Bicara Ajaran Islam di Negeri Demokratis, Haramkah?


Penulis : Sartinah 
(Pemerhati Umat dann Member Akademi Menulis Kreatif)

Kebebasan berpendapat yang selalu  diagungkan di negeri ini tak serta merta memberi ruang bagi kaum muslim untuk menyuarakan syariat Islam. Sebab, banyak fakta menunjukkan bahwa kebebasan berpendapat hanya berlaku bagi para penyeru sekulerisme. Sementara bagi Islam, hak tersebut  tak kunjung didapatkan. Islam hanya diberi ruang sempit, yakni sebatas masalah ibadah ritual yang merupakan sebagian kecil dari ajaran Islam. Olehnya itu, kebebasan hanya sebuah ilusi yang mustahil bisa diwujudkan dalam kehidupan bernegara saat ini. 

Sebagaimana telah dikemukakan oleh Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu yang merasa prihatin atas mudahnya seseorang mencap orang lain dengan istilah 'kafir'. Ryamizar menegaskan persatuan harus dijaga meski berbeda agama. Menurutnya lagi, Indonesia bukan negara agama, jadi tidak perlu ribut masalah agama. Pernyataan tersebut diungkapkan Ryamizard dalam sambutan Rapat Koordinasi dan Evaluasi Pelaksanaan Bela Negara di Kemhan, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (5/3/2019). (Kaskus.co.id)

Setali tiga uang dengan protes Menhan terhadap syariat Islam, pada kesempatan lain terjadi pula  hal serupa, tepatnya pada Jumat (08/03/19) lalu, yakni pembubaran kegiatan diskusi mahasiswa atau  “Dialogika” di kampus UIN-SU yang dilaksanakan oleh Gerakan Mahasiswa Pembebasan Komsat UIN-SU yang mengangkat tema “Malapetaka Runtuhnya Khilafah”. Berdasarkan laporan di lapangan, pembubaran ini ditengarai karena poster acara yang sempat viral di dunia maya yang membuat pihak kampus akhirnya mengambil sikap cepat untuk membubarkan kegiatan yang dianggap ‘berbahaya’ ini. (DakwahSumut.com)

Kriminalisasi terhadap ajaran Islam terus saja menghiasi wajah bumi pertiwi. Kebebasan yang diagung-agungkan ternyata memiliki wajah ganda, yakni membiarkan yang sejalan dengan standar demokrasi, namun menjegal semua yang dianggap bertentangan dengannya, meskipun yang disuarakan adalah  ajaran Islam. Alhasil, syariat Allah seolah terlarang untuk didakwahkan di bumi-Nya.

Hal ini dapat disaksikan dari banyaknya persekusi yang dilakukan pada pengemban dakwah Islam, juga aksi pembubaran pengajian,  termasuk turut mengotak-atik syariat tentang poligami. Bahkan tak luput mengkriminalisasi khilafah yang juga merupakan  ajaran  Islam. Syariat Islam dianggap membahayakan karena tak sejalan dengan prinsip demokrasi sekuler hingga harus dimusuhi. Semua dilakukan secara terang-benderang sebagai dalih pembelaan terhadap keutuhan negeri. Bahkan stempel radikal terus membayangi siapapun yang berupaya menyuarakan syariat Islam secara kaffah, sehingga banyak kaum muslim memilih jalur aman yakni hanya mendakwahkan Islam seputar aqidah, ibadah, dan akhlak demi terlepas dari stigma radikal yang selalu dipropagandakan pemilik tampuk kuasa negeri ini.

Kondisi miris ini bermula saat sistem sekuler demokrasi mencengkeram negeri-negeri muslim di seluruh dunia. Sistem yang menjadikan sekulerisme sebagai asasnya tegak di atas pemisahan agama dari kehidupan. Dalam sistem ini, rakyat menjadi simbol kedaulatan. Dan di  bawah kekuasaannya pula dibuat undang-undang, ditentukan standar halal haram, kemudian diterapkan pada seluruh manusia. Sistem sekuler ini menafikkan Allah SWT sebagai pembuat hukum, sebab   agama hanya diposisikan sebagai penghubung antara individu dan Tuhannya saja  dalam ranah ibadah. Sementara urusan dunia dan seluruh interaksinya menjadi hak manusia untuk mengaturnya.

Akhirnya menjadi sesuatu yang wajar ketika segalanya hanya diukur berdasarkan materi dan manfaat. Memisahkan agama dari negara menjadi pilihan terbaik dari sistem racikan manusia yang sarat kelemahan. Sementara  syariat Islam yang mulia, tak memiliki tempat untuk disuarakan dalam kehidupan bernegara. Atau dapat dikatakan haram hukumnya menyuarakan Islam kaffah dalam sistem sekuler demokrasi. Hal ini membuktikan bahwa demokrasi kapitalis sekuler tidak mungkin memberi jalan perubahan ke arah  Islam.

Kekhawatiran terhadap penerapan Islam dalam kehidupan sesungguhnya merupakan Islamophobia akut yang telah menjangkiti pemikiran sebagian orang, baik di negeri-negeri muslim terlebih dunia barat. Yang kemudian  memunculkan sikap antipati terhadap syariat Allah dan melahirkan tindakan yang jauh dari nilai-nilai Islam. Diantaranya memonsterisasi khilafah agar terkesan sangat membahayakan serta larangan untuk membicarakan  apalagi menerapkannya dalam kehidupan.

Dinnul Islam adalah sebaik-baik agama yang diturunkan Sang Maha Pencipta Allah SWT sebagai pengatur seluruh aktivitas manusia, baik dalam ruang lingkup ibadah maupun dalam urusan kehidupan. Syariatnya membawa rahmat bagi semua makhluk baik muslim maupun kafir. Islam justru menjadi oase atas carut-marutnya dunia yang penuh kegelapan dan kedzaliman karena penerapan sistem kapitalisme liberal yang telah nyata mengebiri syariat Allah SWT dalam mengatur kehidupan.

Keadilan hukum Islam tak perlu diragukan. Hal ini dapat disaksikan dalam sejarah kegemilangan Islam pada masa lampau, dimana Islam benar-benar memberikan jaminan keadilan tanpa pandang bulu. Sebagaimana yang pernah terjadi pada masa kekhilafahan Umar bin Khathab. Saat itu terjadi tindak kezaliman yang dilakukan oleh anak gubernur, Amru bin Ash, di Mesir.  Umar segera memanggil Gubernur dan anaknya.  Dalam persidangan, anak Gubernur mengaku bahwa ia mencambuk anak Qibthi yang beragama Nasrani. 

Sesuai dengan hukum acara pidana Islam, Khalifah memberikan pilihan kepada korban, apakah membalas cambuk (qishash) ataukah menerima ganti rugi (diyat) atas kezaliman tersebut.  Anak Qibthi itu memilih qishash.  Setelah pelaksanaan hukum qishash itu, Khalifah Umar mengatakan: "Hai anak Qibthi, orang itu berani mencambukmu karena dia anak gubernur.  Oleh sebab itu, cambuk saja gubernur itu sekalian!" Namun, anak Qibthi tadi menolaknya.  Ia pun menyatakan kepuasannya dengan keadilan hukum Islam yang diperolehnya.  Umar pun berkomentar: "Hai Amru, sejak kapan engkau memperbudak anak manusia yang dilahirkan oleh ibunya dalam keadaan merdeka?"

Islam pun telah terbukti selama sekitar tigabelas abad lamanya memimpin dunia dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai khilafah. Hal ini menjadi indikasi bahwa syariat Islam adalah pembawa rahmat bukan penyebab petaka seperti yang dituduhkan para pembenci Islam  pada masa kini. Islam bukanlah virus membahayakan yang terlarang untuk didakwahkan, namun penerang disaat gulita keadilan  melanda negeri ini dan dunia pada umumnya. Adalah suatu kekeliruan ketika menyamakan Islam dengan sosialis maupun.

Saatnya menjadikan Islam sebagai satu-satunya way of life, yang akan membawa keselamatan di dunia terlebih di akhirat. Dan mendakwahkan serta  menerapkannya  dalam kehidupan yang akan menjadi jalan terwujudnya keberkahan dan keridhaan Allah. Wallahu a´lam

Post a Comment

Previous Post Next Post