Dana Desa Siluman; Potret Birokrasi Sekuler

By : Fety Andriani, S.Si

Menteri Keuangan (Menkeu) memberikan pidato kunci pada sosialisasi transfer ke daerah dan dana desa tahun anggaran 2020 di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Kamis (14/11/2019). Sri Mulyani kembali menyinggung perihal desa siluman penerima dana desa. Menkeu mencatat alokasi dana desa tahun depan Rp 72 triliun, naik Rp 2,2 triliun dibandingkan tahun lalu. (CNBCIndonesia.com)

Kemenkeu menggandeng Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mengusut aksi akal-akalan ini.  Kemendagri mencatat ada empat desa fiktif di Sulawesi Tenggara (Sultra). Sedangkan menurut hasil temuan KPK setidaknya ada sekitar 34 desa bermasalah di Konawe Sulawesi Selatan. Ada 3 desa fiktif dan 31 desa yang SK pembentukannya dibuat dengan tanggal mundur. Tanggal mundur diduga dilakukan lantaran moratorium soal penerimaan dana desa sudah ada sebelum desa dibentuk. Keberadaan desa siluman ini diduga kuat untuk menarik anggaran dana desa.  Praktik nakal yang dilakukan oknum birokrat demi meraup rupiah.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar sudah berulang kali menyanggah keberadaan 'desa siluman' yang menerima aliran uang dari program Dana Desa. Menurutnya tidak ada manipulasi data. Jika ada kesalahan maka itu adalah kesalahan akurasi data bukan kesengajaan. (DetikNews.com)

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani turut berkomentar terkait temuan desa fiktif atau tidak berpenduduk yang menerima manfaat dana desa. Menurutnya, ada proses verifikasi tidak benar yang dilakukan oleh pemerintah. Jika pemerintah pusat maupun daerah lebih jeli dalam melakukan proses verifikasi penerima dana desa, maka tidak mungkin ada kejadian seperti ini. (Merdeka.com)

Bukan hanya mendata desa fiktif namun pemalsuan data terkait penggunaan dana adalah perkara yang lumrah dijumpai. Dana desa yang digelontorkan dalam jumlah ratusan juta bahkan miliaran namun minim hasilnya. 

Kasus desa siluman seharusnya cepat teratasi. Karena ini masalah teknis, peningkatan akurasi, seksama dalam melakukan pendataan, melakukan verifikasi dengan benar.

Namun sejatinya masalah ini tidak bisa dianggap sebagai hasil dari kesalahan teknis semata. Kesalahan yang berlarut-larut ini muncul dari birokrasi yang korup. Hobinya adalah nilep uang negara. Uang negara yang berasal dari pajak memalak rakyat atau hutang dengan bunga tinggi. 

Ini bukan kali pertama Menkeu menyoroti distribusi dana desa yang kerap menjadi bancakan para pejabat. Bukan hanya soal dana desa siluman namun juga terkait dana desa yang digerus oleh aparat desa. Sejumlah data dan fakta memperlihatkan bahwa dana desa kerap menjadi sasaran korupsi aparat yang seharusnya mengawal serta memastikan dana itu sampai ke masyarakat.

Menurut data Indonesian Corruption Watch (ICW)  ratusan kepala desa sudah menjadi tersangka kasus korupsi dana desa. Pada tahun 2016 dan 2017  sebanyak 110 kepala desa jadi tersangka sedangkan tahun 2018 tercatat 102 kepala desa jadi tersangka. Dari data tersebut nampak peningkatan yang signifikan pada tahun 2018. Hampir 100% dari dua tahun sebelumnya. Data tersebut belum mencakup aksi nakal aparatur dan pegawai desa. ICW juga mencatat bahwa proyek fiktif dan proyek dengan double budget adalah pola korupsi yang paling sering dijumpai.

Inilah rupa birokrasi tanpa ruh takwa. Halal haram tak jadi soal, dosa pahala tak jadi soal, benar salah tak jadi soal. Manfaat dan mudharat jadi soalnya. Materi adalah standar mutlak bagi pemerintah sekuler. 

Penguasa adalah orang pilihan dan orang terbaik ditengah masyarakat. Maka seharusnya penguasa menjaga kepercayaan yang telah diberikan oleh rakyat. Dia disumpah untuk menjalankan kepemimpinan dengan lurus, adil dan jujur. Maka seharusnya kekuasaan baginya adalah amanah yang harus dijaga dan dipertanggungjawababkan. Penguasa yang beriman dan bertakwa pasti akan ada kekhawatiran dalam dirinya jika tidak mampu amanah. 

Individu yang bertaqwa saja belum bisa menjamin terwujudnya pemerintahan yang amanah. Individu yang baik terjun ke dalam lingkungan pemerintahan yang sudah rusak lambat laun akan terpengaruh oleh lingkungan barunga. Bahkan Prof. Mahfud MD menyatakan bahwa malaikat sekalipun jika masuk ke dalam sistem Indonesia akan berubah menjadi iblis.

Kerusakan yang terjadi saat ini adalah kerusakan sistematis akibat penerapan sitem yang rusak. Selama sistem sekuler demokrasi ini diterapkan maka selama itu pula kerusakan ini bertahan. Maka sudah saatnya sistem ini dicampakan diganti dengan sistem yang lain yang sudah terbukti mampu melahirkan pemimpin-peminpin yang amanah yakni sistem Islam.

Islam memandang bahwasanya penguasa adalah pelayan umat. Rasulullah SAW bersabda, ‘Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.” (HR Ibnu Asakir, Abu Nu’aim). Maka keberadaannya fokus melayani kepentingan umat. Standar amal setiap muslim adalah hukum syara’ dan ridho Allah adalah tujuannya. Penguasa akan menjadikan syari’at sebagai landasan hukum/aturan untuk menjalankan pemerintahan. Semua sistem dalam kehidupan dilaksanakan dengan kacamata syari'at. Adapun motivasi melaksanakan amanah tersebut adalah ridho Allah. Maka rasa takutnya kepada Allah mendorong ia untuk melaksanakan tugasnya dengan amanah.

Post a Comment

Previous Post Next Post