Rapat Paripurna Ranperda Tanpa Rokok

Nn, Padang -- Wakil Ketua DPRD Sumbar H Leonardy Harmainy, SIP, MH mengungkapkan, rokok bagi masyarakat Minangkabau, telah jadi bagian budaya bahkan melekat pada proses adat istiadat. Contohnya, terang Leonardy, dalam hal maimbau baralek, yang selalu menyertakan salapah (rokok-red) di carano. Orang akan dihargai jika rokok yang diberikan dihisap setidaknya diambil.

“Namun, materi yang akan dibahas dalam Ranperda Kawasan Tanpa Rokok tidak dalam ranah adat istiadat itu. Ranperda ini dilahirkan dengan harapan, bisa memberikan penyadaran kepada masyarakat akan bahaya yang ditimbulkan dari merokok ini, terutama pada perokok pasif yang ada di ruang publik,” terang Leonardy usai paripurna nota pengantar 4 Ranperda oleh pemprov Sumbar

Ranperda tersebut yakni tentang Perubahan Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Satpol PP Sumbar, Perubahan kedua Perda No 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi Tata Kerja Inspektorat, Bappeda dan Lembaga Teknis Daerah. Kemudian, Ranperda tentang Pengelolaan Panas Bumi dan Kawasan Tanpa Rokok.

Sekdaprov Ali Asmar dalam nota penyampaiannya mengungkapkan, mengonsumsi rokok telah mengakibatkan kematian paling sedikit 400 ribu orang per tahun di Indonesia. Merokok juga mengakibakan bahaya kesehatan bagi si perokok sekaligus orang di sekitarnya (perokok pasif). Selain itu, data 2004 mengungkapkan, sebagian besar perokok pasif  adalah perempuan, yang jumlahnya mencapai 64 juta jiwa (66 persen dari total perokok pasif).

Indonesia merupakan negara terbesar ke-7 di dunia yang memproduksi rokok, dari sisi konsumsi rokok, Indonesia berada di urutan ke-3. Tingkat Sumbar, jumlah perokok juga sudah berada pada level mengkhawatirkan. Riset kesehatan dasar 2007, Provinsi Sumbar merupakan peringkat ke-6 dengan jumlah perokok terbesar dari 33 provinsi di Indonesia.

“Di Sumbar, ada lebih dari 1,2 juta perokok tiap hari. Sekitar 25,7 persen di antaranya, merupakan perokok tiap hari, kadang-kadang (4,5 persen) dan sudah berhenti merokok (2,3 persen),” ungkap Ali Asmar.

Data juga mengungkapkan, terang Ali Asmar, usia warga Sumbar merokok juga mencengangkan. Sekitar 40,1 persen mulai merokok sejak usia 15-19 tahun, 13,8 persen pada usia 20-24 tahun, 13,7 persen pada usia 10-14 tahun, bahkan 1,5 persen sudah mulai merokok sejak usia 5-9 tahun.

“Dari sisi daerah, perokok terbanyak ada di Sijunjung (93,12 persen), Tanahdatar (29,4 persen) dan Kabupataen Solok (18,1 persen). Sedangkan yang terendah Kota Payakumbuh (18,1 persen),” terang Ali Asmar.

Menimpali Data itu, Leonardy berharap, sanksi yang akan diberikan dari Ranperda tentang Kawasan Tanpa Rokok ini, bisa membuat efek jera perokok, terutama yang masih membandel merokok di tempat yang nantinya akan dilarang. Seperti, sekolah, rumah sakit, perkantoran, di atas mobil angkutan kota dan tempat lain yang akan diatur dalam peraturan gubernur nantinya.
“Kita berharap gubernur segera menetapkan titik-titik kawasan tanpa rokok di terutama di perkantoran pemerintahan sebagai pilot project. Sebab, DPRD bertekad untuk menyegerakan pembahasan Ranperda Kawasan Tanpa Rokok ini,” terang Leonardy.

Kepada Pol PP, Leonardy berharap, menjalankan amanat Ranperda ini nantinya secara sungguh-sungguh. Sebab, tugas utama Pol PP itu sendiri, adalah menegakan perda yang telah dirancang bersama.

“Sanksi yang akan kita berikan itu berupa sanksi hukuman denda, bukan sanksi hukuman badan. Besaran denda yang akan kita berikan nanti, akan dibahas nanti. Namun, jumlahnya harus bisa memberikan efek jera kepada si perokok yang tak mengacuhkan hak-hak orang lain terutama yang tidak merokok,” tegas anggota DPRD Dapil Sumbar IV ini. ***
Previous Post Next Post