Sexy Killers, Wujud Nyata Eksplotasi SDA di Kaltim

Penulis : Djumriah Lina Johan
(Aktifis Muslimah dan Praktisi Pendidikan)
“Kita semua tahu adegan selanjutnya, yang tidak kita tahu bagaimana listrik bisa sampai ke ruangan ini” – Narator, Film Dokumenter Sexy Killers –
Kutipan narator pada film dokumenter Sexy Killers di atas sangat menggambarkan bagaimana realitas kehidupan masyarakat sekarang. Listrik sejatinya merupakan kebutuhan pokok dalam kehidupan selayaknya air. Tanpa listrik, masyarakat tidak bisa menerangi rumah-rumah pada malam hari, tidak bisa menjalankan perindustrian, menghidupkan perkantoran, gadget, dan lain sebagainya. Namun, dibalik pasokan listrik harian yang dinikmati masyarakat luas, terdapat kalangan masyarakat yang menanggung penderitaan. Penderitaan inilah yang luput dari pemberitaan. Dan dengan sangat apik dipaparkan oleh rumah produksi WatchDoc.
Dilansir dari Tribun Kaltim.co, pada hari Selasa (16/4/2019) film yang berdurasi 88 menit itu menceritakan bagaimana jalannya batu bara dari hulu ke hilir. Film ini mengisahkan sisi kelam atas dampak yang timbul selama proses pengangkatan batu bara dari perut bumi. Di film ini bahkan berani menjelaskan siapa elite politik yang bermain dalam perusahaan batubara yang merusak bumi Kalimantan.
Film tersebut mendapatkan banyak respon dari masyarakat terutama para sineas Balikpapan yang sudah menonton film ini. Abdul Rachman Rizky sineas lokal satu ini memberikan tanggapannya seputar film ini. “Film dokumenter ini, sangat memberikan informasi mengenai penelusuran darimana Indonesia dapat memenuhi listrik tersebut. Sangat terlihat jelas cuplikan dalam film tersebut, provinsi Kalimantan Timur menjadi pemasok terbesar batu bara untuk disalurkan menjadi bahan bakar PLTU di daerah-daerah yg menjadi konsentrasi baru pemerintah kita ini,” ucapnya, Selasa (16/4/2019)

“Di Kaltim banyak lokasi yang sangat kontras, berlatar sebuah tambang yang cukup luas, tetapi di ujung pandangan drone, nampak sawah dan pemukiman warga. Dan diperlihatkan bagaimana sebuah kolam bekas tambang tersebut memakan banyak korban anak-anak yang berenang di area tersebut yang tak jauh dari pemukiman warga,” tuturnya lagi.

Disadur dari Tribun News.com, pada hari Selasa (16/4/2019) dalam film ini penonton diajak untuk melihat ke pinggiran Kota Samarinda. Sejumlah petani yang berada tak jauh dari tambang batu bara. Selama bertahun-tahun mengalami krisis air bersih. Tambang batubara masuh menghancurkan jalur air bersih. Baik untuk kebutuhan sehari-hari, maupun bertani. Warga sekitar telah hidup berdampingan bersama lumpur selama beberapa tahun ini. Kelangkaan air bersih pun menyebabkan banyaknya penyebaran penyakit.

Selain lokasi tambang batu bara, tempat koversinya menjadi aliran listrik pun turut bermasalah. Pembangunan PLTU Batang yang digadang-gadang akan menjadi PLTU terbesar se-Asia Tenggara. Pemerintah mengatakan PLTU ini dapat mengakomodasi kebutuhan listrik 1-2 juta rumah tangga. Lokasinya yang berada di pinggir pantai, kesibukan PLTU ini akan berdampak ke nelayan. Transportasi kapal tongkang yang membawa batu bara, akan mengakibatkan pencemaran dan terganggunya habitat ikan. Di sini kita akan menyaksikan sendiri keluhan dan pendapat dari warga yang terkena dampak langsung. Selain mata pencaharian warga sekitar di laut yang terkena dampaknya.

Penolakan pembangunan PLTU di darat akhirnya berujung kriminalisasi. Bulan Mei 2014, dua warga menolak menjual tanahnya untuk pembangunan PLTU. Carman dan Cahyadi akhirnya dijatuhi hukuman kurungan tujuh bulan. Ekspansi PLTU Celukan Bawang, Bali. Seorang petani kelapa, Ketut Mangku, mengaku hasil panennya menurun drastis. “Sebelumnya bisa 9000 kelapa per hari, sekarang hanya sekitar 2500,” tuturnya.

Penurunan tersebut diakibatkan oleh memebangun pabrik batu bara tahap 2. Padahal menurut riset dari Greenpeace, polusi yang disebabkan pabrik batu bara mengandung senyawa berbahaya. Senyawa tersebut berupa merkuri yang bersifat polutan. Partikel bernama PM2,5 ini bertahan di udara dalam jangka panjang. Jika terpapar secara terus-menerus hal tersebut dapat membahayakan 650.000 jiwa populasi yang ada di Bali.

Film yang diupload tanggal 13 April 2019 di akun YouTube Watchdoc sudah ditonton 14 juta lebih viewers pada hari Kamis (18/4).
Kapitalisme Dalang Dibalik Kelamnya Eksploitasi Batu Bara
Menelisik lebih jauh respon yang diberikan masyarakat yang telah menonton film ini, yaitu adanya gerakan golput. Sebab, aktor dari perusahaan pertambangan batu bara dari hulu ke hilir adalah paslon capres dan cawapres nomor satu dan dua, Menko bidang Kemaritiman dan beberapa nama purnawirawan, serta pengusaha batu bara lain. Rakyat merasa kecewa dan merasa dikhianati dengan melihat sendiri bagaimana kelamnya industri batu bara. Namun, benarkah ini hanya masalah individu-individu penguasa dan pengusaha?
Pada dasarnya dalang dari kelamnya industri batu bara dari hulu ke hilir tidak lepas dari penerapan sistem ekonomi kapitalis liberal. Dimana sistem ekonomi kapitalis melihat bahwa barang yang bermanfaat untuk hajat hidup orang banyak adalah komoditi yang sangat menguntungkan jika dijual (privatisasi) ke para pengusaha. Sebagaimana yang telah dipaparkan secara gamblang di film dokumenter tersebut.
Liberalisme dengan paham kebebasan kepemilikan pun menjadi asas kemudahan pengusaha memiliki SDA yang sejatinya milik rakyat. Eksploitasi SDA oleh perusahaan-perusahaan penambangan batu bara ini pun mengakibatkan rusaknya lahan pertanian, polusi udara, kerusakan struktur tanah, air tercemar, hingga berakhir mengancam kesehatan, keselamatan, dan nyawa masyarakat sekitar. Maka sesungguhnya dalang dari masalah keummatan ini adalah penerapan sistem kapitalisme liberal itu sendiri, yang bukannya memberikan kesejahteraan dan solusi kerusakan lingkungan malah menambah beban rakyat dengan melanggengkan hubungan romantisme penguasa dengan pengusaha.

Islam Ideologi : Solusi Tuntas Problematika Ummat
Ketika penerapan sistem kapitalisme liberal justru memperparah sakitnya kehidupan bernegara sekarang, maka solusi satu-satunya adalah dengan mencabutnya hingga ke akar dan menggantinya dengan sistem lain yang terbukti mampu mensejahterakan ummat. Itulah ideologi Islam.
Islam terdiri atas fikroh (pemikiran) dan thoriqoh (metode pelaksanaan) yang merupakan syarat sebuah ideologi. Islam tidak hanya memiliki pemikiran-pemikiran tetapi islam juga memiliki metode pelaksanaan pemikiran tersebut. Sebagaimana Islam mampu menyelesaikan problematika peribadatan, Islam juga mampu menyelesaikan problem pengelolaan SDA.

Di dalam kitab Nidzamul Iqtishadi Fil Islam, karya seorang mujtahid mutlak, Syeikh Taqiyuddin An Nabhani. Terdapat tiga jenis kepemilikan di dalam Islam, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara.
SDA termasuk di dalamnya batu bara adalah bagian dari kepemilikan umum. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud, Rasulullah saw bersabda, “Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput, dan api.”
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Rasul saw bersabda, “Tiga hal yang tidak boleh dimonopoli: air, rumput, dan api.”

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepemilikan umum ini wajib untuk dikelola negara. Dan hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Begitupun sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta maupun asing.

Lalu bagaimana Khilafah menyelesaikan masalah lingkungan akibat pertambangan dan dampaknya bagi masyarakat sekitar?
Di dalam kitab Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia karya Prof. Dr. Raghib As Sirjani pada halaman 721 sub bab Keindahan Rumah, Jalan, dan Kota. Lingkungan yang termasuk di dalamnya rumah, jalan, dan kota amat sangat erat kaitannya dengan iman yang ada di dalam jiwa kaum Muslim. Allah swt berfirman, “Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya.” (TQS. Hud ayat 61)
Ibnu Katsir mengatakan, “Maksudnya, Allah swt menjadikan kalian sebagai para pemakmur di dalamnya. Kalian memakmurkannya dan mengeksploitasinya.”

Dari sini bisa dipahami bahwa Allah swt menjadikan keindahan lingkungan sebagai bagian dari tujuan wujud manusia dalam kehidupan. Sebagaimana juga Rasul saw telah menganggap perbuatan menyingkirkan perkara yang menyakitkan dari jalan sebagai bagian dari iman. Sehingga selain adanya individu-individu yang bertakwa, masyarakat yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar, dan juga dilengkapi dengan adanya negara yang menjamin bersih, sehat, dan tampak indahnya lingkungan. Apabila ada pelanggaran maka Khalifah akan memberikan sanksi kepada yang bersangkutan. Sehingga tidak akan ditemui pada masa kekhilafahan adanya polusi, pencemaran alam, dan kerusakan lingkungan. Itu semua hanya bisa dicapai dengan penerapan Islam secara tolalitas dalam kehidupan bernegara. Wallahu a’lam bi ash shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post