Negara Mestinya Bangga Terhadap Mahasiswa Yang Peduli

Oleh : Risma Aprilia 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali menyambangi PKN STAN pada akhir pekan lalu. Kali ini ia hadir sebagai pembicara utama dalam acara Dinamika (Studi Perdana Memasuki Kampus) yang tahun ini mengambil tema Kebudayaan Indonesia.

Dalam sambutannya, ia kembali menekankan agar semua yang telah lulus dan masuk sebagai mahasiswa di PKN STAN untuk tidak menghianati negara. Apalagi seluruh biaya selama menempuh pendidikan di PKN STAN akan dibiayai oleh negara. (www.cnbcindonesia.com, 30/9/2019)
     
Munculnya statemen tersebut jelas sangat membuktikan bahwa negara benar-benar anti terhadap kritik dan aspirasi rakyat terkhusus para mahasiswa, yang sejatinya merekalah para pemuda dengan jiwa pemberani dan pola pikir yang kritis mampu memahami kondisi negerinya sendiri. 
     
Seharusnya mereka bangga jika para mahasiswanya peduli terhadap negara, bukan malah membatasinya bahkan menganggap sebagai pengkhianat negara, sungguh tidak masuk di akal. Bahkan dengan dalih karena negara telah membiayai para mahasiswa, maka jangan sekali-kali berkhianat. 
     
Makna berkhianat itu seolah-olah diartikan, jika mahasiswa bergerak tidak sejalan dengan kepentingan para petinggi negara bahkan sudah muak dengan rezim saat ini yang benar-benar kejam, maka cap pengkhianatlah yang pantas diberikan pada mahasiswa tersebut. 
     
Padahal jika dengan alasan negara yang telah membiayai mahasiswa dalam pendidikannya, itu adalah pembohongan di mana faktanya mahasiswa justru membiayai kuliahnya sendiri, bahkan jika mendapat beasiswa pun itu diperoleh dari lembaga-lembaga swasta milik rakyat, bukan diberi langsung oleh negara. 
     
Jadi sangat tidak pantas label pengkhianat diberikan pada mahasiswa, justru ada yang lebih pantas diberi label pengkhianat tersebut yang jelas-jelas sudah mencuri uang negara dengan tidak tanggung-tanggung yakni para koruptor, si tikus berdasi inilah para pengkhianat negara sesungguhnya. 
     
Apalagi pemerintah dan DPR segera mengesahkan revisi UU Pemasyarakatan. Pasalnya, di dalam UU baru pemasyarakatan terdapat beberapa hal yang justru meringankan narapidana. Salah satu Pasal yang direvisi dan mengatur itu yakni pasal 9 dan 10 di UU Pemasyarakatan. Konfirmasi itu disampaikan oleh anggota panitia kerja revisi UU Pemasyarakatan dari fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Muslim Ayub. 
     
"Jadi, (napi) bisa pulang ke rumah atau terserah ke mal dia juga bisa, asal didampingi oleh petugas lapas," kata Muslim ketika dikonfirmasi oleh media pada Kamis malam kemarin. ( jogja.idntimes.com, 20/9/2019).
     
Ditambah dengan datangnya para penguasa antek asing dengan sikap royal nya kepada pemerintah dengan memberikan gelontoran dana yang tidak sedikit. Bukan dengan cuma-cuma mereka bersikap demikian namun ada timbal balik yang harus menguntungkan mereka. 
     
Apalagi dengan dibukanya jalan kerja sama dengan Cina ditambah dengan banyaknya asset negara kita yang sudah dikuasai asing. Jika di telisik itu semua justru merugikan negara, dimana negara tidak leluasa dalam mengatur pemerintahannya. 
     
Memang jika negara masih setia dengan sistem sekuler kapitalis maka keterpurukan pada masyarakat akan terus terjadi, para koruptor menjamur, para penguasa antek asing medapat posisi terpenting dalam negara, akhirnya aspirasi rakyat dibatasi dengan sekehendak mereka. 
     
Namun berbeda dalam Islam, dimana Islam sangat menghargai masyarakatnya yang punya kritik dan saran selama tidak melanggar syara'. Seperti kisah yang diabadikan dalam kitab tafsir Ad Durrul Mantsur fi Tafsiril Ma'tsur karya Syeikh Jalaluddin As Suyuthi. Kisah itu dikutip pada bab penjelasan Surat An Nisa ayat 20.
     
Dimana Khalifah Umar membatasi pemberian mahar yakni tidak boleh lebi dari 400 dirham, namun ada seorang wanita yang keberatan, lalu wanita tersebut melafalkan penggalanan ayat 20 sura An-Nissa, akhirnya setelah kejadian itu Khalifah Umar kembali menarik ucapannya, dan membolehkan pemberian mahar lebih dari 400 dirham sesuai kehendakanya. 
     
Bisa kia tarik kesimpulan dari kisah tersebut dimana Islam menjadi sistem dalam sebuah negara maka tidak ada yang namanya anti terhadap kritik masyarakat. Wallahu'alam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post