Perpres Bonus Fantastis untuk Wamen, Kok Bisa?




Oleh Khaulah
(Aktivis BMI Kota Kupang)

Fantastis! Perpres bonus ratusan juta untuk Wakil Menteri (Wamen) lahir di tengah kemelut Covid-19 yang belum reda. Juga di saat kondisi rakyat yang memprihatinkan, kesulitan yang setia menghimpit.

Dilansir dari laman tagar.id (30/08/2021), Wamen yang akan berakhir masa jabatannya mendapat kompensasi senilai Rp580.454.000 untuk satu periode masa jabatan. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 8 Perpres 77/2021 yang merupakan hasil pengubahan atas Perpres Nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri.

Terkait hal tersebut, Staf Khusus Mensesneg, Faldo Maldini memberikan tanggapan. Bahwasanya pemberian kompensasi ini merupakan apresiasi untuk orang yang telah mengurus jutaan rakyat Indonesia. Apalagi selama ini Wamen tak mendapat uang pensiun seperti yang didapatkan oleh Menteri yang purnatugas.

Kebijakan ini tentu ironis. Bagaimana mungkin negara menggelontorkan dana yang tidak sedikit bagi jajaran wamen, padahal kondisi rakyat kian terpuruk? Bagaimana bisa negara merogoh kocek lebih dalam untuk mereka yang duduk di kursi jabatan, sedangkan perihal rakyat tak dilirik sedikit pun?

Menurut data Badan Pusat Statistik yang tertuang dalam laman bbc.com, rakyat miskin di Indonesia meningkat lebih dari 2,7 juta jiwa akibat pandemi Covid-19. Peneliti menegaskan bahwa meningkatnya angka kemiskinan karena kebijakan pandemi yang tak tegas di awal dan upaya untuk memulihkan kondisi yang terkesan jalan di tempat.

Meski begitu, pemerintah justru mengklaim bantuan sosial yang diberikan sudah sangat menekan angka kemiskinan, dimana mampu menyelamatkan lebih dari 5 juta orang menjadi miskin baru. Tetapi tetap saja, seperti yang dikatakan peneliti ekonomi Universitas Indonesia, Teguh Dartanto, bahwa bansos bak pereda nyeri saja. Tidak menjadi solusi penyakit itu.

Ya, bansos yang diberikan pemerintah tentu tak dapat menyelesaikan masalah kemiskinan. Karena yang didapat belum tentu mencukupi kebutuhan sebulan penuh. Juga karena masih banyak rakyat yang tak tersentuh oleh bansos.

Sejatinya, Perpres yang diteken saat pandemi ini mengukuhkan hilangnya sense of crisis. Bukankah petinggi negeri sebelumnya sudah menginstruksikan agar semua pihak memiliki sense of crisis di tengah pandemi? Hal ini akan lebih berguna jikalau bonus fantastis untuk Wamen tersebut dialihkan untuk penanganan Covid-19 atau untuk membantu rakyat kecil

Tak hanya mempertontonkan hilangnya sense of crisis, lebih dari itu menguatkan pandangan publik bahwa jabatan ini hanya bagian dari politik balas budi. Penguasa akan sangat loyal dan royal kepada mereka yang telah menyokongnya menduduki kursi kekuasaan.

Sebaliknya, kepada rakyat, tak diurus dengan sepenuh hati. Mereka dibiarkan terlunta akibat ketiadaan pekerjaan. Mereka dibiarkan mengurus kehidupannya sendiri, memenuhi hajat hidupnya seorang diri. Sungguh potret yang amat memilukan.

Lain lagi dengan sistem Islam. Penguasa menyadari betul bahwa amanah yang dipikulnya akan dihisab. Sehingga, akan mengurus hajat hidup rakyat sebagaimana yang dititahkan syariat.

Aturan Islam wajib diterapkan secara menyeluruh. Setiap kebijakan turunan tak boleh berasal dari suka-suka penguasa, buatan tangan manusia. Hal ini karena, manusia itu lemah, terbatas, dan serba kurang. Bagaimana bisa mengurus kehidupan dengan aturan yang dibuatnya? Alih-alih mengurus, justru menambah masalah baru pun membuat masalah bertambah runyam.

Penguasa tak mungkin meneken kebijakan yang memberi bonus fantastis kepada jajaran pejabat. Bahkan mirisnya seperti kondisi hari ini, menekennya di tengah kehidupan rakyat yang terhimpit.

Dengan perpres ini, seharusnya terbuka lebar mata kita, bahwa kebijakan sistem kapitalisme hari ini  cenderung tak peduli nasib rakyat. Dengannya pula, harusnya menyentak kita untuk turut berjuang menegakkan syariat Allah dalam bingkai daulah Islam.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post