Ali bin Nayit  Al Syahdud dalam kitabnya Al Khulashah fi Ahkam ahli Al Dzimmah wa Al Musta manin berkata:
“Jika seorang dari Ahludz Dzalimah (warga Negara non muslim) melakukan suatu kejahatan yang terkategori huduud seperti berzina,menuduh zina,mencuri atau berbagai (qath’ut thariq), maka dia dijatuhi hukuman dengan hukuman yang telah ditentukan untuk kejahatan-kejahatan tersebut, kedudukan mereka dalam hal ini sama dengan kaum muslim.’
(Ali bin Nayit  Al Syahdud dalam kitabnya Al Khulashah fi Ahkam ahli Al Dzimmah wa Al Musta manin hal.36).

Imam Ibnu Qoyyim telah menjelaskan dengan rinci dalam kitabnya Ahkam Ahli Al Dzimmah, bahwa jumhur utama (yaitu mazhab maliki, syafi’I,hambali) sepakat jika seorang ahlidz dzimmah melakukan penhginaan kepada islam, maka batallah perjanjiannya sebagai warga Negara dan layak dihukum mati ( Ibnu Qoyyim Al Jauziyyah,Ahkam Ahlidz Dzalimah,hal.1356-1376).

Hanya saja perlu ditegaskan disini, bahwa yang berhak yang menjatuhkan hukuman mati untuk penghina Al-Qur’an bukan sembarang individu atau kelompok, melainkan hanyalah khalifah. Sanksi (uqubat) di dalam Islam, dalam catatan sejarah, telah terbukti mampu mencegah kejahatan, menjamin keamanan, keadilan dan ketentraman bagi masyarakat. Sanksi-sanksi yang dijatuhkan kepada pelaku tindak kriminal berfungsi sebagai “zawajir” (pencegah) sangat efektif mencegah orang-orang yang hendak melakukan perbuatan dosa dan kejahatan. Selain itu sistem hukum islam jg berfungsi sebagai “jawabir” (penebus) atas dosa dan siksaanya di akhirat kelak. Jadi jelaslah bahwa solusi tuntas untuk mncegah orang-orang menistakan syariat islam, Allah dan RasulNya yaitu kembali kepada aturan Allah Swt.

Post a Comment

Previous Post Next Post