Upik dan Gadih

Penulis : Susi Suzanna, SH

Kemarin lusa seperti biasa saya singgah di Nana Pink GOR H Agus Salim. Saya ketemu sama kenalan teman kantor. Sebutlah namanya Upik dan Gadih.

Seperti biasa, singgah sebentar di sana dan ketemu rekan2 media. Diskusi tentang isu kekinian dan menjelang senja nyanyi2 pake suara langsung, tak pake sound system seperti ditempat karaokean. Jika suara fals maka silakan nikmati 'kesenjangan' irama musik tersebut.

Beda orang, tentu beda selera musik seperti ada yang suka dangdut seperti buya Syafrizal Zal, aliran pop barat Micke, aliran pop batak Zainal Koto, aliran rock Dafit Laksus Laksus dan gw bagian pop Indonesia mulai dari masa lalu sampai masa kini.

Nah ... hari itu sobat saya Mitra Chairur ulang tahun, sementara Davit Efendi ada sedikit rezeki dari pak pengacara. Kami nyanyi di TB dengan segala aliran tersebut. 

Kedua perempuan muda yang sedang duduk minum kopi bareng wartawan dari Pariaman ini, saya tawari Ikut. Mereka mau dan kebetulan hari itu off kerja dari sebuah RS swasta di Jalan Proklamasi.

Kedua cewek itu naik mobil saya dan mereka kelihatan gembira. Namanya juga seorang jurnalis, saya mudah saja bergaul dengan siapapun dan dari latar belakang apapun.

Mulailah Upik menanyakan si Buyung (teman kantor perempuan tapi kok senang dipanggil dengan si Buyung).

Kok buyung tak ikut lagi uni ? Saya terus terang saja tidak berteman lagi sama dia. Risih dengan kondisi tak normal itu. Tanpa saya minta, dia mulai bercerita bahwa hubungannya dengan si buyung sudah berakhir sejak pertengahan tahun lalu gara-gara ditikung teman sendiri si Kutilang (perempuan juga,red).

Bingung bercampur tambah yakin bahwa dugaan saya selama ini benar. Walaupun belum yakin betul, saya coba mengajukan pertanyaan ke Upik, sebenarnya hubungan kamu sama Buyung seperti apa sih ?

Tanpa malu2, Upik tegas berkata bahwa dulu si Buyung pacarnya tapi ditikung oleh Kutilang.

Ternyata LGBT itu benar2 ada di Padang !

Saya jadi ingat, dulu Buyung begitu memanjakan Upik dan hal yang lebih perhatian juga ditujukannya pada Kutilang. Perhatiannya lebih dari pasangan normal, apapun pinta pasangannya, Buyung selalu berusaha keras memenuhinya.

Bahkan saya pernah menemani Buyung dan Kutilang yang ingin beli mobil. Pasangannya dihiasi dengan kalung dan gelang serta cincin emas 24 karat. Perhatian seperti ini pasti didambakan pasangan normal, sayang ... pasangan ini abnormal.

Kembali saya menanyakan mengapa kamu dan Buyung putus ? 

Upik menjawab bahwa Buyung mengajaknya untuk tinggal serumah. Upik yang memiliki seorang anak kecil tidak mau mengikuti kehendak Buyung. Walaupun Upik pernah disakiti laki-laki tapi Upik tak mau larut dalam hubungan terlarang tersebut.

Upik sudah lelah dengan petualangannya selama ini dan ingin berhenti jika sudah bertemu jodoh, seorang laki-laki yang bertanggungjawab dan bisa menjadi imam Upik dan anaknya. Harapan itu mungkin terlalu muluk tapi Upik ingin berhenti.

Sambil menyulut rokok yang ke sekian kali, Upik menghirup asap rokoknya dalam-dalam menatap cahaya senja yang mulai bersambutan dengan kelamnya malam. Suara azan berkumandang dan saya beserta teman-teman wartawan sholat maghrib berjamaah.

Upik dan Gadis asyik dengan kepulan asap rokoknya. Saya hanya berdoa, suatu saat mereka menempuh kehidupan normal dan dapat pasangan yang baik.

Post a Comment

Previous Post Next Post